Tahun 2021 telah berakhir dan berganti dengan tahun yang baru. Berbagai persoalan dilaporkan selama 2021 termasuk kasus kekerasan banyak sekali terjadi. Dirangkum oleh Suara.com (24/12/21), setidaknya ada lima kasus kekerasan seksual paling menggemparkan. Pertama, pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru sebuah pondok pesantren di Bandung, Herry Wirawan kepada 21 orang santrinya. Bahkan, aksi pencabulan tersebut telah melahirkan sembilan bayi.
Tidak hanya di Bandung, pelecehan seksual kepada muridnya yang berusia 12 tahun juga dilakukan oleh seorang guru ngaji di Bekasi. Dalam laporan, pelaku telah mengaku melakukan aksi bejatnya sebanyak tiga kali kepada korban. Lebih bejatnya lagi, kasus pemerkosaan juga dilakukan oleh ayah kandung kepada tiga orang anaknya di Luwu Timur. Kasus ini ini terjadi pada 2019 yang diangkat dari sebuah laporan jurnalistik oleh Eko Rusdianto di Project Multatuli dan viral di media sosial pada Oktober 2021.
Pelecehan seksual juga terjadi di lingkungan KPI yang viral pada September 2021. Salah seorang pegawai KPI berinisial MS mengaku dirinya mengalami pelecehan, yaitu penyiksaan, dipukul hingga ditelanjangi oleh rekannya pegawai KPI lainnya sepanjang 2012-2014. Sarana transportasi umum pun tidak luput dari pelecehan seksual. Pada Juni 2021 terjadi pelecehan seksual di Commuter Line rute Jakarta-Cikarang. Selain itu dilansir dari IDN Times (24/12/21), pelecehan seksual disertai kekerasan juga menimpa seorang perempuan berinisal NT ketika menjadi penumpang taksi online. Berawal dari NT yang muntah saat perjalanan dengan mobil (tapi tidak mengenai bagian dalam mobil), namun sang sopir melakukan pelecehan dan berujung kekerasan meski sudah diberi uang pengganti. Penumpang pun melakukan pelaporan ke pihak berwajib dan saat ini sedang ditangani.
Kekerasan-kekerasan tersebut hanyalah beberapa kasus yang diketahui masyarakat luas karena viral, belum dengan kasus-kasus lainnya yang luput diberitakan oleh media. Adapun pemerintah telah mengeluarkan beberapa regulasi antara lain UU mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Perlindungan Anak, Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021, termasuk saat ini pembahasan RUU PKS.
Namun UU dan peraturan itu tidaklah efektif. Faktanya selama setahun ini kasus kekerasan alih-alih meredup justru semakin bertambah. Undang-undang dan peraturan yang dibuat memang untuk pencegahan, penanganan, dan penyelesaian kasus kekerasan, namun hanya difokuskan pada kekerasannya. Sedangkan yang menjadi akar permasalahan justru luput dan salah dalam memandang akar permasalahannya. Misalnya, kekerasan seksual yang terjadi kebanyakan korbannya perempuan.
Akar permasalahan yang dianggap adalah adanya ketidaksetaraan gender, perempuan tidak dihormati karena dianggap lemah sehingga solusi yang diminta adalah kesetaraan gender. Analisis masalahnya hanya berkutat seputar itu, namun tidak dianalisis kenapa sampai pria melecehkan dan bertindak kasar pada perempuan? Apa yang menjadi latar belakang permasalahannya dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya kekerasan?
Padahal cara memandang suatu permasalahan sangat mempengaruhi solusi yang akan diambil. Selama ini suatu permasalahan dilihat dengan kacamata sekuler kapitalis yang sangat menjunjung tinggi kebebasan dan menimbang-nimbang untung-rugi. Pelaku seks bebas bila pelakunya tidak merasa dirugikan maka bukanlah permasalahan. Perempuan bebas berpakaian seksi mempertontonkan auratnya selama itu kehendaknya adalah urusannya sendiri. Padahal kebebasan tersebut akan membangkitkan hasrat seksual pria yang berujung pada kriminalitas dan pelecehan seksual.
