#Lintas Benua- Sebuah video yang diposting di Twitter yang menunjukkan seorang mahasiswa Muslim berhijab bernama Muskan Khan dicemooh oleh gerombolan sayap kanan Hindutva (pemeluk Hindu) di sebuah perguruan tinggi di negara bagian Karnataka telah menyebabkan kemarahan di tengah meningkatnya protes atas larangan jilbab di negara bagian selatan India. Muskan Khan bahkan saat itu terlihat dikelilingi oleh segerombolan pria yang mengenakan syal kunyit ketika dia tiba di kampusnya di Mandya (aljazeera.com, 08/02/2022).
Tidak lama berselang kemudian selama empat hari sekitar 28 gadis Muslim India melakukan aksi protes di depan perguruan tinggi Pra-Universitas Junior di negara bagian Karnataka setelah mereka ditolak masuk karena mengenakan khimar (kerudung). Hal ini bermula sejak Senin pagi (07/02) saat beberapa pelajar muslimah tidak diizinkan memasuki ruangan kelas oleh pihak otoritas perguruan tinggi. Pada hari yang sama kemudian pejabat perguruan tinggi memasang pemberitahuan di luar gerbang kampus yang menyatakan larangan hijab di ruang kelas sebagai bagian dari kode seragam perguruan tinggi (aljazeera.com, 09/02/2022).
Ketegangan antara Muslim dan penganut Hindu pun semakin meruncing tatkala pada Selasa (08/02) sejumlah mahasiswa dan aktivis sayap kanan Hindu sembari mengenakan syal berwarna safron menyerukan larangan hijab di lembaga pendidikan wilayah India selatan. Para pengunjuk rasa pun mulai meneriakkan slogan 'Jai Shri Ram' (Salam Tuhan Rama) yang kemudian dibalas oleh sejumlah mahasiswa Muslimah dengan teriakan 'Allah Akbar' (Tuhan Maha Besar).
Pihak kepolisian setempat pun beberapa kali terlihat menembakkan gas air mata guna mengurai kerumuman para pengunjuk Hindutva di salah satu kampus negeri, dan tampak berjaga-jaga di sejumlah perguruan tinggi lainnya. KepalaMenteri Basavaraj Bommai dari Partai Bharatiya Janata (BJP) Modi kemudian mengumumkan penutupan semua sekolah menengah di negara bagian selatan India selama tiga hari untuk menenangkan massa.
Kontroversi hijab pertama sesungguhnya dimulai sejak sebulan yang lalu tatkala enam mahasiswa Muslim di sebuah perguruan tinggi wanita yang dikelola pemerintah di distrik Udupi ditolak masuk ke ruang kelas mereka karena pihak administrasi kampus menuduh mereka melanggar aturan dengan mengenakan kerudung. Namun, gadis-gadis tersebut menentang tekanan dan diskrimasi yang diberikan sekalipun ketika mereka dipaksa duduk di tangga ketika kelas tengah berlangsung. Pihak kampus bahkan memaksa mereka untuk menulis surat pernyataan yang menyebutkan bahwa mereka secara sengaja dan sukarela tidak mengikuti pembelajaran di kelas (aljazeera.com, 18/01/2022).
Sebuah petisi pun dilayangkan oleh mahasiswa Muslim kepada Pengadilan Tinggi Karnataka pada Selasa (08/02) yang menyatakan bahwa mengenakan hijab adalah hak dasar beragama yang dijamin oleh konstitusi India. Dan pada hari Rabu (09/02), pengadilan tinggi negara bagian yang mendengarkan petisi oleh gadis-gadis Muslim untuk mengizinkan penggunaan jilbab di lembaga pendidikan telah merujuk kasus ini ke panel hakim yang lebih besar.
Menanggapi banyaknya tekanan terhadap para Muslimah di wilayah India bagian selatan, Front Kampus India (CFI), sebuah organisasi mahasiswa Muslim yang aktif di negara bagian tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu (06/02) bahwa larangan khimar tidak lain adalah “konspirasi nasional terorganisir yang secara sistematis dieksekusi oleh Hindutva sayap kanan, kelompok-kelompok yang tidak memanusiakan wanita Muslim”. Hal ini tampak dari banyaknya upaya kelompok sayap kanan Hindu untuk mencegah wanita Muslim berhijab memasuki berbagai lembaga pendidikan.
