Persoalan Utama Umat Kapitalisme Menuju Ambruknya



#Reportase - “Kerusakannya seperti fenomena gunung es, yang terlihat adalah masalah utang luar negeri, kesenjangan sosial, kekayaan habis dikeruk asing. Padahal sesungguhnya ada masalah yang lebih besar, yaitu kerusakan sistem kemasyarakatan yang merupakan permasalahan struktural dan sistemik” Ungkapan menohok dari Ustadz Agung Wisnu Wardana pada acara Ekspo Rajab, Sabtu (26/02/2022). 


“Cukup sederhana sebenarnya cara membedakan apakah itu permasalahan sistemik atau bukan. “Kalau problem itu jumlahnya sedikit, nggak tersebar luas berarti problem individu, tapi kalau problem itu jumlahnya banyak tersebar luas kemana-mana, maka itu problem sistemik. Tinggal dilihat saja, apakah kemiskinan hari ini terjadi dimana-mana? Apakah kekayaan 70% itu benar-benar terjadi? Apakah lahan diambil segelintir orang ada dimana-mana? Jika semua jawabannya ya, berarti ini problem sistemik, bukan sekedar problem individual”, papar Ustadz Agung Wisnu.


Beliau melanjutkan dengan memberikan statement bahwa semuanya berawal dari diterapkannya sistem demokrasi dan sistem kapitalisme. “Keduanya seperti dua sisi mata uang, tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya, dan semua muncul dari sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan. Sekularisme di bidang ekonomi menghasilkan kapitalisme. Sekularisme di bidang politik menghasilkan demokrasi. Keduanya saling berkelindan, bekerjasama melahirkan sistem rusak yang kini ada ditengah-tengah kita”, imbuhnya


“Dalam demokrasi, kita tahu pemilu membutuhkan dana besar, dari mana uang itu berasal? Dari para kapital tentunya. Dari mereka yang punya modal besar. Nah, para kaum kapital ini membutuhkan eksploitasi sumber daya, maka dia butuh kebebasan. Darimana itu kebebasan? Tidak lain adalah dari demokrasi. Makanya keduanya tidak bisa dipisahkan”, jelas Agung Wisnu. 


“Seorang sosiolog kawakan, Robert W mengatakan bahwa demokrasi itu pasti akan menghasilkan oligarki. Kenapa demikian? Karena demokrasi tidak bisa dipisahkan dari kapitalisme. Jefri Winter dalam bukunya oligarki menyampaikan bahwa demokrasi yang sudah berumur sejak 2050 tahun yang lalu sampai 300 tahun yang lalu itu telah menciptakan apa yang disebut dengan kebebasan (freedom). Dalam konteks ekonomi mereka menyiapkan yang namanya freedom of property, kebebasan memiliki, freedom of investment, kebebasan untuk berinvestasi, tidak hanya itu, ada juga freedom of trade, kebebasan berdagang in all goods and all services, Ini yang terjadi sekarang”, lanjutnya 


Dari hasil pengamatannya, beliau melanjutkan, “Sementara Islam mengalami penindasan secara fisik dimana-mana, bagaimana umat muslim di India harus berjuang sendiri mempertahankan hijabnya. Umat muslim di Palestina sampai hari ini harus meradang atas serangan-serangan Israel. Kaum muslim Uighur, Rohingya dan lain-lain. Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka mengalami kondisi yang tak terperikan sampai hari ini, dan kita tidak bisa berbuat apa-apa kecuali teriak dan demo, tidak bisa lebih dari itu”. 


“Musibah selanjutnya, anak-anak muda hari ini mengalami liberalisasi perilaku, seks bebas dimana-mana, mereka tak peduli kondisi yang ada, setiap valentine day, coklat dan kondom begitu lakunya”, ungkap Agung Wisnu. 


“Mungkin mereka para kapitalis begitu membanggakan kapitalismenya sebagai the end of ideology yang tidak ada tandingnya.  Kata mereka, sejarah berakhir dengan kapitalisme. Tapi Samuel P. Huntington mengatakan “Salah Anda!” karena ada kekuatan baru yang akan membuat anda tidak bisa tidur nyaman, itulah kekuatan Islam. Saya katakan kapitalisme menuju ambruknya”, tegas Agung Wisnu. 


Beliau menjelaskan bahwa pada tahun 1970an mereka berpikir kapitalisme itu bisa bermanfaat untuk banyak orang, maka muncullah stakeholder kapitalism. Untuk kepentingan ini mereka membangun suitenable development goals, agar bisa tersebar, lingkungan semakin baik, sosial ekonomi semakin baik. Tapi apakah bisa terjadi ? Ternyata tidak, kesenjangan semakin kuat. Emisi karbon semakin luas, lingkungan porak poranda. Mereka melayani masyarakat dengan pola baru, namanya public private partnership, agar masyarakat terlayani secara efektif dan efisien, kemudian dilakukan oleh swasta, sementara negara hanya sebagai fasilitator. 

 

Lebih lanjut beliau menjabarkan bahwa semua itu karena sifat alami-nya kapitalisme pasti akan merusak. Mereka ingin bertahan hari ini dengan revolusi indiustri 4.0, mereka ingin memanipulasi opini publik.  Sistemnya sudah rusak, tapi mereka poles agar muncul rezim baru yang bisa dibanggakan oleh rakyatnya, sehingga kapitalisme bisa tetap bertahan. Mereka mempersiapkan elemen-elemen kapitalisme dengan menyerang Islam, membuat islamophobia, islam moderat, radikalism, agar umat Islam tidak muncul, tidak lahir kembali. 


“Tapi saya katakan, kapitalisme menjelang matinya, seperti ayam yang sedang di sembelih, berontak tapi ujuangnya akan mati. Mereka lupa, mereka terlambat. Dulu umat Islam mungkin terjatuh, tapi hari ini anak-anak muda Islam mulai bangkit, mulai berdiri dengan wajah cerah, membangun peradaban baru yang mulia, peradaban Islam, dengan tegaknya Syariah Khilafah sebagai penantang Kapitalisme”, tutup Agung Wisnu. 

 

Reporter : Anita Rachman





Posting Komentar

0 Komentar