Hiburan Ala Kapitalis, Kesenangan yang Berbuah Kerusakan


 

Pemkot Bogor kembali mengadakan inspeksi mendadak (sidak) ke tempat hiburan malam (THM). Hasilnya, kafe Zentrum di jalan Pajajaran Bogor Timur, disegel. Kafe ini didapati melakukan tiga pelanggaran sekaligus. Pertama, melanggar ketertiban umum, karena terjadi insiden pemukulan. Kedua, melanggar aturan minuman beralkohol (minol) dengan menjual minol di atas lima persen tanpa izin. Ketiga, melanggar jam operasional. (www.republika.co.id) 

Ternyata Kota Bogor memiliki banyak THM yang lokasinya terkonsentrasi di pusat Kota Bogor, di wilayah yang ramai dan strategis. Ada yang berupa klub malam, bar, karoke dan lain-lain. Menyajikan live music, penampilan DJ, hingga penari seksi. Dan minol menjadi minuman 'wajib' di setiap THM. Katanya hiburan malam ini mampu melepaskan segala kepenatan. Membuat mood buruk berubah drastis. Pengunjung kembali menjadi fresh. Menyajikan kesenangan yang luar biasa. (www.beritamalam.com)

Namun, pada faktanya, kesenangan yang didapat hanya bersifat sementara. Masalah hidup yang berat terlupakan sejenak karena pengaruh minol. Namun keesokan harinya mereka harus kembali menghadapi pekerjaan yang menumpuk, banyaknya tagihan yang harus dibayar, hingga keruwetan masalah rumah tangga. Efek mengkonsumsi minol bahkan bisa menimbulkan hal negatif, seperti perkelahian yang terjadi di Zentrum. Karena sebagian besar pengunjung dalam kondisi mabuk, tidak bisa berpikir dengan jernih dan mudah tersulut emosi. Orang-orang mabuk ini juga berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Seperti pada kasus selebgram, Laura Anna yang mengalami kelumpuhan hingga akhirnya meninggal dunia karena mobilnya dikemudikan oleh kekasihnya yang sedang mabuk. Berdasarkan data dari korps lalu lintas Polri, sepanjang 2020 telah terjadi 726 kasus kecelakaan akibat mabuk minuman keras (miras). (www.cnnindonesia.com) Lebih jauh lagi minol bisa menyebabkan terjadinya berbagai tindak kriminal. Penjambretan, pemerkosaan hingga pembunuhan. Konsep hiburan yang ditawarkan oleh kapitalisme bukan menghadirkan ketenangan, tapi justru menimbulkan kerusakan. Kerusakan moral hingga kerusakan tata kehidupan. Oleh karena itu, konsep hiburan ala kapitalis ini harus diganti.

Selain konsep hiburan yang harus diganti, kepenatan yang menyebabkan orang butuh hiburan, mesti dihilangkan. Penat muncul salah satunya karena setiap orang dituntut untuk mencari materi sebanyak-banyaknya demi memenuhi kebutuhan hidup. Biaya kebutuhan komunal seperti biaya pendidikan, kesehatan, keamanan, transportasi, hingga biaya makan sehari-hari semua harus dibayar oleh setiap individu. Walhasil, waktu untuk istirahat hanya sedikit, tak tersisa waktu untuk bercengkrama dengan keluarga apalagi untuk beribadah dan mengkaji ilmu agama. Penat semakin bertumpuk, jiwa pun makin jauh dari sang pencipta.

Menyerahkan segala pemenuhan hidup kepada individu adalah konsekuensi dari diterapkan sistem kapitalis. Dalam sistem ini negara berlepas tangan dari menyediakan berbagai kebutuhan komunal secara gratis. Dan yang makin memberatkan, negara meminta bagian atas nama pajak dari pendapatan yang diperoleh rakyat. Inilah biang kepenatan masyarakat.

Maka, sistem kapitalis inilah yang harus diganti. Harus diubah secara menyeluruh dengan menerapkan syariat Islam melalui penegakkan khilafah. Khilafah menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan komunal masyarakat. Tanpa dipungut biaya atau dengan biaya yang sangat murah. Khilafah mampu memenuhinya karena pengelolaan seluruh sumber daya alam (SDA) seperti minyak bumi, gas alam, tambang mineral dan lain-lain dilakukan oleh khilafah. Sehingga pemasukan negara berlimpah. Maka akan ringanlah beban hidup masyarakat. Uang pun tidak menjadi tujuan hidup masyarakat.

Adapun mengenai hiburan, Islam memiliki konsep yang unik. Dalam sebuah hadis riwayat at-Tirmidzi dan Ahmad, dari ‘Uqbah bin ‘Amir, Rasulullah Saw. bersabda:

كل ما يلهو به الرجل المسلم باطلٌ إلا رميه بقوسه، وتأديبه فرسه، وملاعبته أهله فإنهن من الحق

"Semua yang menjadi hiburan seorang muslim (laki-laki juga perempuan) itu tidak ada pahalanya, kecuali ia memanah dengan busur, ia melatih dirinya berkuda, atau ia bersenang-senang dengan istrinya. Itu semua tergolong al-haq (yang mendapatkan pahala)." 

Kata bathil dalam penafsiran para ulama terhadap hadis tersebut tidak menjelaskan bahwa hiburan itu sifatnya jelek. Hanya saja, ia bukan sesuatu yang mendapatkan pahala namun boleh-boleh saja dilakukan dengan batas yang wajar. Yang berpendapat demikian misalnya Ibn Taymiyyah dan as-Syaukani dalam Naylu al-Authar. Artinya selama aktivitas hiburan itu tidak melanggar hukum syara' dan tidak melalaikan kewajiban, maka boleh dilakukan. Hanya sebagai pelepas lelah dan penat. Dapat memberikan kemaslahatan dan ketenangan jiwa. 

Lanjut ar-Raysuni, menurut Abu Bakar ibn al-‘Arabi, sebenarnya yang disebut tergolong al-haq dalam hadis di atas tidak menunjukkan bahwa yang mendapatkan pahala hanya tiga hal (dalam hadis lain ada empat, ditambah dengan belajar berenang) itu saja. Itu hanya menunjukkan kepada hal-hal yang di masa Nabi menjadi perkara-perkara yang jelas manfaatnya di masyarakat. (www.bincangsyariah.com)

Berdasarkan pemaparan di atas, jelaslah bahwa ketika Islam diterapkan secara kafah dalam naungan khilafah, maka hidup manusia menjadi seimbang, jauh dari kepenatan apalagi kerusakan akibat perbuatan maksiat. Wallahua'lam.

 Oleh: Vinci Pamungkas

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar