Lepas Belenggu Hitam Kesengsaraan Muslimah di Afghanistan

 



Kesengsaraan laksana belenggu hitam mengikat kaki-kaki muslimah Afghanistan. Kelaparan akut, tidak adanya fasilitas rumah sakit menghantui muslimah, anak-anak, dan warga Afghanistan lainnya. Hingga mereka rela mengantri sangat panjang demi sepotong roti. Atau, menjual anak-anaknya untuk biaya hidup dan berobat.


WHO memperingatkan jutaan anak di Afghanistan menderita gizi buruk, dan PBB mengatakan 97 persen orang Afghanistan akan segera hidup di bawah garis kemiskinan. Statistik yang disodorkan PBB suram: Hampir 24 juta orang di Afghanistan, sekitar 60 persen dari populasi, menderita kelaparan akut. Sebanyak 8,7 juta warga Afghanistan menghadapi kelaparan.


Sejak Taliban kembali berkuasa, Afghanistan telah terjun ke dalam krisis ekonomi yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, di mana bank-bank kehabisan uang tunai dan para pegawai negeri tidak pernah digaji selama berbulan-bulan.


Pembekuan miliaran dolar aset Afghanistan oleh Amerika Serikat dan penghentian bantuan dana oleh lembaga keuangan internasional telah menyebabkan hampir runtuhnya sistem perekonomian Afghanistan yang rapuh yang dirusak oleh peperangan dan pendudukan selama puluhan tahun. (www.merdeka.com) 


Rupanya tidak cukup sampai sana kesengsaraan yang dialami muslimah Afghanistan beserta anak-anaknya. Afghanistan jadi negara kedua paling buruk di dunia untuk perempuan karena menurut laporan Human Right's Watch, hanya 37% perempuan Afghanistan yang sudah melek huruf, sepertiga jumlah perempuan menikah sebelum usia 18 tahun (bahkan dipaksa keluar sekolah untuk menikah), dan angka kematian ibu sangat tinggi. Kebebasan sipil perempuan juga sangat dibatasi.


Sekolah untuk anak perempuan di bawah Taliban tidak menentu. Di banyak propinsi, anak perempuan tidak diizinkan bersekolah setelah kelas 6, tetapi di lebih dari 10 propinsi sekolah dibuka. Kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan pun dilaporkan berbagai laman daring begitu tinggi disana. 


Kejahatan Paman Sam atau Tafsir Kaku Taliban?


Kelamnya nasib perempuan dan anak di Afghanistan, seperti yang telah disebutkan di atas, disebabkan oleh peperangan dan intevensi Barat. 


Perang selama dua dekade dengan Amerika Serikat telah membawa kehancuran. Lebih dari 60.000 anggota aparat keamanan tewas dan hampir dua kali lipatnya warga sipil. Dalam laporannya PBB menekankan perempuan dan anak-anak kelompok yang paling terdampak konflik. Sekitar 43 persen korban perang dari kalangan sipil adalah perempuan dan anak-anak. (www.republika.co.id) 


Setelah melakukan invasi ke Afghanistan, Amerika membual soal hak-hak perempuan. Mereka berbohong terkait penganiayaan terhadap perempuan di bawah naungan syariah Islam. Mereka juga terbiasa menggunakan pandangan mereka untuk melakukan memaksa negeri-negeri Muslim sesuai dengan kriteria sekuler Barat.


Dengan adanya aturan penjajah di dunia Muslim, wanita di Afghanistan telah gagal mengalami kemajuan akibat dari intervensi penjajahan modern ini. Pada faktanya, terdapat banyak kasus saat keadaan mereka malah semakin memburuk. 


Bahkan dilaporkan terjadi peningkatan angka wanita yang membakar dirinya sendiri akibat depresi karena kondisi keuangan mereka. Satu wanita meninggal setiap 2 jam sekali di negara tersebut dalam kasus melahirkan akibat sistem pelayanan kesehatan yang memprihatinkan. Wacana seputar hak-hak perempuan tiada lain hanyalah tabir asap kamuflase yang menutupi motif politik tersembunyi di kawasan tersebut.


Para wanita di Afghanistan telah membayar mahal dampak intervensi Barat di negeri mereka. Ratusan ribu nyawa melayang. Termasuk keluarga dan rumah mereka. Masyarakat mereka terjebak dalam kekacauan tak berujung, kekerasan dan ketiadaan hukum. Semua ini terlihat pada tingginya angka penculikan, pemerkosaan dan pembunuhan. (www.al-waie.id) 


Setelah Amerika hengkang, Taliban mengakuisisi Afghanistan. Tafsir kaku Taliban terhadap Islam atas nama negara melanjutkan nasib kelam muslimah Afghanistan. 


