Baru saja tahun berganti, pertengahan Januari 2022, Jabodetabek, Bandung hingga Lampung disambut dengan gempa yang sumbernya dari Lebak, Banten. Gempa tektonik yang berkekuatan M6,6 itu cukup membuat karyawan perkantoran di Jakarta berhamburan keluar karena panik. Khawatir goncangan tersebut berakibat lebih jauh terhadap bengunan.
Di daerah pusat gempa memang berakibat ratusan rumah rusak, termasuk sekolah, rumah ibadah dan kantor pemerintahan karena terasa gempa disana cukup kuat. Walaupun begitu patut disyukuri karena korban jiwa tidak didapati, hanya ada dua laporan untuk korban luka yang saat ini pun sudah membaik.
Potensi Gempa di Selat Sunda
Posisi Indonesia selain diapit oleh dua samudra yang membuatnya strategis, namun juga menjadi pertemua tiga lempeng. Lempeng tersebut tergolong paling aktif di dunia, sesungguhnya negeri ini merupakan daerah rawan bencana gempa bumi.
Sejak 2018 lalu, BMKG telah membicarakan tentang potensi gempa Jakarta. Hal yang dimaksudkan di sini adalah bukan gempa yang bersumber dari Jakata. Namun tepatnya adalah gempa yang bersumber di Banten namun berkesinambungan dengan Jakarta terlebih daerah pesisir.
Beberapa kalangan memprediksi akan terjadi gempa cukup dahsyat di Banten yang sangat terasa hingga Jakarta. Seperti perkataan Kepala Badan Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono. “Gempa berkekuatan magnitudo 6,6 yang terjadi di Sumur, Banten, Jumat (14/1/2022) lalu disebut-sebut dapat memicu ‘ancaman sesungguhnya’ yang lebih besar”, Ujarnya (Kompas.com 17/1/2022).
Karena gempa di Banten itu ia katakan terjadi di wilayah dengan aktivitas kegempaan yang rendah. Justru dengan kegempaan yang rendah tersebut mampu memicu gempa di area sekelilingnya yang menyimpan potensi gempa yang lebih tinggi dengan magnitudo tertarget mencapai 8,7. Walaupun begitu tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya peristiwa besar tersebut, namun potensinya tetap ada.
Hampir sama dengan analisis Daryono, Kepala Laboratorium Geodesi ITB Heri Andreas berdasarkan data Global Navigation Satellite System (GNSS), ia memprediksi adanya potensi tsunami dengan tinggi 20 meter di pesisir Pulau Jawa dan sekitarnya.
Heri melanjutkan, dari hasil pemodelan, tsunami 20 meter ini berasal dari gempa yang terjadi dengan kekuatan magnitudo 8,7 hingga 9,0. Di wilayah Jakarta sendiri memiliki potensi tsunami lebih besar. Sebab pesisir Jakarta sudah berada di bawah laut hingga minus 1-2 meter (CNBC Indonesia 16/1/2022).
“Berdasarkan hasil simulasi model, run-up tsunami dapat mencapai sebagian besar Pluit, Ancol, Gunung Sahari, Kota Tua hingga Gajah Mada. Kalau kita perhatikan modelnya ternyata nyaris menyentuh Istana”, analisisnya.
Kebutuhan Regulasi Mitigasi Bencana
Melihat Indonesia merupakan daerah rawan gempa, maka harus ada regulasi yang jelas untuk penanganannnya agar korban jiwa ataupun harta tidak terus berulang. “Melakukan langkah-langkah antisipasi gempa, dengan melihat karakteristik gempa menjadi hal yang penting”, ujar Chairman Sentinel Aisa Tsunami Working, Abdul Muhari.
Abdul memberikan beberapa langkah yang dapat dijalankan, yaitu pertama, upaya mitigasi, mulai dari penguatan standar bangunan, jalur evakuasi, jalur air untuk antisipasi kebakaran pascagempa, hingga waktu pemulihan infrastruktur dasar, dihitung dengan pasti.
Kedua, fase pra-bencana (mitigasi dan kesiapsiagaan), peran pemerintah adalah membuat dan memastikan regulasi mengenai standar bangunan, tata ruang, dan edukasi berjalan baik. Ketiga, regulasi tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk perencanaan gedung atau bangunan di kawasan rawan gempa di Indonesia. Keempat, pemerintah juga perlu mengkomunikasikan potensi risiko kepada masyarakat. Hal ini dianggapnya bisa meminimalkan dampak yang mungkin terjadi (MSN.com 14/1/2022).
Kepentingan mitigasi dibuat regulasi adalah agar meminimalisir korban jiwa ataupun harta. Mengingat selama ini pemerintah tak pernah serius dalam penangannya. Salah satu contohnya, dalam pemeliharaan alat peringatan dini tsunami yang disebar di banyak pantai di Jawa dilaporkan Desember lalu, banyak yang rusak. Dikarenakan dimakan usia dan cuaca. Padahal alat tersebut merupakan salah satu bagian dari rangkaian kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Dalam melihat sebuah bencana, baik karena faktor alam ataupun ulah manusia, hal itu merupakan bagian dari qodho’ (takdir) yang harus diterima oleh manusia dengan penuh ridha dan sabar. Namun di sisi lain manusia juga harus mengambil pelajaran atasnya. Sehingga dalam manajemen bencana, Daulah Khilafah sangat serius menanganinya.
Dalam membuat manajemen bencana, Daulah khilafah mendasarinya atas keimanan, yang mengakibatkan masyarakat mendapat pengayoman yang serius. Karena Kholifah hanyalah seorang pelayan rakyat yang akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat kelak. Sehingga dalam membuat manajemen bencana pun, dikerahkan tenaganya untuk dapat melayani rakyat semaksimal mungkin.
Manajemen tersebut meliputi pasca, ketika bencana dan sesudah bencana. Bagaimana Khilafah membuat membangunan kanal, bendungan, pemecah ombak, tanggul, dan lain sebagainya. Reboisasi (penanaman kembali), pemeliharaan daerah aliran sungai dari pendangkalan, relokasi, tata kota yang berbasis pada amdal, memelihara kebersihan lingkungan, dan lain-lain; juga termasuk dalam kegiatan pra bencana. Selain itu edukasi pada masyarakat juga hal yang penting, agar mereka peduli juga sadar terhadap lingkungan sekitar mereka.
Sehingga, pemerintah hendaklah mencontoh para pendahulu. Selain asas tiap kebijakan mereka sesuai dengan syariat, langkah yang dilakukan pun membuat masyarakat puas dan merasa di manusiakan.
Itulah gambaran langkah Daulah Khilafah dalam menangani bencana yang terjadi di wilayahnya. Karena semua itu memang diatur oleh Islam, aturan yang akan mendatangkan rahmat bila digunakan. Wallahualam
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar