Kasus pelecehan seksual tak kunjung usai di metropolitan Bekasi. Kasus terbaru adalah kasus pemerkosaan yang terjadi pada pegawai warteg di bawah umur oleh majikannya sendiri.
Pelaku mengaku melakukan tindakan asusila tersebut karena tersulut nafsu. Karena tuntutan ekonomi ia terpaksa hidup terpisah dengan keluarga, terutama dengan istri.
Sudah tak terhitung kasus pelecehan kehormatan perempuan terjadi. Kasus dengan beragam korban serta beragam pelaku pernah terjadi di Bekasi. Dari pelaku anak anggota DPRD hingga pelaku yang seorang guru ngaji.
Korbannya pun beragam dari pelajar yang berusia belia hingga anak berkebutuhan khusus. Bagaimanapun kasus pelecehan seksual itu, semuanya membuat kita mengelus dada. Bertanya-tanya apa yang salah?
1. Keimanan yang rapuh
Faktor pertama yang membuat perkosaan tinggi adalah rendahnya kekuatan iman pada diri individu masyarakat.
Iman yang rapuh pada diri pelaku membuatnya mudah terbujuk oleh godaan setan akan nikmat sesaat hubungan intim. Padahal celaan Allah terhadap perbuatan zina, apalagi memaksa orang lain berzina, sangat keras. Allah menggolongkan perbuatan zina sebagai perbuatan keji dan jalan yang buruk.
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al Isra: 32).
Rasulullah juga mengaitkan perbuatan zina ini dengan hilangnya keimanan seseorang. Rasul bersabda :
لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمن
Artinya: “Pezina tidak dikatakan beriman ketika ia berzina“. (HR. Bukhari Muslim)
Kedua dalil di atas seharusnya cukup membuat kita semua sadar akan pentingnya mengokohkan iman.
Taqarub (mendekat) kepada Allah adalah satu-satunya cara agar keimanan kita tidak merosot hingga terjatuh pada jurang perzinaan.
Berzikir, membaca alquran, mengikuti pengajian, mempelajari Islam adalah di antara perbuatan yang menjaga kuatnya iman kita.
Di sisi lain agar keimanan kita tak roboh makan kita pun wajib menjauhkan diri dari perantara yang mengundang setan mengajak kita pada kemaksiatan salah satunya perzinaan.
2. Lingkungan miskin iman
Tak hanya faktor keimanan individu yang berpengaruh, namun keimanan lingkungan masyarakat pun membawa dampak pada maraknya kasus perkosaan.
Banyaknya aktivitas mendekati zina yang ditoleransi oleh masyarakat, langsung atau tidak langsung akan mendorong tersebarnya zina itu sendiri di lingkungan mereka.
Tindakan yang mendekati zina di antaranya adalah khalwat, pacaran, teman tapi mesra, ikhtilath (berinteraksi campur baur lelaki dan perempuan).
Padahal merajalelanya zina akan mengundang murka Sang Pencipta. Entah apa azab yang diturunkan Allah pada masyarakat permisif (serba bebas) seperti ini, yang jelas kita sudah memahami betul bahwa azab Allah sangat pedih.
Rasul SAW pernah bersabda, “Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
3. Media penyulut syahwat
Tak ada asap bila tak ada api. Tak mungkin masyarakat melonggarkan etika pergaulan bila tak ada yang mengkampanyekan kebebasan. Siapa kampiun promotor syahwat saat ini? Betul, media massa. Dari media cetak, media elektronik, maupun media yang paling ngetrend saat ini yaitu media sosial.
Hampir semua jenis media tersebut telah dibanjiri konten pengundang syahwat.
Tabaruj, pakaian ketat hingga tak senonoh, gerakan penyulut nafsu, perkataan yang menjurus pada kemesuman diumbar.
Gambar, foto, lagu, film dan banyak media lain menjadi pengantar godaan setan untuk nekat bertindak perkosaan.
ِإِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ، وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ، وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ، وَيَظْهَرَ الزِّنَا
Artinya: “Sesungguhnya diantara tanda-tanda kiamat yaitu diangkatnya ilmu dan kebodohan nampak jelas, dan banyak yang minum khamar dan banyak orang berzina secara terang-terangan” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebagai seorang muslim, maka yang seharusnya dilakukan adalah mencegah terjadinya tanda-tanda kehancuran dunia yaitu kiamat meskipun tidak diingkari kiamat akan terjadi.
Sudah seharusnya seorang muslim tidak menjadi konsumen bagi konten vulgarisme. Seorang muslim pun tidak boleh terlibat dalam pembuatan maupun penyebaran konten bermuatan syahwat apapun bentuknya.
