“Faktanya, agama selain Islam tidak memiliki apa yang disebut dengan pandangan yang menyeluruh tentang kehidupan,” tutur KH Hafidz Abdurrrahman, MA pada malam Ekspo Rajab yang digelar secara daring, Selasa (22/02/22).
Beliau melanjutkan dengan mengatakan bahwa agama selain Islam tidak memiliki pandangan tentang bagaimana mengatur politik, bagaimana agama itu mengatur ekonomi, bagaimana agama itu mengatur pendidikan termasuk hukum dan sebagainya. Artinya, ketika itu tidak ada, maka tentu kehidupan menjadi ruang kosong karena agama tidak memiliki perangkat system, yang kemudian semua diserahkan dalam konteks tafsiran-tafsiran pada agama awal yang berkuasa, hal itu tentu memicu konflik panjang antara kelompok intelektual dengan kaum agama pada saat itu, sehingga muncul istilah menggunakan agama demi kepentingan politik, menggunakan agama demi kepentingan ekonomi dan seterusnya, seolah-olah politik, ekonomi dan lain sebagainya adalah kotor.
“Maka ketika logika ini dipakai oleh Islam, tentu akan menjadi salah karena disinilah yang membedakan antara Islam sebagai agama dengan agama lain. Islam itu memiliki falsafah, falsalah yang dimaksud disini adalah “Pemikiran Yang Mendasar”, yaitu mengintegrasikan antara Materi dengan Ruh, yang dimaksud materi disini apa? Yaitu materi bukan hanya benda mati, tetapi termasuk perkara-perkara yang terkait dengan perbuatan. Maka berbeda dengan pemikiran barat yang membedakan antara agama dan kehidupan, sehingga persoalan kehidupan itu tidak pernah dilihat dari perspektif agama atau Ruh yang dalam arti hubungan antara materi (perbuatan) dengan Allah”. Beliau menjelaskan
Dengan demikian tentu saja ketika kita memiliki Kritik terhadap pemikiran barat ini kita harus backworst, melihat jauh ke belakang, bahwa metode berpikir mereka muncul dari sebuah background peristiwa di mana terjadi pertikaian antara kaum pemikir dengan kaum agamawan yang melahirkan pemikiran yang salah.
“Saat itu ketika kaum agamawan gereja memimpin dan ketika terjadi kedzaliman di segala sisi, ini kemudian mendapat perlawanan yang sangat sengit dari kaum pemikir termasuk diantaranya filsafat dan akhirnya ada sebuah kompromi, dimana agama memang tidak dimatikan tapi cukup dipisahkan dari kehidupan.” ungkap Ustadz Hafidz dan inilah yang melahirkan kehidupan sekulerisme, benih dalam kebobrokan metode berpikir barat.
Mengutip QS. Al-Baqarah : 32, Ustad Hafidz menjelaskan,
قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَن
mereka (Malaikat) menjawab: "Maha Suci Allah, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami,” ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa disitulah sebenarnya pentingnya informasi awal, bagaimana Allah Subhanahu Wata’ala memberikan pertanyaan kepada Adam dan Malaikat yang sama-sama memiliki akal, namun Allah ajarkan dan berikan ma’lumat tsabiqoh hanya kepada Adam, maka yang terjadi adalah Adam bisa menjawab pertanyaan Allah sedangkan Malaikat tidak bisa menjawab-Nya.
Maka pada titik ini kita mengetahui bahwa Karl Marx (Pemikir Barat Modern) belum bisa menemukan satu kompenen yang hilang ketika fungsi otak menyimpulkan sesuatu. Beliau menggambarkan bahwa otak itu seperti cermin sehingga ia bisa memantul dan hal itu sesuai dengan pandangan kitab Al-Mukhtashar Ihya ‘Ulumiddin Imam Al-Ghazali, Imam Ghazali mengatakan bahwa akal seperti cermin, namun karena Marx tidak mengakui adanya Tuhan maka pada titik ini Ma’lumat As-Tsabiqoh (Informasi Awal) menjadi tidak ada. Sehingga komponen akal menurut Marx dalam hal ini adalah Fakta kemudian otak dan apa yang dimaksud dengan refleksi fakta itu adalah kekeliruan.
Beliau melanjutkan, “Karena tidak ada orang yang bisa berpikir tanpa punya informasi awal. Sementara dalam metode ilmiah yang namanya informasi awal harus ditolak sama sekali agar objektivitas dari kesimpulan bisa diakui. Dalam hal ini antara Marx dengan para pemikir barat ketika bicara tentang akal itu sebenarnya belum sampai pada kesimpulan yang benar sehingga kita bisa melihat apa yang dihasilkan oleh mareka”.
Pada malam Ekspo Rajab tersebut, ustad Hafidz menegaskan, “Nah dari itu kita bisa melihat dampak dari dua pemikir besar ini antara kapitalis barat dan sosialis yang memiliki gagasan bersifat destruktif, baik itu dalam konteks sosial, ekonomi dan sebagainya, dan yang paling mendasar adalah konsekuensi dari pemikiran tadi apalagi ketika akal itu menolak ma’lumat as-tsabiqoh maka semua bersumber dari akal mereka, sementara akal mereka sendiri tadi tidak jelas, inilah yang menjadi pemicu munculnya peradaban barat yang kejam dan menutup mata terhadap aspek-aspek non materi. Maka kaitannya konsep dengan ekonomi, bagaimana konsep kebahagiaan, bagaimana cara menentukan baik dan buruk, itu semuanya akan dipengaruhi dengan metode berpikir yang rusak ini”.
Reporter : Siti Nurbaiti U.
0 Komentar