Menabur Keikhlasan Beramal Di tengah Keterbatasan



Betapa banyak saat ini orang yang dikasih amanah lebih suka mengabaikan dengan alasan kondisi diri yang serba terbatas. Terbatas karena sarana yang tak lengkap, potensi yang pas-pas atau merasa kurang mampu bisa juga karena kemalasan yang menguasai diri. Akhirnya dari merasa keterbatasan tersebut sikap abai terhadap amanah menjadi sebuah alibi pembenaran. Ketika itu sudah mendarah daging dalam diri pada akhirnya mengakibatkan enggan keluar dari zona nyaman atau mengoptimalkan segala daya upaya.

Contoh saja ketika seseorang dikasih amanah dakwah baik itu dakwah di dunia nyata maupun maya, sering karena urusan yang tidak syar'i melalaikan amanah dakwah tersebut. Berusaha berharap pemakluman dari sang mentor (musyrif/musyrifah)pada akhirnya amanah tersebut dilalaikan. Di  lain waktu,  saat ada hal yang bukan urusan dakwah sekalipun kondisi badan lunglai atau sibuk , karena urusan tersebut mendatangkan  materi bisa dilaksanakan secara optimal. Padahal sebenarnya jika memahami arah dan tujuan aktivitas tersebut tentu tak perlu ada kelalaian.

Fenomena pengabaian amanah hampir di mana-mana sudah mulai merebak. Cukup mengatakan tidak sanggup, sibuk dengan urusan kerjaan ataupun urusan anak, tak ada fasilitas penunjang menjadi senjata jitu agar amanah tersebut tidak dilaksanakan. Masyaallah. Entah kenapa urusan yang berhubungan dengan akhirat selalu ada saja yang menghambat.
Namun di sisi lain ada juga yang menjalankan amanah tetapi tersisipi sifat riya, sum'ah yang akhirnya keikhlasan dalam menunaikan amanah tersebut dipertanyakan. Memang dengan kondisi hidup di alam sistem kapitalisme membuat manusia kian hari menilai segala sesuatu dari untung rugi. Melakukan aktivitas terwarnai oleh sifat-sifat yang tidak disukai Allah. Semisal melakukan aktivitas ingin disanjung orang, prestis di masyarakat agar lebih dihargai.

Seharusnya sebagai seorang muslim maupun muslimah yang beriman kepada hari akhir dan memahami adanya hari penghisaban patut merenungkan setiap aktivitas kita, apakah kita telah berupaya semaksimal menjalankan amanah ataukah tidak?sudah sesuaikah dengan yang Allah mau ataukah hanya sekadar memenuhi kewajibannya saja tanpa ada nilai-nilai ruhiyah di dalamnya.
Janganlah … dan sekali lagi janganlah kita mengelak dan mundur dari berkhidmat kepada Islam karena merasa lemah, tidak ada kemampuan untuk ikut andil dalam menguatkan masyarakat Islam, sebab sesungguhnya perasaan-perasaan seperti itu merupakan rekayasa dari setan jin dan manusia.

Ada sebuah contoh teladan di masa Rasulullah tentang sahabiyah  yang  istikamah dan tidak pernah menyepelekan kebaikan, berusaha rida dan ikhlas atas segala Takdir-Nya, tak menyerah sekalipun kondisi serba terbatas serta lemah. Dialah Ummu Mahjan. Di dalam Ash-Shahih tanpa menyebutkan nama aslinya, bahwa beliau tinggal di Madinah [Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat (VIII/414)].

Beliau Radhiyallahu ‘anha seorang wanita miskin yang memiliki tubuh yang lemah. Kondisinya itu tak luput  dari perhatian Rasulullah saw. seorang pemimpin yang bijaksana terhadap umatnya dengan kemuliaan akhlaknya. Beliau tak pernah bosan untuk  senantiasa mengunjungi orang-orang miskin dan menanyai keadaan mereka serta  memberi makanan kepada mereka. Inilah contoh teladan yang luar biasa.

Beliau Radhiyallahu ‘anha senantiasa menjaga akidahnya sekalipun kondisi tua dan lemah. Walaupun dalam serba keterbatasan, lemah dan potensi yang dimilikinya seadanya tetapi tidak lantas mengurangi semangat untuk menjaga Islam.

Adalah masjid yang menjadi target beliau untuk terus beramal saleh dengan berusaha menjaga kebersihan, kenyamanan masjid dengan cara membersihkan dari setiap kotoran yaitu berupa daun-daun kering dengan dibuang ke tempat sampah. Hal itu dilakukan tanpa kenal lelah karena mengharap rida Allah tanpa sebuah pencitraan apalagi riya.

Masjid yang di masa Islam menjadi tempat multifungsi diantaranya sebagai tempat bermusyawarah, menimba ilmu dan tempat untuk melahirkan generasi penerus perjuangan Islam yaitu para mujahidin. Oleh karena itu, Ummu Mahjan senantiasa rida dengan pekerjaan yang dijalaninya hingga akhir hayatnya.

Saat ajal menjemputnya beliau dikuburkan oleh para sahabat pada malam hari menshalatkan dan menguburkannya di Baqi‘ul Gharqad tanpa sepengetahuan Rasulullah saw. Hal ini karena tidak ingin mengganggu tidur Rasulullah. Namun setelah Rasulullah saw mengetahui hal itu dan meminta untuk memberi tahu kuburan Ummu Mahjan.

Sebuah riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang wanita yang berkulit hitam yang biasanya membersihkan masjid, suatu ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam merasa kehilangan dia, lantas beliau bertanya tentangnya. Mereka telah berkata, “Dia telah wafat.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mengapa kalian tidak memberitahukan hal itu kepadaku?” Abu Hurairah berkata, “Seolah-olah mereka menganggap bahwa kematian Ummu Mahjan itu adalah hal yang sepele.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tunjukkan kepadaku di mana kuburnya!” Maka mereka menunjukkan kuburnya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau menyalatkannya, lalu bersabda:

إِنَّ هٰذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةٌ عَلَى أَهْلِهَا، وَإِنَّ اللّٰهَ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلاَتِي عَلَيْهِمْ
“Sesungguhnya kubur ini terisi dengan kegelapan atas penghuninya dan Allah meneranginya bagi mereka karena aku telah menyalatkannya.” [Lihat al-Ishabah (VIII/187), al-Muwatha’ (I/227), an-Nasa’i (I/9) hadits tersebut mursal, akan tetapi maknanya sesuai dengan hadits yang setelahnya yang bersambung dengan riwayat al-Bukhari dan Muslim.]

Semoga Allah merahmati Ummu Mahjan Radhiyallahu ‘anha. Dari sini kita bisa mengambil ibrah bahwa sekalipun kondisi seorang yang miskin dan lemah, akan tetapi beliau turut berperan sesuai dengan kemampuannya yang tak pernah berputus asa. Beliau senantiasa ikhlas dan tak banyak pertimbangan hanya karena diri kondisi serba terbatas, lemah. Amalan kecil sebagai sebuah amanah jika dilakukan dengan ikhlas dan rida akan bernilai pahala penghantar ke surga. Wallahualam.


Oleh Heni Ummu Faiz
Ibu Pemerhati Umat

Posting Komentar

0 Komentar