Pengesahan UU IKN Merugikan Rakyat


Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) kini telah resmi disahkan pada 18 Januari 2022 lalu. Resminya UU IKN ini memvalidasi kepindahan Ibukota Negara Indonesia dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Meskipun untuk saat ini Jakarta masih menjadi IKN hingga terbit Keputusan Presiden (Keppres) tentang kepindahan IKN.

Ternyata UU IKN ini menuai berbagai pro dan kontra di tengah masyarakat Indonesia dan tokoh publik. Pihak yang pro terhadap kepindahan IKN, misalnya Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel, menganggap bahwa kepindahan ini dalam rangka pemerataan ekonomi, pendidikan, infrastruktur, dan lainnya bagi kawasan Indonesia Timur. Mereka juga berpendapat bahwa saat ini Jakarta dan Pulau Jawa secara umum sudah terlalu berat menanggung beban sosial dan lingkungan.

Tetapi, perpindahan IKN ini juga menimbulkan penolakan keras di tengah masyarakat dan tokoh publik. Sebab, perpindahan ini dianggap mengabaikan suara dan kepentingan rakyat. Terlebih lagi dana yang digunakan dalam memindahkan IKN ini meraup 53,3% dana dari APBN yang diambil dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Padahal dana PEN ini mencakup juga klister kesehatan, perlindungan sosial, dan penguatan ekonomi.

Sedangkan diketahui bahwa rakyat Indonesia hari ini tengah berjuang mengatasi pandemi Covid-19 yang belum kunjung selesai ditambah dampak ekonomi yang semakin sulit sehingga membutuhkan banyak bantuan dari dana PEN ini. Tapi, nyatanya pemerintah malah memasukkan rencana pembiayan IKN dengan dana PEN yang artinya alokasi anggaran penguatan ekonomi rakyat, perlindungan sosial, dan kesehatan dalam menanggulangi pandemi akan terusik.

Bagaimana rakyat tidak murka? Di tengah kehidupan yang masih sulit di 2022 ini sebab dampak pandemi berkepanjangan, pemerintah malah memasukkan PEN 2022 ini dengan pembangunan awal IKN baru di Kalimantan Timur. Padahal bantuan sosial di tengah masyarakat masih belum merata dan mencukupi. Ditambah lagi pemerintah masih punya banyak utang ke berbagai rumah sakit untuk menangani Covid-19.

Belum lagi jeratan utang yang akan membayangi rakyat Indonesia pasca pembangunan IKN baru ini. Hingga 2021 saja utang Indonesia sudah mencapai Rp6.713,24 triliun yang tentu saja pembayarannya akan ditanggung oleh rakyat melalui pajak. Karena sumber pemasukan terbesar negara ini adalah pajak yang dibayarkan rakyat. Sungguh, pemindahan IKN ini tidak lain hanya akan semakin merugikan dan membebani rakyat.

Jika kita menilik dalam Islam, sumber hukum segala aspek kehidupan, maka kita akan mendapati bahwa dalam Islam rakyat bukanlah pihak yang harus bertanggung jawab dalam membiayai keinginan-keinginan penguasa. Penguasa dalam Islam pun juga bukan pihak yang boleh semena-mena memutuskan suatu kebijakan publik hanya semata pesanan sebagian pihak yang menguntungkan secara materil bagi penguasa dan investasi serta negara pemberi utang.

Islam mengatur bahwa negara dan penguasa adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap pengurusan urusan umat. Baik itu jaminan sosial, biaya kesehatan penanganan pandemi dan selainnya, serta pembangunan ekonomi rakyat apalagi pasca diterpa ujian covid-19 ini. Negara dan penguasa di dalam Islam memiliki tanggung jawab mengutamakan pengurusan rakyat ketimbang pengurusan kepentingan para pemilik modal.

Adapun pembiayaan pengeluaran negara di dalam Islam akan dialokasikan sepenuhnya sebagaimana syariat Islam mengatur. Peruntukan pos pengeluaran negara diatur sepenuhnya oleh Islam dan dijalankan oleh penguasa hanya berdasarkan nash-nash syara’ mengaturnya. Sedangkan pos pemasukan negara dalam Islam tidak membebankan pada penerimaan pajak dari rakyat apalagi utang luar negeri dan investasi asing.

Pos pemasukan negara dalam Islam akan berasal dari kepemilikan umum seperti sumber daya alam yang manfaatnya didistribusikan semata-mata bagi umat. Bukan justru dijual kepada asing sebagaimana hari ini. Juga dari kepemilikan negara yang bersumber dari ghanimah, fai, khumus, kharja, jizyah, usyur, dan pajak (insidental) yang digunakan dalam pembelanjaan negara untuk kebutuhan pemerintahan.

Tentu pengaturan sistem kehidupan dalam Islam ini termasuk negara dan kekuasaan akan jauh dari dorongan keuntungan materi semata. Karena pelaksanaannya didasarkan pada kesadaran bahwa manusia hambanya Allah ta’ala yang bertugas menjalankan seluruh perintah dan menjauhi seluruh larangan Allah ta’ala, baik pada perkara-perkara hukum individual, masyarakat, bahkan bernegara. Wallahualam.[]


Penulis: Syifa Nailah Muazarah


Posting Komentar

0 Komentar