Aktivitas normal bisa kembali dirasakan oleh seluruh masyarakat. Setelah hampir dua tahun aktivitas pendidikan dilakukan secara online, sekarang anak-anak riang gembira kembali ke sekolah dan bertemu dengan guru dan kawan-kawannya. Begitu pula aktivitas publik yang lain berjalan normal seperti biasa. Hal ini tentu menjadi dambaan semua orang, karena pada hakikatnya masyarakat adalah makhluk sosial yang menjalani hidup dan berinteraksi dengan masyarakat yang lainnya.
Baru sejenak menghirup udara segar dan merasakan kehidupan yang normal, sontak kita dikejutkan kembali dengan kemunculan varian baru Covid-19. Omicorn, nama varian baru ini mulai merangkak, virusnya menyebar ke negeri ini. Dilansir Radar Bogor pada 30/01/2022, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno mengatakan, kasus Covid-19 Kota Bogor terus meningkat. Berdasarkan data satgas Covid-19, penambahan kasus harian Covid-19 Kota Bogor mencapai 84 kasus. Jika sebelumnya kasus harian Covid-19 hanya berkisar di angka nol kasus hingga kasus per hari, kini meningkat di angka puluhan kasus perhari.
Untuk mengantipasi kenaikan virus ini, Pemkot Bogor kembali mengaktifkan rumah sakit perluasan RSUD, posko logistik dan lain-lain. Selain itu Pemkot Bogor bekerjasama dengan aparat melakukan razia masker kepada masyarakat. Dan memberikan arahan kepada masyarakat untuk menggalakkan prokes sebagai langkah antisipasi dari serangan virus tersebut.
Bukan hanya itu, Pemkot pun membuat surat edaran terkait pendidikan untuk melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) lagi, karena pembelajaran tatap muka (PTM) dikhawatirkan menjadi tempat penyebaran virus. Kebijakan ini tentu membuat resah para orang tua, pasalnya PJJ sangat banyak membawa dampak negatif kepada anak, selain kurang optimalnya proses belajar mengajar jika dilakukan secara daring.
Namun di sisi lain, Pemkot tidak menutup tempat-tempat wisata, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, bandara dan yang lainnya. Padahal tempat-tempat tersebut sangat rentan terjadinya penyebaran virus. Kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah hanya menutup satu pintu penyebaran virus yaitu sekolah, sedangkan pintu-pintu yang lain masih dibuka lebar.
Kita bisa melihat bahwa kebijakan yang dibuat pemerintah lagi-lagi hanya mementingkan para pengusaha, sehingga tempat wisata, tempat hiburan dan bandara tidak ditutup. Kebijakan setengah hati dan kecerobohan pemerintah dalam menghadapi serangan virus ini terulang kembali. Pemerintah tidak mengambil pelajaran dari awal kasus Covid-19 merebak, hanya direspon biasa-biasa saja. Tidak ada gerak cepat untuk menutup semua pintu yang bisa menjadi akses tersebarnya virus ini ke penjuru negeri.
Tampak nyata ketidakseriusan pemerintah dalam mengatasi penyebaran Covid-19. Keselamatan rakyat dikalahkan oleh kepentingan ekonomi sekelompok elite tertentu. Hal ini tampak dari kebijakan tarik ulur penetapan PPKM, apalagi pada saat perayaan natal dan tahun baru. Seketika penetapan PPKM dibatalkan menjelang perayaan tersebut.
Pada akhirnya banyak korban berjatuhan, hingga seolah-olah virus ini sangat sulit dikendalikan. Dalam kondisi seperti ini, barulah pemerintah bergerak melakukan langkah antisipasi. Kelambanan pemerintah dalam menangani serangan virus varian baru ini pun terlihat kembali. Pemerintah sudah merasa aman karena sudah melakukan program vaksinasi pada masyarakat bahkan pada anak-anak. Nyatanya, walaupun vaksinasi sudah dilakukan, tidak ada jaminan virus tersebut tidak akan menyerang orang yang sudah divaksin.
Apapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah, nyatanya hanya fokus pada upaya antisipasi sesaat, tetapi mengabaikan upaya mendasar untuk mencegah agar virus tidak terus merebak. Seharusnya pemerintah melakukan langkah pencegahan di seluruh wilayah negeri, dan menutup akses keluar masuk khususnya dari luar negeri (lockdown). Tidak boleh ada satupun warga asing masuk dan begitu juga sebaliknya. Langkah ini tentu akan lebih efektif dibandingkan hanya fokus pada upaya antisipasi sesaat.
