Menyingkap Penyebab Krisis Air Di Kalitim

 




Air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk yang ada di muka bumi ini. Sebagai salah satu kebutuhan pokok bagi manusia, sudah seharusnya air mudah untuk diperoleh. Namun, apa jadinya, jika air yang menjadi kebutuhan yang urgen sulit untuk diperoleh. Sedangkan manusia dan makhluk yang lainnya tidak akan pernah hidup tanpa kehadiran air disekitar mereka.  Inilah fakta yang terjadi di negeri ini masih banyak beberapa wilayah yang mengalami krisis air, salah satunya dialami oleh  Kalimantan Timur (Kaltim)  yang akan didaulat menjadi Ibu kota Negara Baru.


Untuk mengatasi ketersediaan air bersih di Kaltim, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengucurkan bantuan dana  sebesar Rp 43,7 miliar. Dilansir pada Tempo.co. 9/02/202, Direktur Perusahaan Umum Daerah Air minum Danum Taka, Abdul Rasyid menyatakan pemberian bantuan tersebut untuk peningkatan layanan air bersih di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), yang akan menjadi IKN.


Sebanyak Rp 16,7 miliar untuk rehabilitasi instalasi pengelolaan air sistem penyediaan air minum dan Rp 27 Miliar untuk pembangunan jaringan pipa distribusi air bersih di wilayah Sepaku Kabupaten PPU

Sebelumnya PPU telah membangun proyek bendungan pada tahun 2014. Tujuan bendungan ini untuk mendukung pasokan air baku dan produksi air bersih di wilayah PPU. 


Namun proyek ini dihentikan akibat ketidaktersediaan anggaran, padahal proyek ini telah berjalan 85% dan telah menghabiskan anggaran Rp 179 miliar. Untuk melanjutkan pembangunannya diperlukan tambahan anggaran  Rp 120 miliar. Anggaran tersebut sulit untuk dipenuhi dengan alasan kondisi keuangan yang sedang morat marit ((Kaltim.prokal, 14/02/2022)


Krisis air yang dialami oleh Kaltim merupakan persoalan kronis sudah terjadi sekian lama. Sebagai daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah ruah, ternyata masalah air masih menjadi PR bagi pemerintah daerah tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi daerah yang bermaskot beruang madu ini mengalami krisis air. Hasil kajian Lingkungan Hidup Strategis Ibu Kota Negara (KLHS) mengungkapkan terkait ketersedian air di Kaltim, yang provinsi ini termasuk daerah yang mengalami kemarau panjang pada saat musim panas yang berdampak pada kelangkaan air.


Di sisi lain Manager Kampanye Pangan, Air dan ekosistem Esensial Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Wahyu Perdana menjelaskan,  status Lingkungan hidup Kota Balikpapan yang merupakan kota yang berbatasan langsung IKN tidak memungkinkan menggunakan air tanah. Untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat sangat bergantung pada Waduk Manggar, yang intensitas volume airnya  dipengaruhi oleh hujan yang turun, dan ini pun belum mampu memenuhi kebutuhan air bagi warga. 


Selain itu, faktor penyebab lainnya adalah terjadi penggundulan hutan secara masif, apalagi sejak pembangunan IKN ini hutan Kaltim seluas dua kali Kota Bandung harus dibabat habis. Padahal hutan merupakan salah satu daerah resapan air ketika hujan dan bisa untuk menampung air didalamnya. Penggundulan hutan sebelumnya sudah banyak terjadi untuk dijadikan lokasi penambangan batu bara. Serta kurangnya dana untuk pembangunan infrastruktur untuk dapat mengelola air yang ada  menjadi air bersih dagar dapat digunakan untuk warga.


Persoalan air di Kaltim ini seharusnya bisa diatasi dengan dukungan teknologi yang dukungan infrastruktur yang memadai. Kaltim adalah daerah yang dikeliling oleh laut, air laut tersebut bisa diolah menjadi air bersih yang dapat digunakan oleh masyarakat. Karena perusahaan air minum di Kaltim hanya bergantung pada intensitas air hujan, dan jika kemarau melanda otomatis debit air semakin berkurang dan mengakibatkan krisis air

Namun sayangnya pemerintah pusat mau mengucurkan dana untuk infrastruktur pengelolaan air kala Kaltim akan menjadi IKN. Padahal yang mengalami krisis air bukan hanya Kaltim, masih banyak wilayah di nusantara yang juga mengalami hal yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah abai pada kebutuhan dan kepentingan rakyatnya.


Hal ini diperparah lagi dengan adanya liberalisasi air yang banyak dikuasai oleh korporasi, sehingga air menjadi barang mahal yang sulit untuk dijangkau oleh masyarakat umum. Liberalisasi air bukanlah hal yang baru, karena dalam sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini hukum rimba yang berlaku. Menjadi kesulitan akan air justru menjadi peluang bisnis bagi korporasi dan penguasa pun menjadi pihak yang menjembatani kepentingan para korporasi untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Perusahaan milik korporasi diberi keleluasaan dalam mengeksploitasi alam yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan hilangnya daerah resapan air.


Fakta di atas tidak akan terjadi jika paradigma pengurusan urusan rakyat berlandaskan Islam. Dalam hal ini negara (khilafah) sebagai instritusi berwenang senantiasa fokus untuk memastikan semua kebutuhan rakyatnya terpenuhi, tak terkecuali kebutuhan air. Dalam Islam, air merupakan kepemilikan umum yang dibolehkan untuk dimanfaatkan dan diperoleh dengan cara yang mudah, seperti halnya air danau, sungai dan laut. Rasulullah bersabda,”Kaum muslim berserika dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad).


Untuk itu khilafah tidak akan memberikan celah sedikit pun bagi individu atau swasta untuk menguasai sumber mata air. Hanya negara yang berwenang untuk mengelolanya dan kemudian didistribusikan air bersihnya kepada rakyat. Selain itu, khilafah akan memperbanyak daerah resapan air dan menghentikan pembangunan yang akan mengakibatkan hilangnya daerah resapan air dan dapat merusak lingkungan. Dengan memberikan sanksi yang berat bagi siapa saja yang melakukan penggundulan hutan dengan alasan apapun.


Dan membersihkan daerah aliran sungai, reboisasi dan mendorong masyarakat untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan dan menggunakan air sesuai kadar keperluan. Apabila ada daerah yang mengalami krisis air, dalam hal ini negara akan memotivasi para ilmuwan untuk mencari cara agar wilayah tersebut keluar dari krisis tersebut. Selain itu negara juga akan menyiapkan dana yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur agar setiap warga negara dapat memperoleh air dengan mudah. Dengan mekanisme seperti ini krisis air akan mudah diatasi.


Hal ini telah terwujud dan diterapkan pada masa kekhilafahan Islam. Dimana, kota-kota tertata rapi dan asri dengan sistem manajemen dan pasokan air yang sangat maju. Air mengalir ke berbagai tujuan tanpa menimbulkan bencana. Kebutuhan rakyat akan air pun dapat terpenuhi, begitu pula hutan, lahan, dan kebun terairi dengan sistem irigasi yang baik.


Islam dengan seperangkat aturan yang komprehensif telah terbukti mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan manusia. Impian hidup dalam keberkahan sistem yang sempurna hanya akan terwujud ketika Islam diterapkan secara kafah. Dengan mengganti sistem kapitalis liberal biang kerusakan dengan sistem khilafah agar dapat menciptakan kesejahteraan dan kemaslahatan bagi seluruh alam. Walahualam


Oleh : Siti Rima Sarinah

Posting Komentar

0 Komentar