Apa yang dialami Muskan Khan, berupa perundungan dan tuntutan agar dia melepas hijabnya menunjukkan bahwa fenomena islamophobia di India ini terus meningkat. Sebagaimana dilansir detiknews.com (11/02/22) Muskan Khan dan jutaan perempuan muslim di India mengenakan jilbab dan burka setiap hari, tetapi pilihan itu berubah menjadi kontroversial dalam beberapa pekan terakhir.
Hal itu diawali saat para siswa di sebuah sekolah pra-universitas, setara sekolah menengah, di Distrik Udupi, Karnataka, mulai memprotes larangan jilbab, bulan lalu. Pihak perguruan tinggi mengatakan para siswa bisa mengenakan jilbab di kampus tetapi tidak di dalam kelas. Persoalan ini semakin membesar ketika sekolah-sekolah lain mulai menerapkan larangan serupa dan berhadapan dengan para pendukung kelompok nasionalis Hindu yang melancarkan protes untuk mendukung larangan tersebut.
Apa yang terjadi di India ini adalah bagian dari fenomena islamphobia yang tak kunjung usai. Tak hanya di India, di hampir berbagai belahan dunia yang lain, fenomena ini terus meningkat. Ada yang berpendapat bahwa fenomena ini sebenarnya telah dipicu khususnya oleh teori para ahli, seperti Fukuyama dan Huntington, yang meramalkan Islam akan menjadi musuh bebuyutan Barat.
Realitanya di Barat ataupun di Indonesia, Islamophobia seringkali beririsan dengan isu melawan radikalisme Islam. Intinya pelaku memiliki pandangan bahwa Islam dan muslim sebagai sumber masalah. Jadi mereka yang menganut paham anti radikalisme Islam sering terjebak pada Islamophobia.
Islamophobia makin menguat dan memperoleh tempat dalam paham multikulturalisme yang menjunjung tinggi nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan toleransi sebagai ideologi dunia yang saat ini dominan. Nyatanya sering didapati fakta bahwa perundungan itu dilakukan oleh pihak yang membalut dirinya dengan paham multikulturalisme yang naif ini.
Mereka memandang Islam dan pemeluknya sebagai sumber masalah kekerasan, terorisme, dan intoleransi dengan tolok ukurnya sendiri. Jadi, munculnya islamophobia tidaklah berada dalam ruang hampa. Bagi pihak yang memang pada dasarnya sudah tidak suka kepada Islam, maka islamophobia akan terus tereproduksi.
Islamophobia ini kian meningkat seiring meningkatnya upaya kebangkitan Islam yang kian tampak melalui berbagai simbol-simbol Islam, seperti jilbab, burka, ramainya masjid dan kajian-kajian keislaman, dan sebagainya. Upaya melawan kebangkitan Islam inilah yang akhirnya mengubah wajah islamophobia yang awalnya berkembang secara kultural menjadi islamophobia struktural.
Di Indonesia sendiri pun demikian. Usulan pemetaan masjid oleh pihak kepolisian yang mengundang polemik beberapa waktu yang lalu adalah salah satu contoh bentuk islamophobia struktural. Jadi ada kesan, ke depan islamophobia ini akan terus mengalami politisasi oleh banyak kepentingan sebagaimana halnya fenomena radikalisme Islam. Intinya kebangkitan Islam akan terus direpresi oleh siapapun rezim yang mengidap islamophobia.
Padahal islamophobia sebagai “kecemasan sosial” terhadap Islam dan budaya muslim ini sebagian besar tidak teruji secara empirik. Hanya kecemasan yang tidak real terjadi. Islamophobia membayangkan Islam sebagai ancaman bagi politik, budaya, dan agama, termasuk prinsip-prinsip politik kebebasan, kesetaraan, demokrasi, individualisme, hak asasi manusia, aturan hukum, dan kepemilikan pribadi.
Demikianlah, tindakan represif rezim yang mengidap islamophobia ini akan terus terjadi dan tidak bisa dihentikan dengan hanya kritikan bahkan kecaman sekalipun. Apalagi berharap pada demokrasi dan paham multikulturalisme lainnya yang mengusung ide kebebasan, sebab itu sudah menjadi watak dasar yang mewarnai tindakan orang-orang musyrik terhadap kaum muslim, apalagi ketika mereka sedang berkuasa.
Allah SWT berfirman:
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ ٱلنَّاسِ عَدَٰوَةً لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلْيَهُودَ وَٱلَّذِينَ أَشْرَكُوا۟
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (QS. Al-Maidah: 82).
Jadi, cara satu-satunya untuk bisa menghentikan semua tindakan represif terhadap kaum muslim, baik yang menimpa kaum muslim di India, maupun yang menimpa minoritas muslim Barat dan Eropa, ataupun yang menimpa kaum muslim mayoritas di negeri-negeri Islam, namun hidup di bawah kepemimpian rezim yang mengidap islamophobia yang akan terus menanam kebencian pada Islam, adalah tegaknya Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah.
Sebab dengan tegaknya Khilafah, kaum muslim akan memiliki seorang khalifah yang akan menjadi perisai. Sehingga dengannya, kaum Muslim akan terlindungi. Bahkan dengannya, mereka akan berperang melawan semua bentuk kezaliman. Sekaligus dengan tegaknya khilafah, seluruh dunia akan menyaksikan secara real penerapan syariat Islam secara kaffah secara sempurna. Dengan begitu hilanglah “kecemasan sosial” yang selama ini menghantui mereka. Wallahualam.
Penulis: Kamilia Mustadjab.
0 Komentar