Kebutuhan kaum muslimin akan adanya khilafah tidak bisa ditunda lagi. Sebab problematika yang menimpa umat kian banyak, rumit dan sulit untuk bisa diselesaikan. Tak hanya persoalan ekonomi, sosial budaya atau pun persoalan politik, persoalan kian dangkalnya akidah umat menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan.
Sementara penistaan dan penghinaan kepada ajaran Islam semakin lama semakin banyak yang berani melakukan, disampaikan secara terang-terangan dan dipublish secara umum di berbagai media sosial. Penistaan terhadap ajaran Islam dalam pagelaran wayang yang dilakukan oleh Gus Miftah adalah salah satu contohnya. Ditambah lagi pernyataan menag yang menganalogikan suara azan yang suci dengan gonggongan anjing. Sedihnya umat Islam tak bisa melakukan apa-apa, sekedar untuk membela agamanya, membela Rabbnya. Sungguh ini adalah sebuah kondisi yang sangat memilukan.
Umat Butuh Perisai
Karenanya bersegera menegakkan khilafah yang akan menjadi junnah (perisai) bagi kaum muslimin adalah hal urgen yang tidak bisa ditawar lagi. Rasul saw bersabda:
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)
Imam Al Nawawi mengatakan, imam (pemimpin) bagaikan pelindung, dia akan mencegah musuh-musuh menyerang, dan menjaga manusia yang satu agar tidak menghancurkan manusia yang lain, serta menjaga kemurnian Islam.
Oleh karenanya, tidak wajar kalau seorang pemimpin membiarkan rakyatnya terlilit berbagai kesulitan, baik dalam bidang ekonomi, sosial kemasyarakatan, maupun keamanan. Penguasa tidak boleh membiarkan rakyat miskin dan lapar. Penguasa tidak boleh membiarkan tindak kriminal terjadi. Penguasa tidak boleh membiarkan terjadinya eksploitasi terhadap para buruh. Penguasa juga tidak boleh membiarkan rakyat mengeluh karena sekolah mahal dan biaya kesehatan yang tinggi dan lain sebagainya.
Di sisi lain penguasa harus melindungi rakyat dan agamanya dari berbagai penistaan dan penghinaan. Demikianlah, penguasa memang harus menjadi perisai yang melindungi dan mengayomi rakyatnya dalam segala aspek kehidupan.
Al-Imam Hasan Al-Bashri ketika menjawab pertanyaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz tentang jabatan seorang imam berkata, "Sesungguhnya Allah Swt menjadikan imam yang adil itu untuk meluruskan yang bengkok, membimbing yang zalim, memperbaiki yang rusak, membela yang lemah, dan pelindung yang teraniaya. Dia (seorang imam) seumpama seorang budak yang dipercaya oleh Tuannya (Allah) untuk menjaga dan memelihara harta dan keluarganya, dia tidak akan menghukum dengan hukum jahiliyah, tidak mengikuti orang yang zalim, tidak akan membiarkan orang yang zalim itu berbuat sewenang-wenang terhadap yang lemah, pemegang wasiat anak yatim dan amanat orang miskin, mendidik yang kecil dan mengawasi yang besar."
Dari hadits ini jelaslah tugas seorang imam secara umum adalah memelihara seluruh kemaslahatan rakyat dengan menggunakan petunjuk dan syariat Allah Swt. Rasulullah saw pun telah mencontohkan hal itu semasa menjadi kepala negara di Madinah.
Pemimpin seperti inilah yang diharapkan umat. Pemimpin seperti ini pulalah yang dicetak dalam sistem Islam, yakni pemimpin yang menerapkan aturan Islam secara kafah. Bukan pemimpin yang justru memanfaatkan kekuasaan yang ada di tangannya untuk menindas rakyatnya, seperti menahan-nahan uang JHT yang sejatinya adalah milik rakyat. Bukan pula penguasa yang semena-mena dalam membuat kebijakan, seperti mewajibkan keanggotaan BPJS dalam beberapa pengurusan administrasi kenegaraan. Bukan juga penguasa yang malah melecehkan agamanya sendiri, seperti menyamakan kebisingan akibat azan dengan gonggongan anjing.
Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda:
"Barang siapa yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu tidak menasihati mereka, maka Allah mengharamkannya masuk surga" (HR Bukhari)
Melihat realitasnya saat ini, sungguh umat benar-benar membutuhkan perisai, sebagaimana Nabi memerintahkan agar dengan perisai itu akan mampu melindungi umat ini. Dengan tegaknya imam yang akan menerapkan syariah Allah inilah kebaikan-kebaikan Islam akan dirasakan oleh seluruh umat manusia. Saat itulah Islam akan menjadi rahmatan lil alamin.
Menegakkan Khilafah: Wajib Berjalan Di Atas Sunnah
Para ulama telah sepakat akan kewajiban menegakkan khilafah ini. Bahkan para ulama menyatakan bahwa khilafah merupakan ‘tâj al-furûd (mahkota kewajiban)’. Pasalnya, tanpa khilafah, sebagaimana saat ini, sebagian besar syariah Islam di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, pemerintahan, politik dalam negri, politik luar negeri, hukum (peradilan), dan lain sebagainya akan terabaikan.
Imam Al-Qurtubi dalam kitabnya Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân menegaskan, ‘Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat khalifah) tersebut di kalangan umat dan para imam mazhab, kecuali pendapat yang diriwayatkan dari al-‘Asham (yang tuli terhadap syariah). Dan siapa saja yang berpendapat dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan mazhabnya.’
Oleh karenanya menegakkan khilafah yang disepakati oleh para ulama dan diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya ini wajib pula berjalan di atas metode yang syar’i. Metode ini tidak lain adalah metode yang dicontohkan oleh Rasulullah saw saat menegakkan Daulah Islamiyah di Madinah.
Metode Rasulullah saw dalam upaya menegakkan Daulah Islamiyah terdiri dari beberapa tahapan dakwah yang khas. Secara ringkas, tahapan dakwah yang telah ditempuh Rasulullah saw. tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pembinaan dan Pengkaderan (Marhalah Tatsqif wa Takwin).
Tahapan ini dilakukan Rasulullah saw ketika memulai dakwahnya di Makkah. Pada tahap ini, Rasulullah saw. mendidik dan membina masyarakat dengan akidah dan syariah Islam. Tujuannya agar umat Islam menyadari tugas dan tanggungjawabnya sebagai seorang muslim. Dengan pendidikan dan pembinaan ini, seorang muslim diharapkan memiliki kesadaran bahwa menegakkan syariah Islam dalam bingkai khilafah Islamiyah merupakan kewajiban baginya. Dan berdiam diri serta tidak peduli dengan kondisi saat ini dalam sistem kufur adalah bagian dari kemaksiatan.
Kesadaran ini akan mendorong seorang muslim untuk menjadikan akidah Islam sebagai pandangan hidupnya dan syariah Islam sebagai tolok ukur perbuatannya. Kesadaran ini juga akan mendorong dirinya untuk berjuang menegakkan syariah dan khilafah. Tanpa kesadaran ini, Khilafah Islamiyah tidak pernah akan bisa diwujudkan di tengah-tengah masyarakat.
Hanya saja, kesadaran seperti ini tidak akan mendorong terjadinya perubahan jika hanya dimiliki oleh individu atau sekelompok individu tertentu saja. Kesadaran ini harus dijadikan sebagai “kesadaran umum” melalui aktivitas dakwah yang bersifat terus-menerus. Dari sini maka perjuangan menegakkan syariah dan khilafah harus berwujud amal jama’i.
Dengan kata lain, harus ada gerakan Islam yang ikhlas yang ditujukan untuk membina dan memimpin umat dalam perjuangan agung ini. Oleh karenanya, dalam aktivitas penyadaran ini, mutlak dibutuhkan kehadiran sebuah kelompok politik atau partai politik.
