Cukupkah Hadapi Omicron Dengan 3T?



Walikota Bogor Bima Arya menyebut Covid-19 varian Omicorn sudah masuk ke wilayahnya. Masuknya varian baru Covid-19 tersebut seiring jumlah penularan kasus Covid-19 di Kota Bogor yang belakangan ini terus meningkat. Meski demikian, Bima Arya menyampaikan, saat ini pun sudah tidak penting lagi untuk mencari kasus pertama Covid-19 varian Omicorn di Kota Bogor. Karena, yang lebih penting saat ini adalah menyiagakan sistem kesehatan baik seperti vaksin, tracing, testing hingga treatmentnya (Radar Bogor, 23/01/2022).

Salah satu langkah antisipasi untuk mengatasi penyebaran Covid-19 varian Omicorn, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan pihaknya telah menyiapkan tempat isolasi, baik di rumah sakit maupun isolasi terpusat. Dan mengingatkan masyarakat untuk selalu menerapkan protokol kesehatan. Selain itu, proses vaksinasi terus didorong dan difokuskan baik bagi lansia dan anak-anak (Republika.co.id, 23/01/2022).

Masuknya varian baru Covid-19, varian baru jenis Omicorn, tidak membuat pemerintah panik seperti halnya kala Covid-19 pada awalnya. Berbagai langkah antisipasi telah dilakukan oleh pemkot diantaranya 3T (testing, tracing  dan treatment), kebijakan ganjil genap setiap akhir pekan hingga vaksin. Langkah antisipasi tersebut sebagai upaya mengatasi penyebaran varian baru ini.

Pemerintah hanya fokus pada langkah mengatasi penyebaran, tetapi melupakan upaya untuk pencegahan masuknya varian baru ini. Merasa cukup dengan upaya mengatasi penyebaran, tidak menutup kemungkinan akan membuka peluang besar masifnya penyebaran varian baru tersebut di negara ini.

Upaya efektif yang seharusnya dilakukan pemkot Bogor adalah menutup akses keluar masuk Jakarta yang merupakan epicentrum Omicorn. Pasalnya, banyaknya warga Kota Bogor yang mencari nafkah di Jakarta. Faktor ekonomi inilah yang menyebabkan pemerintah enggan menutup akses keluar masuk Jakarta-Bogor. Langkah antisipasi ini tidak akan menuai hasil apa-apa, justru penyebaran virus ini akan semakin merajalela.

Jadi sangatlah wajar mengapa di awal serangan Covid-19 banyak memakan korban jiwa. Karena pemerintah memang hanya setengah hati untuk mengatasi serangan Covid-19. Kita melihat berbagai kebijakan yang diterapkan pemerintah pun tak jauh dari aspek ekonomi semata, dengan membiarkan rakyat berjuang sendiri untuk menyelamatkan jiwanya dari serangan virus.

Belum lagi, karena kebijakan pemerintah dengan dalih mengatasi penyebaran virus banyak masyarakat yang kesulitan bahkan kehilangan sumber penghasilan. Hal ini menambah deretan permasalahan perekomian rakyat yang semakin terpuruk. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Inilah derita yang harus dihadapi oleh rakyat akibat hidup dalam kejamnya sistem kapitalis.

Tidak sedikit pun rasa iba menghinggapi diri pemerintah, melihat derita rakyat akibat kebijakan ala kapitalis. Alih-alih membantu rakyat untuk menghadapi permasalahan ekonominya, malah rakyat hanya dicukupkan dengan pemberian bantuan sosial yang ala kadarnya dan itupun tidak semua rakyat mendapatkannya, serta jumlahnya yang sangat minim.

Inilah potret pemerintah yang menjadikan sistem kapitalis sebagai asasnya. Dalam sistem ini, aspek ekonomi memang selalu dikedepankan. Tujuan untuk meraih keuntungan materi walau dengan mengorbankan nyawa rakyatnya, menjadi sesuatu yang biasa dalam sistem yang menihilkan peran agama dalam kehidupan. Menghalalkan segala cara untuk meraih ambisinya adalah bagian dari tabiat buruk sistem ini.

Hal yang sangat jauh berbeda dilakukan oleh penguasa dalam sistem Islam (khilafah). Kehadirannya di tengah rakyat secara nyata meriayah rakyat menyelesaikan permasalahan kehidupannya. Kepedulian dan kepekaan terhadap nasib rakyat menjadi satu hal yang membedakan antara penguasa dalam sistem kapitalis dan sistem khilafah.

Islam memiliki tuntunan penanganan wabah penyakit yang menimpa masyarakat jauh sebelum wabah Covid-19 melanda dunia. Sejak 14 abad yang lalu dengan prinsip  karantina (lockdown) sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran wabah penyakit. Selain itu negara khilafah melakukan test dan tracing untuk memisahkan yang sakit dengan yang sehat. Yang sakit dikaratina dan diberikan fasilitas kesehatan yang berkualitas, sedangkan yang sehat bisa menjalankan aktivitasnya tanpa ada rasa khawatir akan terpapar wabah penyakit.

Negara khilafah pun menjamin dan memenuhi kebutuhan dasar rakyat di wilayah yang diterapkan lockdown. Jaminan kebutuhan pangan dengan kadar gizi terbaik dan halal, vitamin untuk support imunitas bagi setiap rakyat. Selain itu, negara juga menyediakan  fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, poliklinik, puskesmas, laboratorium pengobatan dan fasilitas lainnya secara memadai.

Dengan mekanisme seperti ini wabah pun bisa diatasi, dan rakyat bisa menjalani aktivitas kehidupan seperti biasa karena langkah yang dilakukan khilafah, baik langkah preventif maupun kuratif dilakukan secara bersamaan. Bukan sekedar menerapkan 3T tanpa upaya yang lebih mendasar dan komprensif. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menyelamatkan nyawa rakyat. Karena dalam Islam nyawa rakyat sangatlah berharga dibanding dunia dan seisinya.

Inilah potret penguasa (khalifah) yang menjadikan visi akhirat sebagai landasan pengurusannya terhadap rakyat. Dengan visi ini juga khalifah menjalankan tupoksinya semaksimal mungkin. Dan jabatan Khalifah adalah amanah karena kelak amanah tersebut  akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Rabb-nya.

Sosok pemimpin seperti inilah yang dirindukan dan diimpikan kehadirannya di tengah rakyat. Namun sosok pemimpin ini tidak akan pernah terwujud dalam sistem kapitalis yang batil nan rusak. Sosok ini hanya akan terwujud dalam sistem khilafah. Dengan izin Allah Swt., fajar khilafah akan segera menyingsing, untuk menerangi dunia dengan cahaya Islam. Sekaligus menghancurkan sistem kapitalis biang kerusakan dan kehancuran kehidupan umat manusia. Wallahua'lam.


Penulis: Siti Rima Sarinah


Posting Komentar

0 Komentar