Maraknya kasus kekerasan seksual pada anak sempat melanda Depok di trimester terakhir 2021 lalu. Kejaksaan Negeri Depok mencatat 43 kasus pelecehan seksual pada anak dilaporkan pada November 2021, Kompas.com 29/11/2021. Kasus-kasus yang dilaporkan melibatkan pelaku secara individu ataupun berkelompok ini sebagian ada yang sudah sampai tahap persidangan. Peningkatan angka kekerasan seksual pada anak ini membuat Sri Kuncoro, Kepala Kejaksaan Negeri Depok menjadi heran sekaligus prihatin.
Selain kekerasan seksual, kasus kriminalitas oleh anak dan remaja juga marak terjadi di Depok sepanjang tahun 2019, Tempo.co 26/12/2019. Kasus kriminalitas yang dilakukan diantaranya adalah pembegalan, pencurian, jual beli narkotika dan minum minuman beralkohol. Tercatat oleh Polres Metro Depok, telah terjadi total 3.428 kasus kriminalitas di Depok sepanjang 2019. Sementara pelaku kriminalitas ini tercatat berusia kurang dari 18 tahun hingga 25 tahun.
Terkait remaja kriminal ini, Kapolres Metro Depok Ajun Komisaris Besar Aziz Andriansyah mengharapkan lebih besarnya peran orang tua dan lingkungan untuk membina para remaja dan anak-anak yang dinilai masih labil. Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesehatan Keluarga (TP-PKK) Kecamatan Pancoran Mas, Nunung Nurhayati seiya sekata dengan Kapolres. Menurut Nunung, kenakalan remaja perlu diwaspadai dengan lebih peduli pada edukasi agar tidak terjerumus ke dalamnya, berita.depok.go.id 10/02/2022.
Berbagai upaya dilakukan oleh Pemkot Depok seperti merencanakan berbagai kegiatan positif untuk remaja dengan menggandeng Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R). Walaupun belum diketahui kegiatan apa saja yang direncanakan, tetapi ingatan masyarakat sering kembali pada masa kegiatan Karang Taruna berjaya dahulu. Karang Taruna yang merupakan program nasional, telah mati suri pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Walaupun Karang Taruna telah diakui pemerintah lewat beberapa regulasi dan perundang-undangan, tetapi faktanya saat ini program ini sudah dianggap usang dan ditinggalkan.
Dengan fakta terkait stagnan-nya Karang Taruna yang telah dibentuk sejak 26 September 1960 ini, maka apakah dibuatnya kegiatan sejenis kegiatan Karang Taruna ini akan efektif bagi remaja? Terlebih, cita-cita yang ingin diraih dengan membuat berbagai kegiatan bagi remaja adalah untuk menurunkan angka kriminalitas. Sungguh jauh panggang dari api! Sedangkan program Karang Taruna yang bertaraf nasional saja tidak terbukti secara signifikan menurunkan angka kriminalitas remaja.
Apa yang Sebenarnya Diperlukan oleh Generasi Muda?
Menurut Islam, pemuda dan pemudi harus tumbuh dengan bekal kekuatan akidah Islam dalam hati dan pikirannya. Generasi muda juga harus cerdas dalam ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Di samping itu, generasi muda juga harus hidup dalam lingkungan yang kondusif bagi terlaksananya amal salih dan pola tingkah lakunya yang baik. Maka dengan begitu, tentu akan tercipta minimalisasi angka kriminalitas oleh remaja dan anak-anak.
Selaras dengan dibutuhkannya bekal akidah Islam dalam pemahaman generasi muda, peran institusi negara juga seharusnya mendominasi. Negara melalui kebijakan yang diterapkan dapat menetapkan filosofi, arah dan strategi pendidikan yang akan diterapkan dalam negara. Kebijakan pendidikan negara inilah yang memungkinkan tercapainya hasil pendidikan yang terbaik bagi anak bangsa. Jika sistem pendidikan dan strategi pendidikannya benar, maka menjadi cemerlanglah output pendidikan yang dihasilkan.
Pemimpin negara harus punya power dan ketegasan terkait input dan output pendidikan ini. Karena jika tidak, maka banyak pihak yang akan memanfaatkan kebijakan pendidikan ini untuk kepentingan pribadi dan golongannya. Di sinilah keberlangsungan generasi yang baik akan dipertaruhkan. Karena keberlangsungan generasi akan membentuk peradaban suatu bangsa, maka pendidikan menjadi sangat penting untuk generasi muda. Jadi yang diperlukan oleh generasi muda adalah sistem pendidikan yang terbaik dan adanya institusi yang menerapkan sistem pendidikan terbaik tersebut.