2. Tahap Interaksi dan Perjuangan di Tengah Umat (Marhalah Tafa’ul ma’a al-Ummah).
Tahap berikutnya adalah tahap interaksi dan perjuangan di tengah umat. Individu-individu Islam yang telah terhimpun dalam partai politik Islam yang ikhlas ini harus diterjunkan di tengah-tengah masyarakat untuk meraih kekuasaan dari tangan umat. Hal itu sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah saw bersama para sahabat.
Setelah dianggap cukup dalam menjalankan proses dakwah dalam tahap pembinaan dan pengkaderan, Rasul saw selanjutnya diperintahkan Allah SWT untuk berdakwah secara terang-terangan sebagaimana termaktub dalam QS al-Hijr [15]: 94.
Dalam menjalankan perintah Allah tersebut, Rasulullah saw. dan para sahabat terjun di tengah masyarakat, berinteraksi dengan masyarakat untuk melakukan proses penyadaran umum tentang pentingnya kehidupan yang harus diatur dengan syariah Islam.
Proses akhir dakwah dari tahap kedua ini ditandai dengan pelaksanaan thalabun nushrah (mencari dukungan politik dari ahlun nushrah) kepada para pemimpin kabilah untuk menyerahkan kekuasaannya kepada Rasulullah saw. Puncak dari tahapan ini adalah ketika Rasulullah saw berhasil mendapatkan kekuasaan dari para pemimpin kabilah dari Yastrib (Madinah) melalui Bai’atul Aqobah II.
Dengan demikian, kekuasaan itu hakikatnya hanya bisa diraih jika umat telah rela menyerahkan kekuasaannya kepada kelompok Islam tersebut. Adapun cara untuk meraih kekuasaan dari tangan umat adalah terlebih dulu melakukan proses penyadaran, yaitu menanamkan mafahim (pemahaman), maqayis (standar perbuatan) dan qana’at (keyakinan/kepercayaan) Islam di tengah-tengah mereka; sekaligus memutus hubungan masyarakat dengan mafahim, maqayis dan qana’at kufur dan pelaksananya.
Dengan cara ini, umat akan mencabut dukungannya terhadap sistem kufur dan pelaksananya, lalu menyerahkan kekuasaannya kepada kelompok Islam yang memperjuangkan syariah dan Khilafah tersebut dengan sukarela. Hanya saja, prosesi seperti ini harus melibatkan ahlun-nushrah, yakni orang-orang yang menjadi representasi kekuasaan dan kekuatan umat, agar transformasi menuju Khilafah Islamiyah berjalan dengan mudah.
Atas dasar itu, kelompok Islam tidak boleh mencukupkan diri pada aktivitas membina umat dan membentuk opini umum tentang Islam belaka, tetapi harus menuju kekuasaan secara langsung dengan menggunakan metode yang telah digariskan Rasulullah saw, yakni thalabun-nushrah. Pasalnya, metode thalabun-nushrah inilah jalan syar’i satu-satunya untuk menegakkan Khilafah Islamiyah, bukan dengan metode yang lain.
3. Tahap Penerapan Hukum Islam (Marhalah Tathbiq Ahkamul Islam).
Setelah proses thalabun-nushrah berhasil, tahapan selanjutnya adalah penerapan syariah Islam sebagai hukum dan perundang-undangan bagi masyarakat dan negara secara kafah. Setelah Bai’atul Aqabah II, Rasulullah saw dan para sahabat hijrah ke Madinah. Di Madinah inilah Rasulullah saw dapat memulai penerapan syariah Islam secara kafah dalam institusi negara, yakni Daulah Islamiyah.
Penerapan syariah Islam ini ditandai penerapan syariah Islam untuk pengaturan kehidupan masyarakat baik di dalam negeri, maupun di luar negerinya. Inilah tahap terakhir dari metode penegakan syariah Islam yang dapat diteladani dari perjalanan dakwah Rasulullah saw. Dengan penerapan Islam secara kafah inilah, keagungan Islam akan tampak dalam penerapannya di dalam negeri dan juga akan tampak dari tersebarnya Islam ke seluruh penjuru dunia, untuk menebar rahmat-Nya. Insya Allah.
Penulis: Kamilia Mustadjab
0 Komentar