Kesepakatan harus saling menguntungkan tentu menjadi ciri khas saat ini. Segala sesuatu harus ada keuntungan yang didapat, tak terkecuali dalam kepengurusan urusan rakyat. Inilah yang dimaksud dengan asas manfaat yang menjadi tolok ukur pembuatan aturan dalam sistem kapitalis. Diperolehnya keuntungan dalam sistem kapitalis bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya seperti yang terjadi saat ini, adanya kesepakatan dalam bentuk peraturan --baik pusat maupun daerah-- demi menambah pendapatan pusat atau daerah. Dan semua ini akan berujung pada bertambahnya beban hidup rakyat.
Hal ini pun dilakukan oleh Pemkot Bogor, dalam rapat Paripurna yang digelar di gedung DPRD Kota Bogor telah disepakati tiga Raperda. Tiga Raperda itu terkait Perubahan Ketiga Retribusi Perizinan Tertentu, Raperda tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, dan Raperda tentang Perubahan Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor. Tiga Raperda ini telah disampaikan oleh Wali Kota Bogor dan mendapat tanggapan serta disepakati oleh fraksi-fraksi di DPRD Kota Bogor.
Wali Kota Bogor, Bima Arya mengatakan penarikan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung sebagai upaya penertiban bangunan dan gedung untuk menjamin keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi penghuni dan lingkungan sesuai tata ruang wilayah yang berkontribusi pada penambahan PAD. Lebih lanjut Bima Arya menyepakati penggunaan tenaga kerja asing sebagai tenaga pendamping guna alih kemampuan, keahlian dan teknologi. Serta pentingnya fasilitas pelatihan Bahasa Indonesia dan pembinaan serta pengawasan terhadap tenaga kerja asing sesuai ketentuan perundangan.
Pemkot Bogor juga menyepakati Perizinan Berusaha Berbasis Risiko harus terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Kota Bogor sesuai visi, misi serta kebijakan sosial, budaya dan ekonomi Kota Bogor. Sanksi Raperda ini mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 5 dan 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah.
Raperda Perubahan Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor mengacu kepada Permendagri Nomor 21 Tahun 2020 tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum. (www.radarbogor.id 4/2/2022)
Landscape atau tata ruang dan pembangunan sejatinya telah menjadi pembahasan pokok dan contoh ketika Nabi Saw. hijrah ke Madinah. Madinah menjadi kota baru serta ibu kota negara Islam pertama. Nabi menetapkan empat unsur pokok dalam tata ruang dan pembangunan kota, pertama yaitu masjid jami' yaitu Masjid Nabawi, kedua kediaman sang pemimpin agung baginda Rasulullah Saw. yang berdekatan dengan Masjid Nabawi, ketiga pasar yang kemudian disebut Suqu an-Nabi (pasar Nabi), keempat pemukiman penduduk yang dihuni berbagai kabilah. Dengan prinsip yang sama, hal ini diteruskan kembali oleh para khalifah seperti Khalifah Umar bin al-Khattab hingga Khalifah Abu Ja'far al-Mansyur yang mempunyai ambisi besar membangun pusat pemerintahan baru di Baghdad dimana beliau mengumpulkan para insinyur, arsitek dan orang-orang yang kompenten di bidangnya. Ini membuat Kota Baghdad terkenal sebagai kota dengan tata ruang terbaik pada pertengahan abad ke-2 hijriah.
Semua pembangunan di era kekhilafahan Islam ini tentu saja ditujukan untuk kesejahateraan rakyat, mempermudah akses rakyat dalam melakukan semua aktivitas begitu pun dengan pemimpinnya. Semua fasilitas ini dibiayai oleh negara tanpa pungutan pajak dan retribusi. Juga bukan untuk menambah penghasilan pusat maupun daerah. Izin membangun sekalipun untuk usaha, akan dilihat dari sisi penting atau tidaknya, serta hukum syara dijadikan patokan pada setiap keputusan izin membangun.
Dalam kitab al-Ahkam as-Sulthaniyah, al-Mawardi menyatakan, "Qadli Hisbah --yang mengepalai Dar al-Hisbah-- berhak untuk melarang orang mendirikan bangunan di jalan yang digunakan haluan, sekaligus bisa mengintruksikan kepada mereka untuk menghancurkan bangunan yang mereka dirikan. Sekalipun bangunan tersebut adalah sebuah masjid. Kerena kepentingan jalan adalah untuk perjalanan, bukan untuk bangunan. Qadli Hisbah juga berhak untuk melarang siapapun meletakkan barang-barang dagangan dan bahan-bahan/alat bangunan di jalan-jalan dan pasar, jika barang dan bahan tersebut bisa memudaratkan orang. Dalam hal ini, Qadli Hisbah berhak untuk melakukan ijtihad dalam menentukan mana yang mudarat dan mana yang tidak. Karena ini merupakan ijtihad dalam masalah konvensi (kepantasan umum), bukan masalah syar'i" (Al-Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniyyah, hal. 430-431).
Lantas, bagaimana pandangan sistem Islam tentang tenaga kerja asing?
Tenaga kerja asing menimbulkan persoalan tersendiri terutama bagi rakyat, gempuran tenaga asing menggeser rakyat untuk mendapatkan kesempatan kerja. Alhasil rakyat lebih banyak kalah bersaing dengan mereka. Hal ini menyebabkan pengangguran kian melonjak setiap tahunnya.
