Dinamika Krisis Ukraina, Konflik Kepentingan Para Adidaya



Ukraina adalah sebuah negara di kawasan Eropa Timur. Ukraina berbatasan dengan Rusia di timur dan timur-laut; Belarus di barat-laut; Polandia dan Slowakia di barat; Hongaria, Rumania, dan Moldova di barat-daya; Laut Hitam di selatan; dan Laut Azov di tenggara. Ukraina dan Rusia sekarang ini sama-sama memperebutkan Semenanjung Krimea yang dicaplok oleh Rusia pada tahun 2014, meskipun demikian Ukraina dan banyak komunitas internasional mengakuinya sebagai bagian dari Ukraina.

Beserta Krimea, Ukraina memiliki wilayah seluas 603.628 km², yang membuatnya sebagai negara terluas di Eropa dan terluas ke-46 di dunia. Sedangkan populasi sejumlah 44,5 juta jiwa menjadikan Ukraina sebagai negara berpenduduk terbanyak ke-32 di dunia. (www.wikipedia.com)

Dengan posisi strategis ini, Ukraina menjadi wilayah yang penting bagi Rusia. Ibarat kata, Ukraina merupakan taman depan Rusia. Hingga Rusia menjadi sangat berkepentingan untuk memastikan Ukraina masih menjadi sekutunya. Atau bahkan jadi negara bagiannya seperti dulu ketika Uni Soviet masih ada.

Hanya saja, pasca runtuhnya Uni Soviet, Ukraina justru memerdekakan diri dan merapat ke Eropa dengan mengajukan diri untuk masuk ke Uni Eropa. Bahkan ada isu bahwa Ukraina akan masuk ke NATO. Tentu saja ini membuat Kremlin panas dingin. Kremlin ingin Ukraina menjadi barrier Rusia dengan Eropa. Karena, Rusia memiliki kenangan buruk yaitu keok diserang Perancis pada jaman Napoleon dan Jerman ketika jaman Nazi.

Jika Rusia dan Ukraina bersatu seperti dulu, maka akan terbentuk kekuatan yang cukup besar. Ukraina memelihara militer terbesar kedua di Eropa, setelah Rusia, jika paramiliter turut dihitung.   Ukraina juga merupakan negara yang pernah mengembangkan nuklir untuk pembangkit listriknya dan 1/3 nuklir Uni Soviet  berada di Ukraina. Walaupun, persenjataan nuklir ini telah dilucuti oleh AS dengan iming-iming janji bahwa AS akan melindungi Ukraina jika ada gangguan keamanan dari negara luar.

Selain itu, Ukraina merupakan sandaran ketahanan pangan bagi Rusia. Tidak hanya Rusia, Ukraina bahkan dinyatakan sebagai lumbung pangan dunia. Karena lahan pertaniannya yang luas dan subur, dan Ukraina masih menjadi salah satu pengekspor terbesar biji-bijian di dunia.

Sementara bagi Eropa, Ukraina merupakan jalan bagi sumber energinya. Eropa sangat bergantung kepada pasokan gas dari Rusia, yang pipanya melewati Ukraina. Sekitar 35% kebutuhan gas Benua Biru datang dari Negeri Beruang Merah.

Saat terjadi konfrontasi bersenjata, tentu pasokan gas ini bakal terganggu. Agar pembangkit listrik tetap bisa beroperasi, dibutuhkan sumber energi pengganti, dan itu adalah batu bara. Ketika pasokan gas seret, maka batu bara akan menjadi pilihan sehingga permintaan naik dan harga ikut terungkit. Dan, Ukraina pun punya batu bara. Ukraina sampai saat ini masih jadi produsen batu bara terbesar ketiga di Eropa.

Pada Januari 2022, impor batu bara Uni Eropa tercatat 10,8 juta ton. Melonjak 55,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Pada Desember 2021, impor batu bara Uni Eropa melesat 35,1% yoy. (www.cnbcindonesia.com)

Melihat kondisi ini, Amerika tidak tinggal diam. Amerika dengan sigap memanfaatkan krisis yang terjadi. Di satu sisi Amerika seakan merestui krisis tetap terjadi. Di sisi lain, Amerika ingin tampil menjadi polisi dunia dengan memperkuat eksistensi NATO di Eropa.

Bukan tanpa tujuan Amerika melakukan itu. Sebenarnya jika ingin konflik segera berakhir, AS bisa menghentikan dengan kekuatan politik globalnya. Ia bisa saja menekan Rusia. Amerika melihat bahwa krisis Ukraina bisa dijadikan pintu masuk untuk menjaga eksistensi NATO di Eropa. Lewat NATO inilah Amerika tetap bisa mengendalikan Eropa.

Amerika merasa khawatir akan bangkitnya Eropa menjadi pesaing sejati Amerika dalam politik dan ekonomi. Karena Eropa sudah berupaya ke arah sana dengan membentuk Uni Eropa dan memberlakukan mata uang Euro. Oleh karena itu, Amerika berusaha menciptakan ketergantungan Eropa kepada Amerika.