Taliban justru memperkenalkan aturan yang mengekang wanita. Pada Desember tahun lalu, misalnya, Taliban menetapkan jika perempuan bepergian sejauh lebih dari 72 KM harus ditemani anggota keluarga dekat pria. 


Penetapan aturan terhadap perempuan oleh Taliban mendapatkan respon dari muslimah disana. Mereka mengadakan demonstrasi di depan Universitas Kabul. 20 demonstran perempuan meneriakan makanan, karier, kebebasan, kesetaraan, dan keadilan. Seraya membentangkan spanduk bertuliskan “Hak-Hak Perempuan” dan “Hak Asasi Manusia”. Mereka menuntut hak atas pekerjaan, pendidikan, dan perwakilan politik dari Taliban.  Sebuah tuntutan yang khas bagi pemberdayaan perempuan ala-ala pemikiran barat.


Syariat Islam adalah Kehidupan


Muslimah Afghanistan seharusnya tidak larut dalam histeria agenda barat terkait hak-hak perempuan. Karena itu merupakan kebohongan.


Kebohongan yang menutupi jahatnya agenda kafir barat terhadap kaum mukmin. Suatu kebohongan adalah tetap kebohongan. Tidak peduli berapa kali hal itu diulang. Kita telah melihat semua ini sebelumnya di Afghanistan dan di tempat-tempat lain. 


Agenda Barat adalah menyebarkan konspirasinya dan mempromosikan rencana-rencananya meskipun merusak kehidupan, ekosistem darat, laut dan udara. Begitulah, kaum kafir imperialis tidak memelihara hubungan dengan kaum Mukmin. Bahkan tangan mereka berlumuran darah di mana saja mereka tinggal. 


Jadi sudahilah berharap kepada barat. Mulailah menyambut indahnya cahaya Islam. Islam kafah yang menjadi rahmat seluruh alam. Bukan Islam yang ditafsirkan kaku (ifrat) atau sebaliknya sangat fleksibel (tafrit).


Ajaran Islam yang kafah akan melindungi dan menjaga kehormatan, darah, dan kesejahteraan perempuan. Hal ini terlihat dari seperangkat aturan bagi perempuan ketika berada di ranah domestik atau publik.


Islam memandang perempuan adalah sesuatu yang harus dijaga oleh dirinya, keluarganya, masyarakat, dan negaranya. Setiap kejahatan dan kesengsaraan yang terjadi kepada perempuan akan dianggap sebagai masalah besar bagi negara Islam. 


Dari segi kebutuhan pokok untuk perempuan, Islam telah mengamanahkan pemenuhan nafkahnya kepada para lelaki yang menjadi suami, ayah, kerabat, atau walinya. Jika para penanggung jawab tadi tidak ada atau tidak mampu, maka Islam menyerahkan amanah nafkah perempuan kepada negara.


Namun Islam juga memperbolehkan perempuan berkiprah di sektor publik. Islam membolehkan perempuan bekerja sesuai tuntutan syariah. Hak mendapatkan pendidikan pun sama dengan laki-laki. Demikian pun dengan hak-hak warga negara lainnya. 


Islam memperbolehkan perempuan berkiprah dalam dunia politik sesuai syariah. Walaupun Islam tidak memperbolehkan perempuan menjadi penguasa, tapi perempuan boleh memilih penguasa dan menduduki jabatan pemerintahan yang diperbolehkan bagi perempuan. 


Islam pun memperbolehkan perempuan untuk mengoreksi para penguasa ketika mereka melanggar hukum syara. Seperti yang dilakukan shahabiyah Khaulah binti Tsa’labah kepada Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab ra.


Terakhir, Islam menempatkan tugas utama perempuan sesuai dengan kodratnya. Islam mengamanahkan masa depan kepada perempuan lewat perannya sebagai istri, ibu, dan pendidik generasi. Ini semua bukan merupakan kebohongan. Karena sudah ada bukti empiris dan historisnya ketika Islam diterapkan selama 14 abad lamanya. 


Wahai muslimah Afghanistan dan dunia, mari lepaskan belenggu hitam kesengsaraan akibat kita rela diatur oleh sistem sekuler kapitalis seperti arahan kafir penjajah. Mari sama-sama kembali kepada Allah dan Rasul-Nya. Kembali kepada Islam kafah yang akan memberikan kehidupan (kesejahteraan).


Oleh : Rini Sarah





Posting Komentar

0 Komentar