Semester genap pada tahun ajaran 2021/2022 telah tiba. Ada fenomena tidak biasa dari sebelumnya. Anak-anak telah kembali masuk sekolah dalam artian sebenarnya. Ya, saat ini mereka melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah. Bahkan ada daerah-daerah yang telah melakukan PTM 100% alias siswa masuk seluruhnya dalam satu waktu yang sama di sekolah. Walaupun lama belajar masih belum seperti di saat belum ada pandemi.
Pada 21/12/2021, Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri menerbitkan aturan mengenai penyelenggaraan pembelajaran pada masa pandemi Covid-19. Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Suharti mengatakan Pemerintah berupaya memulihkan pembelajaran dengan membuka sekolah secara tatap muka pada semester genap tahun ajaran 2022 secara terbatas dan tidak semua satuan pendidikan bisa menggelar PTM secara penuh (100%).
Dalam SKB Empat Menteri tersebut, ada dua fokus utama yang harus kita perhatikan, pertama, tenaga pendidik harus sudah tervaksinasi, serta kedua, penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Setiap satuan pendidikan yang berada di daerah PPKM level 1, 2, dan 3 wajib menyelenggarakan PTM 100%. Dengan demikian, orang tua tidak lagi dapat memilih metode pembelajaran yang diinginkan, apakah harus belajar daring atau luring.
Lain halnya dengan Kota Bogor, walaupun sudah berada pada PPKM level 2, Pemkot Bogor masih menunda pemberlakuan PTM 100% dan menetapkan PTM 50%. Pemkot Bogor, kata Dedie Rachim, Wakil Walikota Bogor, lebih memilih menuntaskan vaksinasi Covid-19 untuk anak usia 6-11 tahun terlebih dahulu sebelum dimulainya PTM 100%. (www.megapolitan.kompas.com)
Keputusan Pemkot Bogor ini layak diapresiasi positif. Karena telah mendahulukan menyelamatkan nyawa warga Bogor dari ancaman virus Corona. Terutama anak-anak usia sekolah. Memang seakan berada dalam simalakama antara kehilangan nyawa (loss life) dan loss learning ketika memberlakukan kebijakan ini.
Saat ini, loss learning dianggap sebagai konsekuensi logis dari pembelajaran daring. Loss learning adalah istilah yang digunakan untuk menyebut hilangnya pengetahuan dan keterampilan, baik itu secara umum atau spesifik, atau terjadinya kemunduran proses akademik karena faktor tertentu.
Dari antaranews.com dikutip, faktor yang dapat menyebabkan loss learning diantaranya adalah libur panjang, putus sekolah, dan ditutupnya pembelajaran tatap muka.
Seperti yang terjadi saat ini para siswa melakukan pendidikan jarak jauh. Meski begitu, Indra Charismiadji, pemerhati dan praktisi pendidikan mengatakan loss learning lebih sering diakibatkan karena salah konsep pengajaran. (www.tempo.co.).
Berarti loss learning itu bukan terjadi karena proses belajar jarak jauh atau tatap muka tetapi terjadi karena salah konsep dalam pengajaran. Karena belajar daring atau PTM hanya sebatas teknis saja. Tapi muatan penting dalam proses pendidikan yaitu konsep pendidikan tidak berpijak pada landasan yang sahih.
Konsep pengajaran di negeri ini memang miskin visi dan misi keakhiratan dan keumatan. Karena menggunakan sistem pendidikan sekuler. Sistem pengajaran yang lahir dari sistem hidup sekuler kapitalistik gagal menghasilkan manusia berkarakter baik. Pintar dan terampil tapi keblinger (perilakunya buruk). Atau sudah tidak terampil, tidak pintar, keblinger pula.
Hal ini berpangkal pada dua hal. Pertama, kesalahan paradigma pendidikan. Sistem yang diterapkan saat ini adalah sekuler, maka nilai dasar penyelenggaraan pendidikan juga berasas sekuler. Sudah tentu tujuan pendidikannya juga pasti sekuler, yaitu sekadar membentuk manusia-manusia materialis dan serba individualis.
Kedua, kelemahan fungsional pada tiga unsur pelaksana pendidikan, yaitu (1) lembaga pendidikan yang tercermin dalam kacaunya kurikulum, disfungsi guru, dan lingkungan sekolah; (2) keluarga tidak mendukung; dan (3) masyarakat yang tidak kondusif.
Dan, kapitalisasi pendidikan makin memperparah semuanya. Hingga Sri Mulyani yang menyebut hanya 9% masyarakat yang mampu kuliah, sejatinya mengkonfirmasi gagalnya sistem pendidikan hari ini. Kesenjangan pendidikan begitu terasa. Mau sekolah, biayanya mahal. Mau kuliah, harus cukup modal. Program beasiswa pun hanya menyentuh setitik pelajar. Bagi pelajar yang kurang beruntung, asa mengenyam pendidikan pupus di tengah jalan.
Jika kita bandingkan dengan sistem pendidikan dalam Islam, akan sangat terlihat perbedaan mendasarnya. Dalam Islam, pendidikan adalah hak rakyat yang wajib dipenuhi negara. Sistem pendidikan Islam memiliki sejumlah keunggulan.
Pendidikan dalam Islam dibangun atas paradigma Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam, dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan), yang diejawantahkan dalam penerapan kurikulumnya berbasis akidah Islam. Kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalamnya berisi perangkat pembelajaran secara menyeluruh. Dalam Islam, kurikulum yang disusun harus berbasis akidah Islam. Tidak ada dikotomi antara agama dan kehidupan.
Selain itu, untuk menunjang terjaminnya pendidikan bagi seluruh warga negara, Islam memerintahkan negara untuk hadir dalam pengurusannya dengan menanggung seluruh pembiayaannya. Mulai dari menanggung biaya operasional, menyediakan infrastruktur pendidikan yang lengkap dan memadai. Lalu menyediakan dan menguji kompetensi guru-guru yang menjadi ujung tombak pendidikan agar terjaga profesionalitasnya. Sekaligus memperhatikan kesejahteraannya.
Dalam menunjang tiga unsur pelaksana pendidikan, Islam mengamanahkan kepada negara untuk jadi soko guru bagi terbentuknya keluarga bertakwa nan sakinah dan lingkungan kondusif bagi lahirnya generasi emas. Islam tidak akan membiarkan peran ibu sebagai madrasatul ula (pendidik pertama) terabaikan karena ibu harus jadi tulang punggung keluarga. Sementara untuk lingkungan, negara Islam akan mensterilkannya dari paham dan tsaqafah sesat yang berbahaya bagi umat. Negara Islam tak akan membiarkan paham sekuler, liberal, ataupun moderasi beragama hidup dan tumbuh subur lalu menggerogoti akidah dan kepribadian Islam umat.
Inilah konsep pendidikan Islam yang unggul. Bisa diterapkan dalam kondisi normal ataupun pandemi untuk saat ini. Apalagi sudah ditunjang oleh kecanggihan teknologi. Islam pun tak akan membiarkan pandemi terus terjadi. Islam punya formulasi sendiri agar virus SarsCov2 segera angkat kaki. Hingga proses belajar ideal tak perlu was-was lagi dalam posisi simalakama loss learning dan loss life.
Oleh : Rini Sarah
0 Komentar