Salah Kaprah Pengelolaan, Sampah Tetap Jadi Masalah


Sampah adalah satu dari sekian problem lingkungan yang tak asing lagi bagi kita. Memang tak bisa dihindari, manusia dalam aktivitas kehidupannya akan selalu menghasilkan sampah. Persoalannya adalah bagaimana sampah ini tidak menggangu manusia dan sekecil mungkin dampaknya pada kerusakan lingkungan. Biasanya cara yang ditempuh adalah membangun tempat pembuangan sampah (TPS) di satu lokasi yang ditentukan. Sebagaimana rencana Pemerintah Kabupaten Bogor yang akan membangun tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) di Desa Kampung Sawah, Kecamatan Rumpin.

Rencana tersebut mendapat tanggapan dari Himpunan Mahasiswa Rumpin (HMR) yang menolak rencana Pemkab Bogor membangun tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) di Desa Kampung Sawah, Kecamatan Rumpin. Mereka meragukan kemampuan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mengelola TPST Rumpin. Selain itu, para mahasiswa juga menyesalkan rendahnya sosialisasi rencana ini. Wakil Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Bogor Aan Triana Almuharrom juga menolak TPST karena tak ingin sampah dari wilayah lain seperti Kota Tanggerang Selatan akan dibuang ke Kecamatan Rumpin.

Selama ini Pemkab Bogor masih menggunakan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Galuga, Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Disinyalir TPAS Galuga sering amblas akibat tumpukan sampah over kapasitas. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat Prima Mayaningtias mengatakan waktu penggunaan TPA Galuga sudah berakhir pada tahun 2015, namun selalu diperpanjang setiap tahunnya. Hal ini melahirkan sejumlah masalah seperti pencemaran air tanah dan air permukaan yang serius.

Hingga kini belum ada tempat lain bagi Pemkab Bogor untuk lokasi pembuangan akhir sampah. Sedangkan Tempat Pembuangan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Nambo, Klapanunggal, Kabupaten Bogor belum rampung dan diperkirakan baru bisa digunakan 2023 mendatang. Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Nambo, yang digadang akan menggunakan teknologi pengolahan sampah modern ternyata diadang ketidakpastian pembangunan. Investor yang ditunjuk (PT Jabar Bersih Lestari) gagal memenuhi masa waktu mulai beroperasi TPPAS Regional Lulut Nambo atau Comersial Operation Date (COD). Progres pelaksanaan fisik masih rendah karena kendala penyediaan pembiayaan proyek. Saat ini pemerintah membuka pintu bagi investor lain untuk menyelesaikan TPPAS Nambo.

Fakta ini menunjukkan bahwa pemerintah masih belum bisa mengupayakan teknologi pengelolaan sampah secara mandiri. Pengelolaan sampah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan pemerintah belum berani berinvestasi untuk membangun instalasi pengolahan sampah. Padahal sampah merupakan persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga harus diselesaikan dengan serius. Akan tetapi, sistem kapitalis yang dianut oleh negara ini meniscayakan untuk mengukur segala sesuatu dari keuntungan ekonomi sesaat. Investasi pengelolaan sampah yang memerlukan dana sangat besar, akhirnya tidak menjadi pilihan mereka. Walhasil, masalah penumpukan sampah hanya diselesaikan dengan mencari lokasi baru tanpa ada instalasi pengolahan yang memadai.

Penyelesaian permasalahan sampah membutuhkan kinerja sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan. Pengelolaan sampah meliputi aspek pengurangan, pemanfaatan serta penanganan sampah. Seorang muslim dituntut untuk bersungguh-sungguh menjaga kebersihan dan tidak membuang sampah di sembarang tempat. Bahkan, Islam memberikan apresiasi pada orang yang menyingkirkan gangguan di jalan sebagai pahala sedekah. Sebaliknya, siapapun yang membuang segala sesuatu yang dapat menggangu jalan berupa sampah atau semisalnya adalah perbuatan dosa.

