Dapatkah Ekonomi Indonesia Pulih Pasca Pandemi dengan Formula Ekonomi Kapitalis?

 




Penanganan Pandemi, Tingginya Harga Bahan Pokok dan Optimisnya Pemulihan Ekonomi


Setelah di akhir 2021 kegiatan ekonomi sudah mulai berjalan, namun di awal tahun ini nampaknya varian baru mulai merebak dan sampai saat ini banyak yang telah terinfeksi. Berjalannya aktivitas ekonomi tentunya berbanding lurus dengan bagaimana pemerintah menangani pandemi dengan baik pula. 


Penanganan pandemi dengan kebijakan rem dan gas, mengakibatkan kondisi ekonomi Indonesia pada kuartal kedua bertumbuh di angka 7 %. Namun tetap saja menurut banyak ahli, Indonesia harus menggencarkan vaksin, karena sampai saat ini jumlah total masyarakat yang tervaksin dosis kedua tidak sampai 50%. 


Oleh karenanya bila varian baru merebak seperti saat ini, maka sesungguhnya masih menyimpan resiko yang fatal. Sehingga masih menjadi PR pemerintah dalam rangka peningkatan ekonomi selanjutnya.  


Sementara itu, tahun 2021 ditutup dengan banyaknya bahan pokok yang merambat naik, mulai dari cabai, telur, minyak goreng termasuk gas elpiji. Walaupun begitu, Bank Indonesia tetap optimis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 akan lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Menurut Perry Wargiyo, Gubernur Bank Indonesia dalam pernyataannya menyebutkan bahwa ekonomi Indonesia akan pulih mencapai 4,7% - 5,5% di 2022 (Bisnis.com 24/11/2021).


Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan bahwa perekonomian Indonesia yang kuat sudah terlihat di tahun 2022 dan berlanjut di tahun 2023. Hal ini merupakan bukti bahwa penanganan pandemi berbuah signifikan dan relatif cepat. Ia juga mengatakan bahwa di kawasan ASEAN, pertumbuhan ekonomi diperkirakan dalam tren meningkat (kemenkeu.go.id 26/1/2022).


Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto juga sangat optimis terhadap kenaikan pencapaian ekonomi Indonesia. Selain itu menurutnya dengan gencarnya vaksinasi covid dan program PEN dapat membantu peningkatan ekonomi di tahun 2022.   


Airlangga juga menyatakan bahwa inflasi Indonesia di tahun 2021 terkendali di level rendah dan stabil di bawah kisaran target yang ditetapkan. Ia juga mengatakan bahwa dengan inflasi rendah dan stabil menjadi syarat pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Tahun ini, Indonesia mencatatkan realisasi inflasi sebesar 1,87 persen (year-on-year) atau naik sebesar 1,68 persen dari 2020 (CNN Indonesia 4/1/2022).


Namun Faisal Basri, ekonom senior INDEF mengatakan bahwa pernyataan Menteri perekonomian itu ada yang disembunyikan. Bahwa sesungguhnya sudah lebih empat tahun harga BBM ditahan, harga LPG juga ditahan dan tarif listrik pun ditahan. Tahun 2022, pemerintah sudah tidak sangup lagi menahan harga barang-barang tersebut. Sehingga inflasi di tahun 2022 bisa jadi akan lebih tinggi. 


Dalam kesempatan yang berbeda Faisal Basri mengatakan, pada tahun 2022 ini memang akan sedikit lebih baik dibanding dengan tahun 2021. Tapi masih belum mampu mencapai level sebelum covid yang pertumbuhan ekonominya mencapai 5%. 


Walau begitu, tanpa covid pun ekonomi Indonesia kenyataannya makin melambat kecepatan pertumbuhan ekonominya, ujar Faisal. Dari delapan persen di era SBY terus menurun di era Jokowi, yang maksimum perkiraan Faisal hanya 4%. Ia katakan, besaran itu tidak termasuk di tahun 2020 yang sangat rendah (minus). 


Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan


Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan (bps.go.id).


Namun pencapaian pendapatan domestik bruto yang tinggi selama ini masih tidak mempu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Sehingga tidak heran jika kalangan ekonom bangga dengan capaian PDB tinggi, di sisi lain masih banyak rakyat yang mengais sampah untuk menyambung hidupnya.


Dalam ekonomi kapitalis, tingkat pertumbuhan ekonomi sebuah bangsa diukur dengan indikator PDB dan bukan indikator kesejahteraan rakyat. Dilansir dari detik.com bahwa pesatnya pertumbuhan ekonomi tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat. Indonesia sebelum wabah, pernah mencapai pertumbuhan 5,6%, namun terkesan tidak berdampak pada rakyat. Hal ini berarti kue pembangunan tidak menetes ke bawah (trickle down effect) (5/8/2020).


Tidak sependapat dengan konsep tersebut, dalam bukunya ‘Gross Domestic Problem: The Politics Behind the World's Most Powerful Number’ (2013), Lorenzo Fioramonti menyatakan bahwa PDB mengandung problem bawaan yang sekedar mengejar akumulasi barang dan jasa. 


Begitu juga Richard Easterlin dalam konsep paradox Easterlinnya menggambarkan bahwa seiring waktu, kebahagiaan masyarakat tidak melulu bergerak dalam tren naik manakala pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan.


Dalam pandangan Islam, pertumbuhan ekonomi bukan sekedar terkait dengan peningkatan barang dan jasa, namun juga dengan aspek kualitas hidup masyarakat. Lebih jauh lagi perlu adanya keseimbangan antara tujuan dunia dan akhirat. 


Oleh karenanya ukuran keberhasilan pertumbuhan ekonomi tidak hanya dilihat dari sisi pencapaian materi, namun juga ditinjau dari perbaikan kehidupan agama, sosial dan kemasyarakatan. 


Manusia mempunyai kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi. Bila kebutuhan dasar ini tidak dipenuhi maka akan timbul masalah. Islam memandang bahwa negaralah pihak yang berkewajiban menjaga dan memastikan tiap individu dapat mengakses kebutuhan dasar tersebut baik kebutuhan pokok berupa barang (sandang, pangan dan papan) ataupun jasa. 


Hal ini dikarenakan pemenuhan terhadap kebutuhan pokok dan jasa ini merupakan termasuk masalah pelayanan umum (ri’ayatu asy syu’un) dan kemaslahatan umum rakyat. Islam telah menentukan bahwa yang bertanggung jawab menjamin kebutuhan dasar tersebut adalah negara. Negaralah yang harus mewujudkan semua pemenuhan kebutuhan tersebut agar dapat dinikmati oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali.


Konsep Islam tentang kesejahteraan rakyat dalam bingkai sebuah negara ini tertuang dalam sebuah aturan Ilahiyah yang dahulu pernah dicontohkan oleh baginda Rasul saw. Manusia dari berbagai suku, agama, juga ras berkumpul di dalam satu entitas dengan bangunan aqidah. Itulah negara Khilafah Rasyidah. Oleh karena itu sudah saatnya untuk membuang jauh-jauh konsep kapitalis yang merusak sekarang.


Wallahu’alam


Oleh Ruruh Hapsari

Posting Komentar

0 Komentar