Celakanya, pemerintahan Modi yang berkuasa sejak 2014 silam memberanikan supremasi Hindu yang melihat India sebagai negara Hindu dan berusaha menekan 200 juta komunitas yang tidak lain adalah kaum minoritas terbesar di India. BJP pimpinan Modi bahkan menciptakan sentimen ‘playing victim’ bagi para pemeluk Hindu, dengan melakukan disinformasi, penyebaran ujaran kebencian, dan membungkam suara-suara progresif masyarakat Muslim, serta memberdayakan kelompok main hakim sendiri supremasi Hindu. Slogan “Hindu khatre mein hain ” (Hindu dalam bahaya) pun senantiasa digaungkan oleh para aktivis sayap kanan Hindu (time.com, 04/10/2021).
Rezim Modi secara terbuka menyatakan pria Muslim memiliki misi “jihad cinta” dengan menikahi para wanita Hindu untuk beranak-pinak dan menggeser populasi Hindu di India, yang dikatakan pihak Modi harus segera ditindak dengan pengesahan undang-undang baru. Pemerintahan Modi bahkan secara terang-terangan menyalahgunakan undang-undang baru terhadap penduduk Kashmir yang diberlakukan untuk mencegah terorisme dan separatisme (geo-tv.com, 03/08/2021). Selain itu, BJP Modi memberikan “lampu hijau” bagi supremasi Hindu yang mendorong tindakan main hakim sendiri hingga memunculkan pemboikotan bisnis Muslim dan penggunaan hijab.
Islamophobia dan misogyny (kebencian terhadap wanita) yang kian berkembang di India secara nyata kian menyudutkan para Muslimah disana. Larangan penggunaan hijab di lingkungan kampus hanya akan menjadi awal dari semakin merebaknya diskriminasi dan marginalisasi kaum Muslimah di negeri Taj Mahal tersebut. Bahkan sejak pertengahan tahun 2021 lalu, "penjualan wanita Muslim" telah terjadi di beberapa aplikasi online semisal Sulli Deals dan Bulli Bai di India. Dimana kebanyakan wanita Muslimah yang "diperjualbelikan” adalah para aktivis, jurnalis, kaum intelektual dan peneliti. Sekalipun aksi jual beli tersebut tidaklah nyata, tetapi hal tersebut dilakukan para supremasi Hindu untuk merendahkan dan mencemooh kaum Muslimah disana.
Padahal tindakan tidak senonoh para Hindutva India sejatinya tidak akan mungkin terjadi selama Junnah (perisai) kaum Muslim berada di tengah-tengah umat. Karena Khilafah akan menempatkan perlindungan harkat dan martabat perempuan sebagai pilar utama kebijakan negara. Hal ini tertuang secara jelas dalam pasal pertama (Pasal 112) Bagian Sistem Sosial Rancangan Konstitusi Khilafah Hizbut Tahrir yang menyatakan, “Dia (perempuan) adalah kehormatan (‘ird) yang harus dilindungi”. Sistem pemerintahan Islam, Daulah Khilafah Islamiyyah, akan menggunakan sistem politik, pendidikan dan medianya serta setiap fasilitas yang tersedia untuk mempromosikan pandangan penghormatan terhadap perempuan baik Muslim maupun nonmuslim.
Dengan asas akidah Islam, kekhilafahan kedua yang dijanjikan Allah akan menjatuhkan sanksi berat bagi para pelaku kekerasan atau pelecehan terhadap perempuan, termasuk setiap tindakan yang dapat merusak martabat wanita dengan cara apa pun. Ketegasan hukum dalam kekhilafahan Islam termasuk di dalamnya penerapan hukuman mati untuk pembunuhan dan pemerkosaan. Selain itu, negara berkewajiban untuk memiliki sistem peradilan yang efisien dan bebas untuk menangani kejahatan dengan cepat sehingga perempuan dapat mencari keadilan dengan segera dan mudah atas setiap pelanggaran kehormatan atau hak mereka.
Negara juga melarang segala bentuk seksualitas, objektifikasi, eksploitasi dan tindakan merendahkan perempuan, termasuk larangan bagi para wanita untuk terlibat dalam pekerjaan atau pelayanan apapun yang mengeksploitasi kecantikan atau tubuhnya dan merendahkan statusnya. Semua ini adalah sarana untuk mempertahankan kemuliaan perempuan dalam masyarakat, yang melindungi mereka dari bahaya. Pasal 119 Rancangan Konstitusi Khilafah Hizbut Tahrir menyatakan: “Laki-laki dan perempuan tidak boleh melakukan pekerjaan yang membahayakan moral atau menyebabkan korupsi di masyarakat.”