4. Hukuman tak bikin jera
Mari kita tanya pada para korban pelecehan seksual, apakah trauma yang mereka derita setara dengan hukuman penjara yang dialami pelaku?
Apakah trauma yang ditanggungnya seumur hidup setimpal dengan kurungan belasan tahun penjara?
Mengukur keadilan hukuman atas suatu kesalahan sudah seharusnya dikembalikan kepada Allah yang Maha Adil.
Surat An-Nur ayat 2
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap satu dari keduanya dengan seratus kali deraan. Dan janganlah kamu belas kasihan kepada keduanya didalam menjalankan (ketentuan) agama Allah yaitu jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan hendaklah (dalam melaksanakan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman “.
Berdasarkan ayat di atas dan hadis-hadis yang berkaitan dengan perbuatan zina, menurut Al-Albani dapat disimpulkan mengenai hukuman zina menurut agama Islam ialah:
Jika pelakunya muhshan (pernah berjima’ dengan nikah yang sah), mukallaf (sudah baligh dan berakal), suka rela (tidak dipaksa, tidak diperkosa), maka dia dicambuk 100 kali, kemudian dirajam, berdasarkan keumuman ayat 2 surat An Nur, dan perbuatan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu.
Atau cukup dirajam, tanpa didera, dan ini lebih baik, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu dan Umar bin Al Khaththab Radhiyallahu ‘anhu. Jika pelakunya belum menikah, maka dia didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian diasingkan selama setahun.
Dirajam adalah dilempari batu sampai mati. Cara yang dicontohkan Rasulullah dan khulafaur rasyidin adalah pelaku ditanam berdiri di dalam tanah sampai dadanya, lalu dilempari batu oleh masyarakat sampai mati.
Apabila perzinaan disertai dengan ancaman atau paksaan sehingga terjadi pemerkosaan maka hukumannya pun lebih berat. Imam Malik dalam kitab Al-Muwatha’ mengatakan, “Menurut pendapat kami, tentang orang yang memperkosa wanita, baik masih gadis maupun sudah menikah, jika wanita tersebut adalah wanita merdeka (bukan budak) maka pemerkosa wajib memberikan mahar kepada sang wanita. Sementara, jika wanita tersebut adalah budak maka dia wajib memberikan harta senilai kurang sedikit dari harga budak wanita tersebut. Adapun hukuman dalam masalah ini hanya diberikan kepada pemerkosa, sedangkan wanita yang diperkosa tidak mendapatkan hukuman sama sekali.”
Lebih jauh lagi, bila ancaman dan paksaan tadi menggunakan senjata maka hukumannya pun diperberat.
Orang yang memerkosa dengan menggunakan senjata untuk mengancam, dihukumi sebagaimana perampok.
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأَرْضِ فَسَاداً أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya, hukuman terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, adalah mereka dibunuh atau disalib, dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang, atau dibuang (keluar daerah). Yang demikian itu, (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar.” (QS. Al-Maidah: 33)
Tidak ada yang memungkiri bahwa hukuman Islam terhadap pelaku zina sangat keras dan kejam.
Namun hukuman yang berat ini membuat jera pelakunya serta membuat masyarakat yang menyaksikan hukuman tersebut akan takut berbuat kemaksiatan yang sama. Dari sinilah kemanan bagi Wanita, serta ketinggian akhlaq masyarakat terjaga.
5. Tak ada negara pelindung wanita
Empat faktor di atas muncul dan subur di tengah sistem kehidupan sekuler yang mengesampingkan agama dari kehidupan.
Sistem sekuler tidak mementingkan keimanan pada hubungan manusia maupun hubungan kemasyarakatan.
Pandangan hidup sekuler yang menjangkiti media hanya mengutamakan rating dan follower ujungnya menyepelekan kesopanan.
Sistem sekuler yang dianut negara juga membuang aturan-aturan tuntunan agama dalam sanksi hukum dan menggantinya dengan pertimbangan-pertimbangan yang mengandalkan keterbatasan akal manusia.
Empat faktor sebelumnya akan dapat dihilangkan dengan tuntas apabila ada institusi yang berwenang.
Tentu saja yang memiliki kekuasaan untuk mewajibkan penanaman keimanan di sistem pendidikan adalah negara.
Yang berwenang melarang tindakan mendekati zina adalah negara. Yang mensyiarkan ketaqwaan, mendorong media dakwah, menghukum pelaku pelanggaran syariat pergaulan, hingga menegakkan hukuman cambuk dan rajam bagi zina tidak lain hanyalah negara, Negara yang menjadikan aqidah Islam sebagai landasannya dan syariat Islam sebagai tuntunannya.
Oleh : Raihana Radhwa
0 Komentar