Otewe Jadi Orang “Udik”



Sobi Besti, ibu kota negara Indonesia mu pindah ni. Undang-Undangnya udah diketok. Sah sah sah, ibu kota negara pindah ke Nusantara. Nusantara itu letaknya di Kalimantan Timur. Tepatnya di dua kabupaten di Kalimantan Timur, yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara. Yang di Jabodetabek  otewe jadi orang “udik” ni. Bukan orang yang tinggal dekat ibu kota lagi. Hehehe

Jujurly, ga mengsedih sih kalo cuma otewe jadi orang “udik” mah. Ga pa pa jadi orang “udik” asal rezeki kota, asal bertakwa ntar masuk surga. Aamiin. Yang bikin hairan, ini mu pindahan ibu kota kok buru-buru amat. Grasa grusu kata orang Jawa.

Bikin ibu kota kan gak kaya bikin seblak instan. Asal pengen lalu gaskeun! Butuh perencanaan yang mateng pake banget dan lama. Butuh waktu lah ya. Ga kaya yang ini. Undang-Undangnya aja kek kejar tayang. Sampe dibilang UU Tik Tok. Belum selesai dikeTIK udah dikeTOK (disahkan).

Terus perencaaan yang laen-laennya juga kedodoran. Kek dampak lingkungan, keamanan, ketersediaan air, pertahanan, ekonomi, daaan yang penting dananya itu lo.

Dananya kek belom ada. Ibu Menteri Keuangan menyebut akan menggunakan dana Rp 178,3 triliun dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2022 untuk pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). Keputusan ini pun menuai kritik dari berbagai pihak. Sebab pembangunan IKN sama sekali tidak berhubungan dengan program perbaikan ekonomi masyarakat di masa pandemi. Nah lhoo…

Fixed, no debate! Ini mah sebenernya kita belum siap bangun Ibu Kota Negara baru. Yang lama juga masih oke kok. Lagian, ada prioritas masalah lain yang butuh duid untuk diselesaikan. Kek, kemiskinan, pengangguran, angka putus sekolah juga.

Tapi, kalau suatu saat kita emang dah siap pindah dan emang butuh gitu ya pindah ibu kota, ni ada teladan top dalam bangun ibu kota. Kisahnya ditulis oleh Prof.Dr.ing, Fahmi Amhar di situs www.fahmiamhar.com. Ni tak copasin. Yuk kita biasakan baca sampai selesai hehehe

Pada 30 Juli 762 M Khalifah al-Mansur mendirikan kota Baghdad.  Al-Mansur percaya bahwa Baghdad adalah kota yang akan sempurna untuk menjadi ibu kota Khilafah.  Al-Mansur sangat mencintai lokasi itu sehingga konon dia berucap, “Kota yang akan kudirikan ini adalah tempat aku tinggal dan para penerusku akan memerintah”.

Modal dasar kota ini adalah lokasinya yang strategis dan memberikan kontrol atas rute perdagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia.  Tersedianya air sepanjang tahun dan iklimnya yang kering juga membuat kota ini lebih beruntung daripada ibukota khilafah sebelumnya yakni Madinah atau Damaskus.

Namun modal dasar tadi tentu tak akan efektif tanpa perencanaan yang luar biasa.  Empat tahun sebelum dibangun, tahun 758 M al-Mansur mengumpulkan para surveyor, insinyur dan arsitek dari seluruh dunia untuk datang dan membuat perencanaan kota.  Lebih dari 100.000 pekerja konstruksi datang untuk mensurvei rencana-rencana. Banyak dari mereka disebar dan diberi gaji untuk langsung memulai pembangunan kota.  Kota dibangun dalam dua semi-lingkaran dengan diameter sekitar 19 kilometer.  Bulan Juli dipilih sebagai waktu mulai karena dua astronom, Naubakht Ahvaz dan Masyallah percaya bahwa itu saat yang tepat, karena air Tigris sedang tinggi, sehingga nantinya kota dijamin aman dari banjir.  Memang ada sedikit astrologi di situ, tetapi itu bukan pertimbangan utama.  Batu bata yang dipakai untuk membangun berukuran sekitar 45 centimeter pada seluruh seginya.  Abu Hanifah adalah penghitung batu bata dan dia mengembangkan sistem kanalisasi untuk membawa air baik untuk pembuatan batu bata maupun untuk kebutuhan manusia.

Setiap bagian kota yang direncanakan untuk jumlah penduduk tertentu dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan.  Bahkan pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan.  Sebagian besar warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar.  Negara dengan tegas mengatur kepemilikan tanah berdasarkan syariat Islam. Tanah pribadi yang ditelantarkan lebih dari tiga tahun akan ditarik kembali oleh negara, sehingga selalu tersedia dengan cukup tanah-tanah yang dapat digunakan untuk membangun fasilitas umum.

Namun perencanaan kota juga memperhatikan aspek pertahanan terhadap ancaman serangan.  Ada empat benteng yang mengelilingi Baghad, masing-masing diberi nama Kufah, Basrah, Khurasan dan Damaskus, sesuai dengan arah gerbang untuk perjalanan menuju kota-kota tersebut.  Setiap gerbang memiliki pintu rangkap yang terbuat dari besi tebal, yang memerlukan beberapa lelaki dewasa untuk membukanya.

Tak heran bahwa kemudian Baghdad dengan cepat menutupi kemegahan Ctesiphon, ibu kota Kekaisaran Persia yang terletak 30 kilometer di tenggara Baghdad, yang telah dikalahkan pada perang al-Qadisiyah pada tahun 637.  Baghdad meraih zaman keemasannya saat era Harun al Rasyid pada awal abad 9 M.

Kejayaan Baghdad baru surut pasca serangan Tartar pada tahun 1258 M, yang terjadi setelah ada pengkhianatan di antara pejabat Khilafah.  Serangan ini berakibat terbantainya sekitar 1,6 juta penduduk Baghdad dan musnahnya khazanah ilmu yang luar biasa setelah buku-buku di perpustakaan Baghdad dibuang ke sungai Tigris, sampai airnya hitam.  Nyaris 8 abad kemudian pemboman Amerika “menyelesaikan” penghancuran bangunan megah yang masih tersisa di kota 1001 malam ini.

Sekian ceritanya. Semoga menginspirasi ya, Sobi Besti. []


Penulis: Rini Sarah

Posting Komentar

0 Komentar