Selain itu pada kasus KDRT hanya memandang pada gejala kekerasannya, namun di balik itu ada tuntutan ekonomi yang menjadi pemicu terjadinya kekerasan justru alfa dari perhatian. Belum lagi krisis akhlak yang terjadi di masyarakat karena adanya pemisahan agama dalam kehidupan. Anehnya, pemikiran dan pandangan yang agamais malah dianggap kolot dan dijadikan kambing hitam atas hilanganya posisi kehormatan perempuan.
Padahal Islam sangat sesuai dengan fitrah manusia dan justru begitu menghormati perempuan. Kedudukan perempuan dalam Islam sangat tinggi yaitu sebagai ibu dan pengatur urusan rumah tangga yang memegang peranan penting bagi kesuksesan suami dan generasi penerusnya. Bukan sebagai objek pemuas yang diukur dengan materi seperti di sistem kapitalis saat ini. Bagaimana ditunjukkan pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mu’tasim yang menjadikan Islam landasan dalam bernegara. Negara begitu melindungi perempuan sehingga ketika terjadi pelecehan Muslimah di Amuri, khalifah mengirimkan pasukan dan menaklukkan wilayah itu.
Dalam Islam urusan mencari nafkah menjadi tanggung jawab pria bukan perempuan sehingga perempuan tidak harus menjadi objek eksploitasi ekonomi yang berpeluh keringat mencari nafkah. Kesejahteraan ekonomi keluarga, baik itu sandang, pangan, papan dijamin oleh negara dengan menyediakan lapangan kerja untuk para suami dan memberi sanksi bagi suami yang tidak menafkahi istrinya.
Bagi yang tidak dapat bekerja akan berada dalam tanggungan keluarga, bila keluarga tidak mampu maka ditanggung negara. Kesehatan maupun pendidikan pun juga dijamin negara. Semua biaya yang dikeluarkan negara akan diambil dari Baitul mal yang sumbernya dari pengelolaan SDA dan harta negara seperti jizyah, kharaj, fai, ganimah, dan lain-lain yang memang diperuntukkan untuk rakyat. Dengan demikian KDRT karena permasalahan ekonomi dapat dihentikan.
Dalam Islam, negara juga harus menerapkan sistem pergaulan Islam untuk menjaga interaksi antara pria dan wanita. Keduanya diperintahkan menundukkan pandangan jika bertemu dan hanya berinteraksi pada kondisi yang diperbolehkan dan dengan alasan syar’i. Mereka juga wajib menutup aurat dengan sempurna. Media akan diawasi untuk mencegah penyiaran konten yang mengandung pornografi dan kekerasan.
Negara juga melaksanakan pendidikan yang berlandaskan akidah Islam sedari dini sehingga senantiasa mencetak generasi penerus yang memiliki kepribadian Islam yang ber-akhlakul karimah. Pendidikan dan pelatihan pernikahan juga diberikan kepada pria dan wanita yang mengarungi rumah tangga agar keduanya memahami hak dan kewajiban masing-masing sebagai suami-istri serta orang tua yang baik bagi anak-anaknya sehingga tercipta rumah tangga sakinah mawaddah wa rahmah. Dengan penerapan Islam akan terciptalah suatu kondisi lingkungan Islami memberikan ketenteraman, keamanan, kenyamanan, dan kesejahteraan di dalamnya.
Islam juga memberikan sistem sanksi yang tegas. Dalam Islam, hukuman yang diterapkan berfungsi sebagai jawabir dan zawajir. Jawabir berarti hukuman yang dikenakan pada pelaku akan menebus dosanya. Sedangkan zawajir artinya hukuman yang diterapkan akan mencegah orang lain melakukan tindakan yang sama.
Islam bukan hanya agama namun juga sistem kehidupan yang sempurna sesuai fitrah manusia. Maka dari itu, persoalan kekerasan tidak akan bisa diterapkan dalam sistem sekuler apalagi komunis. Solusi kekerasan seksual hanya bisa diatasi dengan penerapan Islam secara keseluruhan (kaffah) baik di level individu yang senantiasa bertakwa, pada masyarakat yang senantiasa melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, dan negara yang menerapkan aturan Islam. Wallahu a’lam bishawab.
Oleh: Tiara Mailisa
0 Komentar