Untuk tujuan tadi, Amerika menghembuskan isu bahaya Rusia bagi Eropa. Rusia sebagai pewaris Uni Soviet dicitrakan bisa kapan saja mengekspansi kawasan Eropa. Amerika menawarkan perlindungan melalui NATO. Sebagaimana kita ketahui, NATO merupakan pakta yang dibentuk di era perang dingin. Pakta ini dibentuk tahun 1949 untuk menangkal Pakta militer yang dibentuk oleh blok timur yaitu Pakta Warsawa. Seharusnya, setelah Pakta Warsawa bubar seiring runtuhnya Uni Soviet, NATO pun bubar. Tapi Amerika tetap mempertahankannya agar masih bisa bermain di Eropa. NATO pun diubah misinya. Dari, menangkal serangan negara dalam perang menjadi menciptakan keamanaan dalam negeri.

Hanya saja dalam krisis Ukraina ini, menurut Pemerhati Politik Internasional, Farid Wajdi dalam sebuah acara dalam kanal youtbe Peradaban Islam Id, tidak akan terjadi perang yang besar. Walaupun, menurut klaim NATO,  Rusia sudah menempatkan 100 ribu tentara Rusia yang berkumpul di perbatasan Ukraina, walaupun Presiden AS Joe Biden dan para pemimpin Eropa sudah memperingatkan, akan ada konsekuensi serius kalau Presiden Putin sampai melanjutnya invasi. (www.tirto.id)

Sedangkan menurut intelijen Kementerian Pertahanan Ukraina, Rusia telah mengerahkan lebih dari 127 ribu tentara di dekat Ukraina, termasuk sekitar 21 ribu personel udara dan laut. Rusia, kata Kementerian Pertahanan Ukraina, juga meningkatkan aktivitas intelijennya.

Akan tetapi, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, pihaknya cuma melakukan latihan militer musim dingin secara reguler di wilayah selatannya, yang sebagaiannya berbatasan langsung dengan Ukraina.

Amerika sendiri telah mendatangkan tentaranya untuk menangkal Rusia. Washington mengatakan akan mengirim sekitar 3.000 tentara tambahan ke Eropa timur untuk membela anggota-anggota NATO dari "agresi".

Washington saat ini mengirimkan 2.000 tentara yang ditempatkan di AS. Mereka diterbangkan ke Jerman dan Polandia. Sekitar 1.000 tentara AS lainnya yang sudah berada di Jerman sedang dikirim ke Rumania.

Dengan kondisi demikian, Farid Wajdi menganalisa tak akan terjadi perang besar antara AS, Rusia, atau Amerika. Karena itu akan merugikan semua. Biayanya terlalu tinggi. Perang bagi Rusia akan menghabiskan ekonominya. Demikian bagi AS. Apalagi AS belum lama baru hengkang dari Afghanistan yang telah menghabiskan ekonominya juga. Apalagi kondisi perekonomian saat ini sedang krisis yang diperparah dengan wabah. Kalaupun terjadi perang, hanya akan ada perang kecil di perbatasan.

Terjadi perang besar ataupun kecil kondisi seperti ini tetap akan mendatangkan korban. Terutama rakyat. Selama terjadi krisis di Ukraina, Wakil walikota Donetsk, kota yang jadi markas pemberontak, mengatakan kepada wartawan, enam warga sipil tewas dan 13 cedera dalam tembak-menembak di pinggiran kota. Perang saudara yang sudah berlangsung tiga bulan di Ukraina menyebabkan sedikitnya 1.150 orang tewas. Sementara itu, pemerintah daerah Lugansk mengatakan, tiga tewas dan delapan cedera dalam pertempuran. Dalam bentrokan di Gorlivka juga dilaporkan jatuhnya satu korban tewas dan 16 luka-luka.

Yang menanggung konsekuensi terbesar akibat bentrokan adalah warga sipil. Karena blokade tentara pemerintah, Lugansk, kota berpenduduk sekitar 420.000, terancam "bencana kemanusiaan" karena listrik padam dan persediaan air serta bahan bakar sudah habis. PBB menyatakan, lebih dari 100.000 orang melarikan diri dari beberapa bagian Ukraina lainnya, sementara Rusia menyatakan sekitar setengah juga orang lari dari wilayah Ukraina ke wilayah Rusia. (www.dw.com)

Inilah tabiat bengis peradaban kapitalis. Dalam kapitalisme berlaku kaidah “tujuan bisa menghalalkan berbagai cara”. Jika untuk merealisasikan tujuan berupa kepentingan nasional suatu negara besar harus mengorbankan umat satu negara tidak mengapa.

Hal ini perlu umat muslim sadari. Karena apapun manuver politik yang dilakukan oleh negara besar akan berpengaruh pada dunia muslim. Walaupun tidak berkaitan secara langsung. Oleh karena itu, harus dibentuk dalam diri kaum muslim kesadaran akan politik global dengan pisau bedah ideologi Islam. Agar tidak dungu dan diperdungu.

Wallahualam.


Penulis: Rini Sarah

Posting Komentar

0 Komentar