Ketaatan Terhadap Ajaran Islam Bukti Kerinduan Kepada Rasulullah

 



Pernah tidak kita merasakan rasa rindu yang membuncah kepada orang-orang yang dicintai? Jawabannya pasti pernah. Kerinduan itu merupakan bagian dari naluri na'u (naluri melestarikan jenis) yang sudah Allah karuniakan.

Bersyukur atas rasa rindu tersebut karena merupakan sesuatu yang normal pada diri manusia. Namun, tentu rasa rindu itu harus disalurkan kepada yang haknya dan sesuai dengan hukum-hukum Allah. Artinya merindui kepada yang halal bukan kepada sesuatu yang dimurkai Allah semisal merindui artis, merindui laki-laki atau perempuan yang bukan mahramnya dsb. 

Rasa rindu bisa mendatangkan pahala bisa pula mendatangkan murka Allah. Rasa rindu yang mendatangkan pahala di antaranya adalah rindu kepada Rasulullah saw. Kerinduan ini harus ada pada diri umat Islam. Sebab dengan merindui Rasulullah kita akan meresapi perjalanan hidup dan perjuangan dakwahnya. Namun yang paling utama adalah menjalankan seluruh risalah yang dibawanya. Enak atau tidak, ringan dan beratnya semuanya ditaati karena rasa kecintaan kepada-Nya. 

Saat ini kita sering menyaksikan orang-orang yang menyenandungkan shalawat tetapi di sisi lain dia menghina ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah. Satu sisi dia menyanjung Rasulullah tetapi di lain waktu menolak sistem Islam(khilafah). Semuanya dilakukan hanya karena tidak menemukan dalil khusus yang menurutnya tidak ada kata khilafah di Al-Quran. Bahkan ironinya saat saudaranya di Palestina di siksa, muslim Uiyghur di usir dari negaranya, justru bersikap masa bodo karena merasa beda negara.  

Sungguh seharusnya kita malu dengan Rasulullah, mengaku umat nabi Muhammad tetapi sikap kita jauh dari sikap yang merindu. Betapa pentingnya menempatkan posisi kerinduan itu, agar sesuai dengan apa yang Allah mau. 

Sejenak kita susuri bagaimana kemuliaan Rasulullah saw.dalam kesehariannya, perjuangan dakwahnya, karena rasa kecintaan kepada kita umat-Nya. Sehingga dengan membaca sirahnya kerinduan kita akan semakin membuncah. Keinginan untuk memperjuangkan tegaknya syariat Islam dalam bingkai khilafah tak mudah padam, walaupun banyak rintangan hingga nyawa jadi ancaman. 

Rasulullah saw. adalah makhluk Allah yang dima'shum, terpelihara dari dosa. Namun, sekalipun begitu Rasulullah senantiasa beristighfar dan bertaubat lebih dari 70 kali dalam 24 jam. Beliau melakukannya 3 kali dalam 1 jam artinya beristighfar 20 menit sekali. Luar biasa bukan,  seorang pribadi maupun pemimpin umat. Rasanya di masa kini tidak ada yang seperti itu. Bagaimana dengan kita sungguh jauh sekali. 

Rasulullah saw dalam kehidupan nya jauh dari gemerlapnya dunia. Beliau tidak suka menyimpan sedikitpun harta di rumahnya, semua harta yang dipunya diperuntukkan bagi umatnya terutama yang fakir miskin. Karena rasa kepedulian terhadap rakyatnya sejak memimpin di Madinah hingga akhir hayatnya beliau selalu tidak pernah kenyang selama tiga hari berturut-turut (HR.Bukhari dan Muslim). 

Rasulullah saw. senantiasa menyediakan rumah bagi fakir miskin, sementara pemimpin saat ini tega menggusur rumah rakyatnya demi menyenangkan para kapitalis. Rasulullah memberikan modal bagi rakyatnya agar memiliki pekerjaan, sedangkan pejabat saat ini justru melakukan korupsi demi kepentingan pribadinya. Bahkan membiarkan peluang kerja demi orang-orang asing dibandingkan melindungi rakyatnya, yang kian hari tingkat pengangguran kian menjamur. 

Sungguh mulia Rasulullah saw. Tak ada satupun pemimpin di dunia yang semulia beliau. Bahkan nonmuslim pun mengakuinya. Sudah mutlak bagi kita mengikuti nya. Maka sudah seharusnya kerinduan kita ini semakin menjadi kan kita tambah sayang dan cinta dengan Rasulullah saw.

Lantunan shalawat harus basah dari lisan kita. Di sisi lain kita juga harus bersemangat untuk melakukan perjuangan dakwahnya. Apalagi saat ini banyak sekali orang yang menistakan ajarannya. Semisal paham moderasi yang kian merusak, menghancurkan dan menjauhkan umat ini dari Islam yang mulia. 

Rasa rindu ini patut kita mencontoh dari Tsauban. Tsauban adalah pembantu Rasulullah saw. Dia sangat dalam cintanya kepada sang Nabi. Suatu hari pernah datang dengan wajah murung, ketika ditanya oleh Rasulullah apa yang sedang dialaminya, Tsauban menjawab khawatir tidak bisa bertemu lagi dengan Rasulullah. Satu hari tidak bertemu tentu kerinduan itu kian membuncah dan bergelora dengan sosok pemimpin yang mulia. 

Kekhawatiran Tsauban pun menelisik kalbunya khawatir tidak masuk surga. Namun jikalau  masuk surga apakah dia mampu bertemu dengan Rasulullah saw. sementara beliau di kedudukannya di tempat tertinggi. Mendengar kekhawatiran Tsauban Rasulullah terdiam hingga turun ayat an - Nisa ayat 69.

"Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya mereka itu akanbersama-samadenga orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shidiqqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. "

Dari sini jelas ketaatan kepada Allah dan Rasulullah sebagai bukti kerinduan kepada Rasulullah. Kerinduan yang dilandasi iman inilah yang akan menjembatani ke Jannah-Nya. Wallahualam.


Oleh Heni ummufaiz

Ibu Pemerhati Umat

Posting Komentar

0 Komentar