Kaum muslim telah terpisah dari ibunya yaitu khilafah selama 101 tahun. Tepatnya sejak Inggris lewat agennya yang bernama Mustafa Kemal Attaturk membunuhnya pada 3 Maret 1924 atau bertepatan dengan 27 Rajab 1342 Hijriyah hingga saat ini.
Bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya, umat Islam menjadi tercerai berai tanpa kekuatan bagai buih di lautan. Jumlah yang banyak, kekayaan alam yang melimpah, letak geografis yang strategis, SDM yang mumpuni seakan tidak ada arti. Semua itu tak bisa mengembalikan kembali predikat khoiruummah karena Sang Penjaga Marwah telah binasa di tangan penjajah.
Parade Nestapa di Tanah Surga
Allah Ta’ala dalam QS Thaha 124,
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Firman Allah Swt. ini menjadi nyata setelah perisai umat (khilafah) tiada. Lalu, kaum muslim berkhidmat pada sistem hidup kufur buatan barat bernama sistem hidup kapitalisme. Semenjak itu, nestapa demi nestapa seakan berparade di seluruh belahan dunia.
Dunia Islam dengan tanah laksana surga menyisakan ironi bagi penduduknya. Kekayaan yang melimpah itu dijarah hingga tak bersisa. Walhasil, kaum muslim hidup dalam kemiskinan yang bahkan menyentuh pada kemiskinan ekstrem.
Sistem kapitalisme global yang dikukuhkan penguasa telah menciptakan kemiskinan struktural. Sementara kemiskinan biasanya berdampak pada problem sosial lain, seperti kebodohan, gap sosial, kekerasan, kriminalitas, dan sebagainya.
Mari kita berselancar di kawasan demi kawasan dunia Islam. Kaum muslim di berbagai kawasan pasti mengalami apa yang dinamakan dengan kemiskinan. Lihat saja Pakistan, Sudan, Mesir, Bangladesh, Afganistan, Albania, Aljazair, Maroko, Mauritania, Chad, Azerbaijan, Sierra Leone, Kazakhstan, Indonesia, Yaman, dst.
Untuk Indonesia, ada ucapan miris dari Pak Jusuf Kalla, mantan Wapres Indonesia, “Dari sisi ekonomi apabila ada sepuluh orang kaya, maka paling tinggi satu orang Muslim. Tapi apabila seratus orang miskin, setidaknya 90 umat yang miskin. Jadi pincang keadaan ekonomi kita," kata JK. (www.voi.id). Padahal, tidak ada yang menyangkal bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam.
Nestapa tidak cukup sampai sana. Kaum muslimin juga mengalami tragedi kemanusian yang mengerikan. Pembantaian, pelanggaran kehormatan, hingga diusir dari kampung halaman karena direbut manusia-manusia tak berperikemanusiaan. Terkatung-katung tak berkewarganegaraan pun tak terelakkan, seperti dialami oleh kaum muslim Rohingya. Palestina pun sama. Harus rela tanahnya dirampas dan menghadapi pembantaian kapan pun entitas Yahudi mau.
Di belahan dunia lain, kaum Muslim Uighur, India, Kashmir, hingga yang tinggal sebagai minoritas di negara-negara barat berjibaku dengan kejamnya rezim islamophobia. Hingga sulit untuk mempraktikkan ajaran agama dan menjadi korban rasialisme. Terbaru, muncul larangan berjilbab dan penghasutan agar melakukan pembunuhan kaum muslim di India.
Kaum muslim pun begitu mudah diadu domba demi kepentingan negara adidaya. Yaman akhinya menderita kelaparan karena perang saudara. Yaman menjadi salah satu negara konflik sejak 2014. Negara ini terlibat perang saudara saat Houthi, pemberontak yang didukung Iran menguasai ibu kota Sanaa dan sebagian besar bagian utara negara itu. Lalu, Kemudian pada Maret 2015, koalisi yang dipimpin Saudi yang juga didukung Amerika Serikat, masuk ke wilayah tersebut.
Perang saudara juga terjadi di Sudan. Perang saudara di Sudan berlangsung dari tahun 1956 hingga 2011. Perang ini berakhir dengan hasil terpecahnya wilayah Sudan menjadi dua bagian, Sudan (Utara) dan Sudan Selatan. Itu menjadi bagian dari sebuah proyek kolonial yang dimulai sejak abad ke-19. Inggris, Amerika dan Prancis lebih dari satu abad bersaing untuk menguasai Sudan. Pemecahan Sudan menjadi dua negara telah mempermudah negara penjajah tersebut untuk menguasai Sudan. Pasca pemisahan dua wilayah Sudan, semakin banyak problem yang terjadi di Sudan Selatan. Mulai dari krisis pangan, pembagian pendapatan minyak, membengkaknya hutang, hingga pertempuran antaretnis.
Inilah sebagian kabar kita, kaum muslim dunia. Kabar yang jauh dari kata baik. Justru kesengsaraan terjadi dimana-mana. Inilah konsekuensi dari berpaling dari hukum Allah dan mengabaikan kewajiban menegakkan khilafah. Lalu, berkhidmat dengan sistem hukum kufur kapitalisme demokrasi. Alih-alih menjadi negara maju nan modern justru umat Islam dan negaranya malah tenggelam dalam krisis multidimensi. Krisis dalam berbagai bidang kehidupan baik politik, ekonomi, hingga moral yang lebih rendah dari binatang.
Renungan
Dalam momen Rajab yang Allah masih ijinkan kita untuk menemuinya, mari sama-sama renungkan firman Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Al A’raf: 96 :
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."
Ayat ini mengajak kita untuk kembali beriman kepada Allah Swt. dan Rasulullah saw dan apa yang dibawanya yaitu hukum syariat. Selain itu, kita diperintahkan untuk bertakwa dengan senantisa mengikatkan seluruh perbuatan kita kepada hukum syariat-Nya. Hukum syariat yang kafah tidak akan pernah ada tanpa adanya khilafah sebagai institusi penerapnya. Jika ini semua terwujud maka Allah akan mecurahkan berbagai keberkahan dari langit dan bumi serta menjauhkan kita dari berbagai musibah termasuk musibah politik yaitu penjajahan kaum kafir barat kepada umat.
Oleh Rini Sarah
0 Komentar