Sistem pendidikan dan peradilan yang berlaku dalam Daulah Khilafah Islamiyah kemudian akan berusaha menghapus segala akar budaya yang merendahkan perempuan atau merampas hak-hak Islam mereka, serta menghilangkan praktik-praktik tradisional yang menindas wanita seperti pernikahan paksa dan pembunuhan demi kehormatan. Ia juga akan melarang masuknya ide, gambar, buku, majalah, atau musik ke dalam masyarakatnya yang merendahkan status perempuan. Tidak hanya itu, sistem pendidikan Islam akan menjunjung kemuliaan yang tinggi bagi perempuan dimana para pria diwajibkan dalam Islam untuk memandang dan memerlakukan wanita dengan hormat atas dasar iman.
Sistem pendidikan Islam pun memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pria dan wanita untuk mendapatkan hak pendidikan secara adil dan merata. Islam bahkan mewajibkan negara untuk menyediakan fasilitas yang tebaik bagi para generasi umat dengan harga terjangkau bahkan cuma-cuma. Tidak hanya itu, negara memberi kemudahan dalam distribusi ilmu melalui pembangunan berbagai macam fasilitas guna mendukung proses pendidikan, seperti pembangunan perpustakaan, lembaga riset ataupun lembaga-lembaga pendidikan tinggi.
Sistem sosial Islam bahkan menempatkan perlindungan martabat perempuan sebagai inti hukumnya dan memainkan peran sentral dalam membangun penghormatan terhadap perempuan sebagai prinsip utama masyarakat. Hukum-hukum sosial Islam kemudian mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan, mengarahkan hubungan seksual ke ruang lingkup pernikahan saja. Dimana hal ini dilakukan guna memastikan bahwa hasrat seksual terpenuhi dengan cara yang benar sesuai tuntutan syara. Semua ini juga serta-merta akan membantu menjaga suasana penghormatan yang besar terhadap perempuan, meminimalkan kekerasan dan kejahatan lain terhadap mereka.
Lebih dari itu, Islam mewajibkan atas laki-laki untuk menjadi wali bagi istri dan anak-anak mereka, mewajibkan mereka untuk menjaga kesejahteraan para wanita dan melindungi istri-istri mereka dari bahaya. Alih-alih posisi yang mendominasi dan memerintah, tanggung jawab besar perwalian (qiwaamah) ini adalah menjaga pasangan atau kerabat perempuan. Islam juga mewajibkan laki-laki untuk memperlakukan istrinya dengan baik. Allah (swt) berfirman, “Dan hiduplah bersama mereka secara terhormat” (QS. An-Nisa: 19). Semua ini tentu akan dapat meminimalkan kekerasan terhadap perempuan dan menjaga kesejahteraan mereka secara menyeluruh.
Selain dari itu, Khilafah akan mengambil langkah-langkah ekstensif untuk menjaga martabat wanita yang menjadi warga negaranya, bahkan sekalipun dengan memobilisasi bala tentaranya melawan kekuatan asing yang mencemarkan atau bahkan mengancam untuk mencemarkan kehormatan wanita. Ini adalah bentuk nyata perlindungan yang diberikan oleh pemerintahan Islam kepada wanita di negaranya dan wanita muslimah secara global. Khilafahlah yang akan menyatukan tanah Muslim, termasuk kekuatan material dan militernya. Ia pula yang akan berdiri sebagai kekuatan yang tangguh di dunia, dengan kekuatan politik, ekonomi dan militer dan persenjataan untuk secara praktis melindungi para wanita Muslim dari penganiayaan dan penindasan oleh negara-negara penjajah, termasuk rezim Modi di India.
Dari sini jelaslah bahwa Khilafah Islamiyah tidak akan pernah tinggal diam atas penindasan dan diskriminasi yang dihadapi saudari-saudari kita di India selatan khususnya dan seluruh dunia Islam pada umumnya. Kekuatan Islam secara pasti akan mengerahkan segala upayanya untuk melindungi hak-hak Muslim dalam menjalankan seluruh perintah Allah Swt. Maka dari itu tidaklah perjuangan penerapan Islam kaffah dan penegakan Khilafah dengan manhaj kenabian adalah satu-satunya jalan untuk menjamin harkat dan derajat para Muslimah di seluruh penjuru dunia.
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Oleh Karina Fitriani Fatimah
(Alumnus of master degree of applied computer science, Albert-Ludwigs-Universität Freiburg, Germany)
0 Komentar