Perilaku korupsi yang menjerat pejabat negeri ini layaknya "penyakit kambuhan" yang sulit disembuhkan. Satu koruptor ditangkap, muncul lagi pelaku baru.
Perangkap korupsi kali ini menjerat orang nomor satu di Kota Bekasi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Walikota Bekasi, RE. RE beserta delapan orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek dan jual beli jabatan di lingkungan Pemerintahan Kota Bekasi (Beritasatu.com, 18/1/2022).
Terkait perkara ini, KPK pun memanggil delapan saksi, termasuk di dalamnya ajudan serta beberapa pejabat daerah sebagai saksi. Pemeriksaan kali ini terkait korupsi pengadaan barang, jasa dan lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Bekasi (SuaraBekaci.id, 19/1/2022).
Lingkaran Korupsi Para Pejabat Negeri
Peristiwa OTT KPK terhadap Wali Kota Bekasi menjadi kado awal.tahun yang sangat pahit bagi penduduk Kota Bekasi di tengah pesatnya pembangunan kota. Sebagai kota yang digadang-gadang sebagai Kota Duta Investasi, tertangkapnya RE semakin mengokohkan persepsi publik bahwa ada permainan kotor di balik megahnya pembangunan infrastruktur kota yang melibatkan para pejabat daerah dan pengusaha.
KPK menemukan aliran dana tak wajar dari delapan orang yang telah ditetapkan srbagai tersangka. Tak tanggung-tanggung, uang sebesar miliaran rupiah mengalir ke pihao RE yang diduga berasal dari kompensasi proyek ganti rugi pembebasan lahan, komitmen fee dari pihak yang lahannya akan diganti rugi serta dana dari pegawai Pemkot sebagai bentuk pemotongan dari posisi jabatan yang diembannya.
OTT KPK kali ini mengingatkan kembali masyarakat Bekasi akan kasus serupa yang menimpa orang nomor satu di Kabupaten Bekasi. Pada tahun 2018, Bupati Bekasi tertangkap tangan oleh lembaga rasywah terkait kasus suap perizinan proyek pembangunan Meikarta di Cikarang. Mengapa hal inI tidak dijdikan sebagai pelajaran?
Sebenarnya, adanya aktifitas OTT yang diaksanakan oleh KPK bertujuan untuk memberikan efek jera kepada masyarakat agar tidak melakukan korupsi. Seperti yang dikatakan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron yang dilansir dari suarabekaci.id (29/1/2022). Namun kenyataannya jauh "panggang dari api", OTT berjalan korupsi tak pernah padam.
Buktinya pada bulan Januari 2022 ini saja KPK telah melakukan OTT terhadap tiga kepala daerah, yaitu Wali Kota Bekasi, Bupati Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur serta Bupati Langkat, Sumatera Utara. Pada bulan November 2021, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menyatakan setidaknya ada 155 kepala daerah dari 514 kabupaten/kota yang terjerat kasus korupsi selama KPK berdiri (Bisnis.com, 16/11/2021). Maka jelaslah Operasi Tangkap Tangan KPK tak memiliki taring tajam untuk memutus gurita korupsi di negeri ini.
Terapkan Sistem Islam, Korupsi Tenggelam
Maraknya kasus korupsi yang dilakukan para pejabat daerah adalah sebuah ironi. Pejabat daerah yang dipilih langsung oleh rakyat dan disumpah untuk mengemban amanah justru malah khianat. Syahwat dunia lebih diminati daripada amaliyah akhirat.
Sistem tambal sulam ala OTT KPK nyata-nyata gagal dalam memberantas korupsi dan mencegah munculnya koruptor baru. Pelaksanaan OTT jika tak dibarengi dengan sanksi tegas dan penerapan sistem yang bersih untuk membina ketakwaan individu calon pejabat.
Islam sebagai agama paripurna memiliki pandangan yang tegas terhadap harta ghulul atau harta yang diperoleh dari para wali, 'amil dan pegawai negara dengan jalan tidak syar'i. Harta-harta ini akan disita oleh negara dan diserahkan kepada baitul maal. Allah Swt. mengingatkan perilaku curang melalui firmannya dalam surah Ali Imran ayat 161: "Barangsiapa berbuat curang, pada hari kiamat ia akan datang membawa hasil kecurangannya"
Segala perilaku suap, apapun bentuknya, sedikit atau banyak, dengan cara apapun harta tersebut diserahkan dan diterima maka hukumnya adalah haram. Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Hurairah Rasulullah saw. bersabda: "Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap di dalam kekuasaan/perintahan"
Untuk pencegahan terhadap korupsi pejabat, Khalifah akan melakukan audit terhadap harta pribadi kepala daerah sebelum menjabat dan dilanjutkan secara berkala hingga akhir masa jabatan. Khalifah Umar bin Khattab ra senantiasa menghitung kekayaan para wali yang diangkatnya di awal masa jabatan, kemudian dihitung kembali saat akhir jabatan. Jika terdapat penambahan harta yang mencurigakan maka akan disita dan diserahkan kepada baitul maal. Bentuk sanksi bagi kepala daerah yang terbukti melakukan tindak korupsi diserahkan sepenuhnya kepada wewenang Khalifah untuk memberikan efek jera bagi pelakunya.
Demikianlah Islam memberikan solusi tuntas A to Z terhadap korupsi, dari pencegahan hingga pemberantasan. Jika ada sistem terbaik yang mampu mengentaskan korupsi secara tuntas, mengapa masih mengambil sistem gagal?
Penulis: Irma Sari Rahayu
0 Komentar