Sistem Pendidikan Terbaik Butuh Institusi Terbaik (Kekhilafahan Islam)
Negara-negara Kapitalis dan negara-negara Komunis selama ini sangat mementingkan sistem pendidikan yang sarat dengan kekhasan ideologi mereka. Ideologi Sekulerisme dipelajari dalam sistem pendidikan negara-negara Kapitalis. Sedangkan di negara-negara Komunis, mata pelajaran terkait dengan peradaban Sosialis-Komunis harus dipelajari di sekolah-sekolah. Sedangkan negeri-negeri Muslim, ternyata hingga saat ini belum mampu menerapkan sistem pendidikan Islam. Bahkan membangun sistem pendidikan yang mengacu kepada ideologi Islam saja belum sanggup.
Hal ini karena, meskipun sudah terlepas dari kolonialisme Barat secara formal, tetapi sistem pendidikan di negeri-negeri Muslim masih mengacu pada ideologi di luar Islam. Padahal, sistem pendidikan yang tepat bagi umat Islam haruslah mengacu pada ideologi Islam sendiri. Jika tidak, maka membentuk generasi Muslim menjadi pelestari peradaban Islam akan mustahil dilakukan. Sebaliknya, generasi Muslim justru akan menjadi pelestari peradaban selain Islam (Kapitalisme dan Sosialisme).
Sejak runtuhnya Kekhilafahan Islam pada 3 Maret 1924 atau 28 Rajab 1342 Hijriah di Turki, kemudian hampir seluruah negeri-negeri Muslim, termasuk Indonesia, berada di bawah kungkungan hegemoni Barat. Secara signifikan setelah itu, sistem pendidikan Islam kemudian digerus sedikit demi sedikit hingga pada akhirnya ditinggalkan sama sekali. Sistem Demokrasi-Sekuler yang diterapkan di negeri-negeri Muslim kemudian berhasil membelenggu rezim untuk memisahkan agama Islam dari pengaturan kehidupan negara.
Maka, 28 Rajab 1342 Hijriah itu adalah penanda bahwa seluruh sistem kehidupan, termasuk sistem pendidikan Islam telah diinjak-injak di bawah kaki-kaki para kapital. Generasi Muslim kemudian dipaksa melayani kepentingan pasar kapitalis global. Sementara tujuan-tujuan mulia dari pendidikan itu sendiri tidak bisa diraih bahkan dilupakan.
Runtuhnya Kekhilafahan Islam pada akhirnya menjadi awal dari ribuan penderitaan yang dialami kaum Muslim di seluruh penjuru dunia. Tak terhitung banyaknya darah kaum Muslim yang tertumpah sejak itu. Tak terperi pula kepedihan dan air mata yang mengiringi penderitaan yang menimpa. Umat Islam disekat-sekat dalam puluhan batas negara. Sementara sistem bernegara, sistem pendidikan, sistem ekonomi, sistem pergaulan dan sistem hukum ditundukkan di bawah kekuatan hegemoni korporasi global dan oligarki-nya.
Telah 101 tahun lamanya kini (menurut Hijriah), di Februari tahun 2022 ini Kekhilafahan Islam telah dicabut hingga ke akarnya. Tak terhitung banyaknya catatan sejarah, kisah dan literatur tentang Kekhilafahan Islam yang telah dikaburkan dan dikuburkan. Umat Islam-pun telah begitu lama bagai anak ayam kehilangan induknya. Tak ada lagi Khalifah yang menjadi ra’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyat dan keberlangsungan penerapan sistem Islam.
Kebanyakan umat Islam saat ini telah dipenuhi oleh orientasi berpikir dan aktifitas keduniaan yang mengagungkan harta dan jabatan belaka. Generasi muda pun telah terkotori pemikiran dan tingkah lakunya oleh ide-ide dan budaya dari luar Islam. Kriminalitas dan kerusakan generasi muda nyatanya sudah sangat memprihatinkan saat ini. Semua itu, bahkan dengan digalakkannya kegiatan semisal di Karang Taruna atau dengan program untuk remaja di Depok, pasti tidak akan berdampak signifikan.
Maka alih-alih menerapkan kebijakan tambal sulam (parsial) yang tidak efektif sama sekali, mengapa tidak melakukan perubahan pada sistemnya saja? Ubah sistem bernegara, sistem pendidikan, sistem ekonomi, sistem pergaulan dan sistem hukum dengan sistem berdasarkan Islam! Islam punya pengaturan di semua sistem tersebut. Jangan mengira Islam hanya mengatur ibadah sehari-hari saja! Sungguh bodoh orang yang tidak memahami dan meyakini bahwa Islam adalah ideologi yang sempurna yang ditetapkan oleh Allah SWT bagi manusia. Sejatinya, solusi parsial tidak pernah berguna, manusia butuh solusi tuntas atas semua problematika dengan penegakkan Kekhilafahan Islam kembali. []
Oleh : Dewi Purnasari
0 Komentar