Fenomena Spirit Dolls di Tengah Spirit Moderasi, Mampukah Moderasi Menyolusi?



Spirit doll atau boneka arwah tengah viral di tanah air. Belakangan ini, sejumlah artis secara terbuka mengakui sedang mengasuh spirit doll seperti halnya anak sendiri. Selain kalangan artis, adapula masyarakat biasa yang mengadopsi spirit doll tersebut. Beberapa komentar dari akun-akun di media sosial menunjukkan bahwa mereka ada yang membeli boneka itu dari Furi Harun, seorang kolektor boneka arwah atau disebut sebagai orang tua asuh dari 349 boneka yang dibelinya dari berbagai negara.


Dari sejumlah sumber, disebutkan bahwa spirit doll atau yang dikenal dengan sebutan boneka arwah dianggap sebagai boneka yang diisi arwah atau roh orang yang sudah meninggal. Mereka yang mengambil dan mengasuh boneka tersebut menyebut boneka tersebut sebagai anak adopsi mereka.


Spirit Ekonomi?


Di sejumlah online marketplace di Indonesia, dapat ditemukan penjualan spirit doll. Harganya pun beragam dari mulai ratusan ribu hingga jutaan dan bahkan ratusan juta rupiah. Di salah satu e-commerce Bukalapak, misalnya, terdapat penjualan spirit doll dengan penawaran "Open Adop Boneka Arwah Good Spirit Doll Perempuan 24inch." Dalam keterangan informasi barang yang ditawarkan itu disebutkan manfaat atau benefit dari mengadopsi spirit doll tersebut.


Bukan hal aneh, dalam sistem kapitalisme demokrasi ini yang menjunjung tinggi kebebasan. Maka pergerakan ekonomi di negeri ini pun tak lepas dari adanya kebebasan tersebut. Produk yang diperjualbelikan oleh masyarakat tidak dapat difilter oleh paham, keyakinan dan agama apapun. Termasuk agama Islam, yang menjadi agama mayoritas di negeri ini. Terbukti dengan masih banyak beredarnya produk-produk yang diperjualbelikan tanpa memandang bagaimana pandangan Islam terhadap produk tersebut.


Setiap individu diberikan hak kebebasan untuk menjual produk sekalipun produk itu bertentangan dengan Islam. Misalnya saja minuman keras dan boneka arwah ini, yang sudah jelas haram hukumnya dalam Islam. Mereka membebaskannya dengan alasan, negara kita terdiri dari beragam budaya dan agama. Namun, jika kita telaah justru kaum muslim sendiri yang menjadi konsumen barang-barang tersebut karena memang muslim menjadi jumlah penduduk terbanyak di negeri ini. Dan kaum muslim ini pun tak lepas menjadi sasaran pasar mereka. Sejatinya, ppirit ekonomi sekularisme tidak akan pernah memedulikan aspek agama dalam penerapannya.


Di Mana Peran Moderasi?


Moderasi yang menjunjung tinggi eksistensi sekularisme justru menyuburkan perilaku penyimpangan agama termasuk fenomena spirit dolls ini. Dalam moderasi, kehidupan tidak boleh diasuh oleh aturan agama. Agama hanya patut untuk mengatur urusan ibadah. Kaum muslim dalam moderasi harus menerima nilai-nilai Barat.


Moderasi pun menjunjung tinggi hak asasi manusia yang mendukung setiap orang berhak memilih apa yang ia lakukan tanpa mempertimbangkan aturan agama, termasuk mengadopsi spirit dolls ini. Akhirnya kaum muslim menutup telinga dari aturan agamanya yang telah jelas mengharamkan. Ramai-ramai mengikuti tren dalam mengadopsi boneka arwah tersebut. 


Di mana kaum moderat yang mengaku paling islami dalam melihat fenomena ini? Terdengarkah suaranya? Tentu tidak. Karena moderasi justru diciptakan untuk melegalkan segala macam aktivitas yang bertentangan dengan agama. Bahkan tidak jarang moderasi akan melegalkannya dengan memelintir berbagai dalil untuk mendukung aktivitas yang bertentangan dengan agama tersebut.


Di Mana Peran Negara?


Semestinya pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pelindung rakyat tentu tidaklah akan memberi izin bagi usaha-usaha yang akan merugikan dan merusak serta akan menimbulkan ke-mafsadat-an [kerugian] bagi rakyatnya. Dalam kapitalisme, pemerintah dan dunia usaha menempatkan masyarakat sebagai objek eksploitasi bagi kepentingan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.


Bangsa ini pun kehilangan arah dengan berbagai kebijakan yang dibuat oleh para penguasa. Di mulutnya mereka berbicara dan berteriak-teriak tentang Pancasila dan UUD 1945. Tapi dalam praktiknya yang mereka terapkan adalah sistem kapitalisme liberalisasi  yang bukan merupakan karakter dan jati diri kita. Maka selayaknya negara cepat bertindak mengingat boneka arwah ini mudaratnya jauh lebih besar dari sekedar kepentingan profit. Yakni menggadaikannya akidah rakyatnya sendiri.


Namun, kita tentu saja tak bisa mengharapkan hal ini terjadi. Karena justru pemerintah dengan kebijakan RUU TP-KS nya misalnya, seolah akan mendukung fenomena ini. Apabila sebuah keluarga melakukan persetujuan untuk tidak memiliki anak dan memilih untuk mengadopsi boneka arwah. Maka hal ini diperbolehkan karena standarnya adalah adanya persetujuan dari individu-individu tersebut. Negara ini tidak berpikir terhadap dampak yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Yaitu hancurnya moral generasi dan bangsa serta hancurnya akidah.


Hukum boneka dalam Islam tidak ada perdebatan, misalnya dalilnya kebolehan untuk anak-anak. Namun, itu dalam konteks boneka mainan. Bukan spirit doll atau boneka arwah. Islam harus meyakini bahwa arwah atau ruh bagi seseorang yang sudah meninggal memiliki urusannya sendiri dengan Allah Swt. Ruh-ruh bayi kecil yang meninggal sebelum akil baligh adalah dimuliakan. Apabila umat Islam memiliki keimanan yang lurus maka tidak akan memilih untuk mengadopsi boneka arwah ini atau sekalipun tidak mengadopsinya, juga tidak akan mendukung para pengadopsi boneka arwah atas nama kebebasan individu. Wallahualam.


Penulis: Novita Sari Gunawan

Posting Komentar

0 Komentar