Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Bidang Kesejahteraan Rakyat, Muhammad Mardiono mengatakan bahwa pendidikan anak-anak yatim piatu yang orang tuanya meninggal akibat terpapar covid -19 aakan dijamin pemerintah hingga jenjang sekolah menengah atas atau sederajat.”Kita pantau kesehatan dan pertumbuhan mereka, dan keluarga atau saudara yang mengasuhnya akan kita berikan perhatian khusus agar anak-anak yatim piatu korban covid-19 mendapatkan kehidupan yang layak (CNN Indonesia, 08/01/2022)
Upaya Watimpres dalam membantu anak-anak yatim piatu korban covid-19 perlu mendapatkan apresiasi. Pasalnya, memang sudah seharusnya pemerintah peduli dengan nasib rakyat dan memenuhi kebutuhan rakyatnya, seperti halnya kebutuhan akan pendidikan yang layak dan berkualitas. Namun sayangnya, mengapa perhatian akan pendidikan hanya diberikan kepada anak-anak yatim piatu korban covid-19?
Tidak dipungkiri, di negeri ini masih banyak anak yang harus putus sekolah dan bahkan tidak bisa sekolah karena faktor ekonomi dan karena adanya wabah covid-19. Menurut Direktur jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dasmen) Kemendikbudristek Jumeri mencatat, angka putus sekolah selama pandemi covid-19 mencapai 1,12 persen atau naik hingga 10 kali lipat. Ketidakmampuan para orang tua memberikan fasilitas pembelajaran jarak jauh/daring yang mengakibatkan anak-anak mereka terpaksa harus berhenti sekolah.
Persoalan pendidikan yang melanda negeri ini, sebenarnya bukan hanya karena keberadaan wabah covid-19 semata. Karena sebelum munculnya wabah ini, persoalan pendidikan dan maraknya anak putus sekolah memang telah menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, yang hingga kini belum terselesaikan. Begitu banyak masalah yang muncul dalam sektor pendidikan selain angka putus sekolah yang terus merangkak naik tetapi juga kualitas pendidikannya jauh dari yang diharapkan.
Padahal dulunya Malaysia belajar dati Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan di negaranya, tetapi saat ini justru Indonesia tertinggal jauh kebelakang. Hal ini disebabkan karena negeri ini menganut sistem kapitalisme sebagai landasan sistem pendidikannya. Seperti yang kita ketahui bahwa sistem ini melihat segala sesuatu dari kacamata bisnis dan untung rugi. Walhasil pendidikan pun dijadikan ladang bisnis yang banyak mendatangkan keuntungan.
Pendidikan menjadi mahal dan hanya segelintir orang yang mampu mengenyam pendidikan dengan sarana dan prasaran yang layak serta mendapatkan tenaga pengajar yang berkualitas. Sedangkan rakyat yang tak mampu hanya mendapatkan pendidikan yang ala kadarnya dengan fasilitas pendidikan yang jauh dari kata layak dan tenaga pengajar yang minim kualitasnya.
Lalu dimana peran negara? Negara dalam sistem yang memisahkan aturan agama dari kehidupan, hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator bagi para kapitalis. Negara sebagai pelayan rakyat tidak nampak wujudnya dalam sistem ini. Justru rakyat diarahkan untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhannya termasukan kebutuhan akan pendidikan. Negara bak penjual dan rakyat pembeli adalah potret rusaknya sistem kapitalis sekuler yang bertahta di negeri ini.
Gambaran diatas sangat bertolak belakang dengan sistem Islam (khilafah), yang memandang pendidikan adalah hak bagi seluruh rakyat yang wajib dipenuhi dan difasilitasi oleh negara. Pendidikan juga merupakan bagian dari perintah Allah swt yang wajib ditunaikan bagi setiap muslim. Allah swt berfirman,”Niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat” (Al Mujadalah : 11)
Rasulullah bersabda,”Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” (HR Ibnu Majah). “Barang siapa menempuh satu jalan untuk mencari ilmu, maka allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga” (HR Muslim)
Ayat Al Quran dan hadis Rasulullah diatas adalah sebagai bentuk penegasan akan kewajiban menuntut ilmu bagi setiap muslim. Maka khilafah dalam hal ini, wajib memenuhi dan memfasilitasi agar semua rakyatnya mendapatkan pelayanan pendidikan yang berkualitas.
Khilafah akan memberikan pelayanan pendidikan secara cuma-cuma/gratis dan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh rakyatnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan fasilitas yang sebaik mungkin. Kesejahteraan dan gaji para pendidik pun sangat diperhatikan. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab membayar gaji pengajar sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25gram). Dana pendidikan semua ditanggung oleh negara yang diambil dari kas baitul maal. Dan pada masa khalifah Al Muntashir di Kota Baghdad yang mendirikan Madrasah Al Muntashiriah, memberikan bea siswa kepada semua siswanya sebesar 1 dinar. Kehidupan keseharian para siswa dijamin sepenuhnya. Fasilitas seperti perpustakaan, laboratorium dan lain sebagainya tersedia disana.
Demikian mekanisme khilafah dalam memberikan fasilitas kepada seluruh rakyatnya tanpa memandang status sosial, suku, dan agama semua mendapatkan hak pendidikan yang sama. Sejarah telah membuktikan pada masa kegemilangan Islam banyak melahirkan para polymath dan para penemu ang memiliki kontribusi besar bagi peradaban dunia.. Pendidikan khilafah menjadi mercusuar dunia hingga banyak raja-raja yang menitipkan anak mereka untuk mengenyam pendidikan dalam sistem khilafah.
Sejarah akan terulang kembali dengan mencampakkan sistem kapitalis sekuler yang diganti dengan sistem Islam. Agar akan lahir kembali generasi emas, para polymath dan para penemu serta pembangun peradaban mulia dengan tegaknya khilafah. Dengan upaya perjuangan dari seluruh kaum muslim, fajar khilafah akan segera menyingsing Insya Allah. Wallahualam.
Oleh : Siti Rima Sarinah
0 Komentar