PTM 100 Persen, Korbankan Kesehatan Guru dan Murid?



Dampak dari pandemi yang berkepanjangan menjadikan lembaga Pendidikan memilih untuk melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Namun, pembelajaran di semester dua tahun ajaran 2021-2022 ini pemerintah menetapkan kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) sebagai upaya untuk mencegah adanya Los Learning. Guru dan murid dipersiapkan agar dapat mengikuti peraturan ini. Dari sisi lain guru maupun murid dapat menyalurkan kerinduan belajar mengajar secara langsung. 


Dikutip Republika.co.id Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, riset dan teknologi (Menristekdikti) menyatakan semua wajib  melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) pada semester II tahun ajaran 2021/2022. Dengan demikian, orang tua atau wali siswat tidak dapat memilih metode pembelajaran yang diinginkan. (04/01/2022)


Begitulah kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Pemerintah terkait pembelajaran di Sektor Pendidikan. Namun, realitasnya fakta yang ada di Jakarta masih melakukan PPKM jilid II tentunya hal ini menjadika guru maupun orangtua merakan kekhawatiran akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terkait kesehatan.


Menurut Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan mengatakan, pemberlakuan pembelajaran tatap muka (PTM) dengan kapasitas 100 persen dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan warga sekolah. Dari hasil monitoring tim Kantor Staf Presiden (KSP) di lapangan, kesiapan tersebut ditunjukkan dengan memadainya sarana prasarana protokol kesehatan (prokes) dan pemahaman warga sekolah tentang Covid-19 yang sangat baik. 


"Selain itu, capaian vaksinasi warga sekolah saat ini sudah hampir 100 persen," ujar Abetnego dikutip dari siaran resmi KSP.(04/1/2022, Republika.co.id). 


Sudah jelas kebijakan ini memiliki kesenjangan. Ketika pemerintah memutuskan untuk melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) sedangkan disisi lain kesiapan PTM tersebut malah dikembalikan kepada  sekolah masing-masing. Pemerintah berlepas diri dari tanggung jawab bahwa kesehatan merupakan  modal utama dalam menjalankan pendidikan. Karena raga yang sehat terdapat jiwa yang kuat.


Namun apa daya jika penyediaan protokol kesehatan di serahkan semuanya kepada lembaga pendidikan masing-masing, dimana setiap lembaga pendidikan di Indonesia tidaklah merata dalam penyediaan sarana dan prasarana tersebut. Mereka dipaksa untuk terlibat dalam penerapan kebijakan tersebut. Keselamatan nyawa guru dan muridpun seolah-olah ditumbalkan demi kebijakan ini.


Begitulah ngerinya penerapan peraturan dalam sistem kapitaisme. Kebijakan dilakukan atas dasar manfaat tanpa melihat apakah kebijakan tersebut dapat membahayakan nyawa orang banyak atau tidak. Pertimbangan kebijakan seharusnya dilakukan pengkajian terlebih dahulu secara mendalam dengan melihat realitas yang ada bukan malah sebaliknya yang terkesan dipaksakan.


Jika peraturan yang diterapkan di negeri ini denga peraturan Islam. Tidaklah demikian, penerapan PTM akan dilandaskan nilai-nilai Islam yang sebelumnya dikaji secara mendalam terkait resiko-resiko yang akan timbul ketika kebijakan ini diterapkan. Dalam Islam tatkala pengambilan keputusan dalam peraturan kebijakan dilakukan tanpa adanya manfaat, yang dilihat adalah kemaslahatan umat secara menyeluruh.


Penyediaan protokol kesehatan yang memadai akan diberikan ke setiap lembaga pendidikan. Pembelajaran tatap muka (PTM) tidak akan dilakukan secara 100 persen ketika kondisinya belum benar-benar aman. Dilakukan strategi yang tepat dalam proses belajar mengajar sehingga tidak terjadinya los learning.


Negara akan berupaya sejak awal semaksimal mungkin untuk menangani pandemi agar tidak berkelanjutan agar seluruh sektor baik pendidikan maupun sektor-sektor yang lainnya dapat berjalan dengan baik.


Negara akan mempersiapkan metode pembelajaran yang efektif untuk dunia pendidikan dimasa darurat, jika kondisinya sudah stabil maka pembelajaran tatap muka (PTM) dilaksanakan seperti biasa. Wallahualam.


Oleh Sri Mulyati












Posting Komentar

0 Komentar