Reportase “Kritik Akidah Kapitalisme. ”




Dalam acara diskusi semalam yang membahas mengenai kritik akidah kapitalisme, KH. Rokhmat S. Labib menjelaskan bahwa akidah adalah perkara yang paling mendasar,  sesuatu yang dibenarkan oleh hati dan juga diyakini. Lalu beliau juga mengungkapkan bahwa perkara mendasar tadi (akidah) adalah perkara yang akan menjadi jawaban atas tiga pertanyaan yang sangat mendasar, yaitu darimanakah manusia berasal, untuk apakah manusia hidup di dunia, dan akan kemanakah setelah kehidupan ini? (Kamis, 24/02/22)

Lebih lanjut K.H. Rokhmat S. Labib menjelaskan bahwa jawaban dari tiga pertanyaan mendasar itulah yang akan menentukan keyakinan seseorang.  Jika jawaban dalam tiga pertanyaan tersebut tidak meyakini adanya Tuhan sebagai pencipta dan mereka meyakini bahwa tidak ada kehidupan setelahnya, segala sesuatu berasal dari materi. Maka jelas kiranya bahwa akidah seseorang tersebut adalah atheis.

Jika di lain sisi kita juga menjumpai adanya orang-orang yang meyakini adanya Tuhan, tapi hanya pada wilayah individu saja, seolah-olah Tuhan itu tidak diperbolehkan mengatur urusan-urusan di dunia, bukan untuk ranah publik apalagi negara. Inilah yang disebut sekularisme.   

Sekularisme awalnya muncul sebagai respon terhadap pertentangan antara kaum gereja dengan para pemikir, kaum agamawan dengan atheis di masa kegelapan peradaban barat saat itu. Divmana kaum agamawan di gereja-gereja kerap menjadikan suara Tuhan sebagai alat untuk memperkaya dirinya sendiri. Menjadikan agama sebagai alat untuk menipu dan memperdaya rakyat. Akhirnya diambilah jalan tengah (sekularisme) dalam pertentangan yang terjadi antara kaum agamawan dengan kaum pemikir dan juga kaum atheis.   

Sekularisme inilah kemudian yang melahirkan kapitalisme, sebuah sistem yang saat ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia, termasuk negara yang penduduknya mayoritas penduduknya muslim.  Padahal kerusakan dari akidah ini sangat jelas terlihat, pertama, aturan kehidupan diserahkan sepenuhnya kepada akal dan hawa nafsu manusia. Aturan yang akan berubah-ubah jika dirasakan tidak memberikan manfaat yang diinginkan, dan akhirnya menjadikan manusia sebagai kelinci percobaan. Kedua, bahwa kehidupan manusia hanya berorientasi kepada materi dan kesenangan duniawi. Hal ini menjadikan kehidupan manusia tak ubahnya seperti binatang ternak bahkan lebih sesat. Yang terakhir adalah menentang dan memusuhi agama untuk mengatur kehidupan.

Menjadi wajar jika akhirnya akidah sekularisme ini diambil oleh mereka orang-orang non-muslim karena dalam keyakinan mereka (agama) memang tidak ada pengaturan urusan-urusan dalam kehidupan secara menyeluruh. Tidak ada pengaturan untuk urusan sosial, ekonomi, politik, hukum, pendidikan dan sektor-sektor lainnya. Hingga akhirnya membuat mereka mencari sebuah sistem atau dengan kata lain ideologi yang mampu mengatur untuk urusan-urusan tersebut dan dalam hal ini sistem sekularisme kapitalisme.

K.H. Rokhmat S Labib melanjutkan, “menjadi tidak wajar jika akidah ini diambil oleh seorang muslim, yang notabene akidahnya sudah sangat jelas yaitu Islam. Di dalam Islam semua sudah lengkap, makna syahadat yang menjadi kunci seorang muslim yaitu “Laa Ilahailallah” yang bermakna tidak ada sembahan selain Allah, itu bermakna bahwa tidak ada sembahan selain dari Allah, tidak hanya sebagai Tuhan sebagai Sang Pencipta tetapi juga sebagai Sang Pengatur kehidupan ini. Sehingga tidak pantas dan wajar jika seorang muslim mengadopsi sistem apapun selain dari Islam. Karena di dalam Islam semuanya lengkap, baik Islam sebagai akidah ruhiyah juga sebagai akidah siyasi. Yang artinya di dalam Islam tidak hanya mengatur masalah yang terkait ibadah dan ruhiyah, tetapi juga mengatur masalah yang terkait dengan urusan politik, sosial, ekonomi, hukum, pendidikan, dan semua sektor lainnya. Siapa yang lebih megetahui kondisi seorang manusia selain daripada Penciptanya? Maka kembalikan semua pengaturan kehidupan ini kepada Sang Maha Tahu dan Maha Bijaksana, yaitu Allah Subhanahu wataa’ala”.


Reporter: Elif Shanum

Posting Komentar

0 Komentar