Dalam sistem Islam, bukan suatu hal yang mudah bagi tenaga kerja asing untuk bisa bekerja di wilayah kekuasaan Islam. Mereka harus memenuhi kriteria tertentu dan tidak bisa dengan mudahnya keluar masuk wilayah Islam. Semuanya harus sesuai dengan hukum Islam yang berlaku. Ada kafir harbi dan kafir mu'ahid dimana syarat yang berlaku berbeda adanya, dilihat dari status negaranya. Apalagi jika tenaga kerja asing itu berasal dari negara kafir muhariban fi'lan (negara kafir yang nyata-nyata memusuhi Islam dan kaum muslimin). Maka bagi mereka tidak boleh ada satupun bentuk interaksi/kerjasama dengan daulah Islam, termasuk terkait tenaga kerja asing.
Dan hal yang paling pokok adalah kesempatan kerja tentu saja diprioritaskan bagi rakyat terlebih dahulu. Karena menyediakan lapangan pekerjaan merupakan tanggung jawab negara atas seluruh rakyatnya. Negara pun mengadakan bimbingan, pengajaran serta memberikan fasilitas secara gratis agar rakyat mampu secara mandiri berusaha mencari nafkah bagi keluarganya. Bahkan jika mekanisme ekonomi melalui penyediaan lapangan kerja ini ternyata masih ada rakyat yang tidak mampu menenuhi kebutuhan pokoknya, maka negara memberlakukan mekanisme non-ekonomi yakni dengan menghidupkan ta'awun di antara sesama rakyat atau dengan cara pemberian cuma-cuma dari negara.
Terkait Raperda Perubahan Perumda Tirta Pakuan, jelas-jelas hal ini akan semakin menambah beban hidup rakyat. Bogor Kota Hujan, namun rakyat harus membeli mahal setiap kubik air yang mereka gunakan.
Dalam pandangan Islam, air merupakan kebutuhan asasi, dan hakikatnya air merupakan milik umum. Rasulullah Saw. bersabda "Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal: padang rumput, air dan api" (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah). Dalam hadist tersebut secara jelas Rasulullah Saw. menyebutkan barang-barang yang dibutuhkan dan menguasai hajat hidup orang banyak. Air salah satu barang atau kebutuhan yang tidak bisa digantikan, karena sangat dibutuhkan manusia yang akan menyebabkan kematian jika itu tidak terpenuhi. Islam memberikan aturan terhadap barang-barang tersebut tidak boleh dikuasai individu ataupun swasta, tetapi harus dikelola oleh negara dan dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Maka jelas haram hukumnya memberikan harta milik umum kepada perorangan atau swasta baik lokal maupun asing yang akhirnya rakyat harus membayar dengan harga yang sangat mahal. Kalaupun negara mengharuskan rakyat untuk membayar, maka hanya membayar biaya operasionalnya saja yang tentunya tidak mahal, sehingga tidak membebani rakyat.
Tentunya kita membutuhkan gambaran bagaimana mungkin negara bisa memenuhi kebutuhan asasi rakyat, sekaligus mampu menyediakan segala fasilitas penujangnya?
Syariat Islam memiliki aturan yang komprehensif, di antaranya pengaturan tentang kepemilikan sekaligus pengelolaan harta/kekayaan. Dalam sistem Islam, sumber pemasukan negara bukanlah dari pajak dan retribusi.
Ada tiga sumber pemasukan negara baik pusat maupun daerah, yakni berasal dari :
(1). Bagian kepemilikan negara, yang meliputi ghanimah, termasuk anfal, fa'i dan khumus; kharaj, sewa tanah-tanah negara, jizyah, barang temuan, harta waris yang tak ada ahli warisnya, harta sitaan, pajak.
(2). Bagian kepemilikan umum, yang meliputi minyak bumi dan gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, padang rumput, aset produktif yang dikuasai negara, misalnya yang berasal dari wakaf. Sumber daya alam yang jumlahnya tidak terbatas merupakan harta milik umum, dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kepentingan rakyat.
(3). Bagian shadaqah yang terdiri dari shadaqah wajib, seperti zakat harta, zakat perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, serta zakat ternak.
Itulah pemasukan negara dalam sistem Islam, yang tidak akan didapatkan dalam sistem kufur kapitalisme saat ini, dimana beban hidup yang berat bertambah sulit dengan penerapan berbagai pajak dan retribusi untuk belanja negara dan daerah. Alhasil bukan kesejahteraan lahir batin yang didapat namun kesengsaraan dan kemiskinan yang semakin meningkat.
Demikianlah wajah periayahan dalam sistem kapitalis jika dibandingkan dengan sistem Islam. Kesepakatan pembuatan aturan dalam sistem kapitalisme hanya akan berujung pada kesengsaraan rakyat. Sebaliknya aturan dalam sistem Islam, yakni sistem khilafah, berasal dari Sang Pencipta yang oleh karenanya justru akan membawa keberkahan.
Islam mengajarkan segalanya, Islam menjadikan kehidupan yang sejahtera baik lahir maupun batin, keselamatan dunia dan akhirat yang terbingkai indah dalam sistem khilafah. Wahai kaum muslimin, mari menjadi bagian dari pejuang tegaknya sistem sempurna dan paripurna ini. Niscaya Allah Swt. akan melimpahkan keberkahan dari langit dan bumi. Wallahu a'lam.
Oleh : Titin Kartini
0 Komentar