Pengurangan sampah akan terealisasi jika setiap individu menjauhkan diri dari perbuatan pemborosan dan berfoya-foya. Perilaku pemborosan akan menghasilkan harta yang luput dari manfaat lalu berujung menjadi sampah. Rasulullah Saw. mencontohkan hidup sederhana dan efisien dengan mengambil sepotong pecahan kue dan memakannya. Beliau mengingatkan untuk berperilaku baik pada serpihan nikmat Allah dan tidak menyia-nyiakannya. Rasulullah mengedepankan kebijaksanaan dalam memenuhi kebutuhan hidup, tidak berlebihan, atau menghamba materi. Berbeda dengan sistem Kapitalisme cenderung memfasilitasi masyarakat untuk bersikap impulse buying atau keputusan untuk membeli sesuatu secara tiba-tiba yang tidak terencana. Sikap ini muncul dari sifat hedonisme dan konsumerisme yang disuburkan oleh para pengusaha ataupun pemodal.

Pemerintah memiliki andil dalam mengedukasi masyarakat untuk memiliki sikap hidup yang bertanggung jawab melalui pendekatan agama. Pemahaman keagamaan diberikan agar masyarakat mencegah kerusakan lingkungan dengan mengelola sampah secara baik. Mekanisme pengelolaan sampah seperti panduan mengolah sampah rumah tangga akan efektif mengurangi penimbunan sampah. Baik masyarakat maupun pemerintah sama-sama berperan aktif mendaur ulang atau pemanfaatan sampah untuk mengurangi tumpukan sampah.

Selain tren pengurangan sampah yang melibatkan partisipasi publik, pemerintah wajib mengupayakan pengembangan sains dan teknologi pengolahan sampah. Agar berkesinambungan, harus ada pengolahan sampah yang mampu mendaur ulang sampah dari masyarakat. Membangun instalasi pengolahan sampah dengan mengambil teknologi dari manapun tidak masalah, asalkan pembiayaan ditanggung oleh negara. Dengan demikian, mengatasi masalah sampah mengharuskan keterlibatan individu, masyarakat, dan negara.

Hal demikian tidak akan terealisasi jika negara masih mempertahankan sistem Kapitalisme yang abai terhadap kepentingan umat. Dalam sistem Kapitalisme, negara hanya sebagai regulator dalam penyelesaian persoalan sampah, yakni sebagai pihak yang mempertemukan antara investor dengan hal yang akan diinvestasikan. Seperti halnya investor PT Jabar Bersih Lestari yang ternyata gagal memenuhi target waktu pembangunan TPPAS Nambo. Kini, pemerintah memilih investor asal Jerman, Euwelle Environtmental Technology GmBH yang akan melanjutkan proyek Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut Nambo yang dipastikan memiliki modal besar.

Padahal kebijakan mendatangkan investor asing untuk membangun infrastruktur akan menjadikan pihak asing menjadi tuan di negeri kita. Jika swasta asing hendak berbisnis dengan negara untuk menguasai kepemilikan umum yang menyangkut hajat hidup masyarakat, maka hal tersebut dilarang. Sebab, alih-alih menyelesaikan persoalan, sebaliknya membawa masalah baru. Untuk membuang sampah di lahan milik Pemprov Jawa Barat itu (TPPAS Nambo), membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor, Asnan Pemkab Bogor dijatah membuang sampah di TPPAS Nambo 260 ton per hari dengan biaya Rp125 ribu per ton atau jika dikalkulasi mencapai Rp32,5 juta per hari. Rencana tersebut terbentur dengan keterbatasan anggaran yang akhirnya Pemkab Bogor masih memprioritaskan pembuangan sampah di TPA Galuga.

Oleh karena itu, penyelesaian permasalahan sampah tidak bisa menggunakan persepsi kapitalis. Negara harus beralih kepada sistem Islam yang memiliki alokasi anggaran dan belanja tanpa melibatkan investasi asing dengan pengelolaan sumber daya alam yang benar dan amanah. Tidak heran jika peradaban Islam dulu banyak kota-kota yang indah dan bersih seperti Cordoba, Samarra, Sevila, Granada, Baghdad dan lainnya. Bahkan Cordoba menjadi kota teladan di seluruh Eropa karena kota lainnya sangat kotor, becek, gelap, serta sepi. Sementara itu, Cordoba sangat indah, terang benderang, bersih, dan indah di pandang mata pada masa Sultan Abdurrahman III.


Oleh: Mitri Chan

Posting Komentar

0 Komentar