Mengawali tahun 2022 rakyat kembali dikejutkan dengan kenaikan berbagai barang kebutuhan pokok. Dilansir oleh CNBC Indonesia pada 31/12/2021, sejumlah biaya energi pada tahun 2022 diperkirakan akan mengalami kenaikan. Mulai Bahan Bakar Minyak (BBM) terutama dengan rencana penghapusan bensin premium (RON 88) hingga tarik listrik untuk golongan pelanggan non subsidi dikabarkan akan naik. Kenaikan biaya energi ini dipicu semakin pulihnya kondisi perekonomian, serta meningkatnya harga komoditas seperti minyak mentah dan gas.
Hal ini juga berdampak pada kenaikan LPG non subsidi. Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Sub Holding Pertamina commercial & Trading, Irto Ginting menyebutkan bahwa penyesuaian harga LPG non subsidi yang dilakukan oleh Pertamina selaku badan usaha niaga resmi LPG untuk merespon tren peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) LPG yang terus meningkat sepanjang tahun 2021.
Kenaikan harga ini seolah menjadi rutinitas tahunan yang terus berulang dilakukan oleh penguasa negeri ini. Yang senantiasa memberikan kado pahit setiap awal tahun kepada rakyatnya dengan kejutan kenaikan harga. Terbayang beban baru yang harus ditanggung oleh rakyat, padahal sebelum kenaikan harga kebutuhan pokok ini pun kehidupan mereka jauh dari kata layak dan sejahtera.
Jika kita melihat negeri yang dikenal dengan sebutan Zamrud Khatulistiwa, memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah, namun kehidupan rakyatnya bergelimang kemiskinan dan kesengsaraan. Seharusnya dengan kekayaan alam ini, rakyatnya tidak mengalami drama kenaikan harga kebijakan penguasa. Rakyat selalu menjadi “korban” dari kebijakan kenaikan harga, walaupun sang penguasa mengutarakan berbagai dalih agar rakyat memaklumi kebijakan yang dibuatnya.
Salah tata kelola energi inilah yang menyebabkan kenaikan harga energi yang terus berulang. Karena Indonesia adalah negara yang memiliki peluang besar untuk keluar kemelut kenaikan harga energi. Indonesia merupakan salah satu negara dengan cadangan gas yang besar, bahkan terbesar kedua setelah Cina di kawasan Asia Pasifik. Menurut BP Energi Statistic, Indonesia memiliki cadangan gas mencapai 2.8 triliun meter kubik.
Kekayaan alam berupa gas alam yang dimiliki Indonesia seharusnya mampu memenuhi kebutuhan rakyat akan energi. Kesalahan tata kelola sumber daya alam yang bermasalah. Lihatlah, pipa gas alam dari Natuna yang harusnya untuk menyuplai kebutuhan rakyat, justru disalurkan ke Singapura. Bahkan, sekitar 85% ladang migas dikuasai dan dikelola oleh korporasi minyak raksasa asing.
Pemerintah selalu berdalih menyerahkan pengelolaan ladang migas ke asing, karena negara tidak sanggup untuk menggarap semua blok-blok migas itu sendiri melalui tangan Pertamina. Selain modal yang sangat besar negara juga tak mungkin sanggup menanggung resiko dari eksplorasi migas yang juga tak kalah besar biayanya.
Walhasil, ketika korporasi yang mengelola dan menguasai ladang migas yang berbasis kapitalisme menjadi rujukan mereka yaitu untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Privatisasi dan alih tanggung jawab pemerintah ke pihak swasta pun merupakan kosekuensi yang tak mungkin untuk dihindari dampak penerapan sistem kapitalisme.
Pengelolaan SDA ini sangat bertolak belakang dengan sistem pengelolaan SDA dalam pandangan Islam. Peran penguasa (khalifah) memahami tupoksinya sebagai pengurus urusan rakyat dan bertanggung jawab terhadap amanah yang berat yang diembannya. Karena kelak ia akan diminta pertanggung jawaban terhadap pengurusan rakyatnya. Hal inilah yang menjadi landasan khalifah untuk mengurus kebutuhan rakyatnya sesuai yang ditetapkan oleh sang pemberi amanah yaitu Allah swt.
Islam menetapkan SDA merupakan kepemilikan umum yang menjadi hak rakyat. Rasulullah saw bersabda,”Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Hadis ini menegaskan bahwa kaum muslim berserikat dalam 3 perkara tersebut dan ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu. Berserikat bermakna dalam pemanfaatan dan dibutuhkan oleh semua orang. Sehingga tidak boleh dikuasai oleh seseorang atau sebagian saja.
Negara (khilafah) menjadi pihak yang berwenang untuk mengelola SDA yang masuk kategori kepemilikan umum. Dengan bersandar pada sistem ekonomi Islam yang menggunakan sistem sentralisasi. Artinya SDA yang ada di sebuah negara bukan milik negara tetapi milik seluruh kaum muslim.
Adapun mekanisme pengelilaan kepemilikan umum dilakukan negara dengan dua cara. Pertama, pemanfaatan secara langsung oleh rakyat seperti, air, padang rumput, api, jalan umum, laut, samudra dan lain sebagainya. Setiap individu rakyat boleh memanfaatkan dan mengambil air dan mengalirkan air sungai untuk pengairan pertanian. Negara tetap mengawasi dan mengontrol agar pemanfaatan milik umum ini tidak menimbulkan kemudratan bagi masyarakat.
Kedua, pemanfaatan di bawah pengelolaan negara. Kekayaan milik umum yang tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan secara langsung oleh individu masyrakat karena membutuhkan kehalian, teknologi tinggi serta biaya yang besar. Seperti minyak bumi, gas alam dan barang tambang lainnya langsung dikelola negara. Negaralah yang berrhak mengelola dan megeksplorasi bahan tersebut. Hasilnya dimasukkan ke dalam kas Baitul mal. Khalifah sebagai pihak berwenang dalam pendistribusian hasil tambang dan pendapatannya sesuai dengan ijtihadnya demi kemaslahatan umat.
Dalam mengelola kepemilikan umum tersebut, negara pun tidak boleh menjualnya kepada rakyat sebagai komsumsi rumah tangga untuk mendapatkan keuntungan. Harga jual kepada rakyat hanya sebatas harga produksi. Namun, boleh menjualnya dengan mendapatkan keuntungan untuk keperluan komersial. Dan bahkan boleh dijual ke pihak luar negeri (ekspor) dengan catatan kebutuhan rakyat didalam negeri sudah tercukupi.
Hasil pengelolaan kepemilikan umum ini, dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat dan untuk memenuhi semua kebutuhan pokok rakyat dari pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain sebagainya. Potret pengelolaan kepemilikan umum seperti ini, tentu tidak akan kita temukan dalam sistem kapitalisme. Sehingga sangatlah wajar rakyat senantiasa hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan selama sistem kapitalisme masih bercokol dimuka bumi ini.
Hanya ada satu solusi hakiki untuk keluar dari semua kemelut permasalahan yang diakibatkan oleh sistem yang menihilkan peran agama dari kehidupan, adalah kembali pada sistem Islam kafah dalam naungan khilafah. Karena khilafah sudah terbukti selama 13 abad mampu memberikan kehidupan yang makmur dan sejahtera kepada seluruh individu rakyatnya, baik muslim maupun non muslim. Wallahualam.
Oleh : Siti Rima Sarinah
0 Komentar