Namun upaya pencegahan ini enggan dilakukan oleh pemerintah dengan alasan ekonomi, yaitu tidak memiliki dana untuk melakukan lockdown. Karena pemberlakuan lockdown berarti pemerintah harus siap menanggung semua kebutuhan rakyatnya. Inilah dalih yang sering diungkapkan pemerintah, padahal sesungguhnya kepentingan dan keselamatan rakyat hanya dipandang sebelah mata oleh pemerintah.
Inilah potret pemerintahan yang dihasilkan oleh sistem kapitalis sekuler, yang menganggap nyawa rakyat tidak ada harganya dibandingkan kepentingan ekonomi. Semua kebijakan yang dikeluarkan semata-mata untuk menyelamatkan kepentingan penguasa dan pengusaha, dengan mengabaikan keselamatan dan nyawa rakyatnya. Selama negeri ini masih merujuk pada sistem kapitalis sekuler, negeri ini tidak akan pernah keluar dari kemelut virus Covid-19.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Dalam pandangan Islam, menjaga kelangsungan hidup nyawa manusia menjadi hal yang paling utama. Apalagi dalam Islam, negara mempunyai kewajiban sebagai pelindung bagi rakyatnya. Kebijakan negara pun akan mengutamakan keselamatan rakyatnya bukan hanya fokus pada keuntungan ekonomi semata.
Islam memiliki penanganan komprehensif dalam menangani wabah. Dan upaya ini telah dilakukan oleh para Khalifah ketika wabah menyerang. Langkah awal yang dilakukan oleh Khalifah adalah menutup semua pintu keluar masuk (lockdown), kemudian dilakukan test dan tracing untuk mengetahui yang sakit dan yang sehat serta memisahkannya.Yang sakit dikaratina dan diberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan dirawat hingga sembuh. Sedangkan yang sehat bisa melakukan aktivitas seperti biasa tanpa ada khawatir akan terkontaminasi wabah tersebut.
Khalifah juga melakukan pemetaan wilayah/daerah yang terkontaminasi virus dan yang tidak. Pemetaan wilayah ini sangat penting, untuk meminimalisir penyebaran virus ke wilayah lain yang masih steril dari virus. Di wilayah inilah masyarakat bisa melakukan aktivitas perekonomian, pendidikan dan aktivitas yang lain, serta menjadi penopang perekonomian bagi wilayah yang di-lockdown. Walaupun wabah melanda selama bertahun-tahun, semua rakyat tetap dipenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan dasar yang bersifat individual maupun kebutuhan yang bersifat komunal yakni pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Karena yang menjadi fokus khilafah adalah menyelamatkan nyawa rakyat, maka semua perangkat aturan yang diterapkan pun fokus pada tujuan tersebut. Khalifah tidak mencukupkan pada program vaksin dan penertiban prokes semata. Tetapi lebih dari itu, Khalifah senantiasa test dan tracing kepada rakyatnya jika ada yang terkonfirmasi terpapar virus. Semua fasilitas tersebut diberikan Khalifah kepada rakyatnya secara cuma-cuma. Tidak pernah terbersit ingin mendapatkan keuntungan materi sedikit pun dalam periayahan terhadap rakyat, sebagaimana halnya yang terjadi dalam sistem kapitalis.
Untuk mendanai seluruh kebutuhan rakyat dalam menghadapi wabah, Khalifah mengambil pembiayaannya dari kas negara (baitulmal) yang memiliki pos-pos pemasukan yang ditujukan untuk kemaslahatan rakyat. Dalam kondisi ini pun rakyat bisa memperoleh kehidupan layak dan sejahtera, karena Khalifah hadir untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat yang notebene menjadi tanggung jawab dan amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt.
Demikian periayahan khilafah dalam menangani virus dan menyelamatkan nyawa rakyatnya dari virus serta dampak yang menyertainya. Potret negara yang memiliki pemimpin yang amanah dan peduli kepada urusan rakyatnya, hanya akan terwujud dalam sistem Islam yakni khilafah. Berharap sosok pemimpin seperti ini muncul dari sistem kapitalis sekuler, hanyalah mimpi. Masihkah berharap pada kapitalis sekuler? Atau pada sistem khilafah yang telah terbukti mampu menuntaskan semua permasalah umat manusia di dunia? Wallahua’lam.
Penulis : Siti Rima Sarinah
0 Komentar