Waspada Liberalisasi Keluarga Di Balik Ide Feminisme




Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Untuk Keadilan (LBH Apik) mengencam ceramah Oki Setiana Dewi (OSD) soal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Menurut LBH Apik ceramah tersebut menyesatkan dan membodohkan masyarakat, yang dinilai justru membuat perempuan korban KDRT semakin tidak berdaya untuk melaporkan penganiayaan terhadapnya.

Direktur LBH Apik Ratna Bantara Munti menegaskan  ada upaya menyembunyikan KDRT dan menganggapnya hanya sebagai aib, justru bertentangan dengan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga (UU PKDRT) Nomor23/2004 (Kompas TV, 04/02/2022)

Tersebarnya video ceramah OSD yang membahas tentang KDRT sontak menjadi viral.  dan menuai pro dan kontra Pasalnya, isi ceramah yang disampaikan OSD seakan-akan membenarkan KDRT dalam rumah tangga. Jum’at 4 Februari 2022, OSD melakukan klarifikasi terkait video ceramahnya sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu. OSD mengungkapkan video yang viral tersebut merupakan video yang sudah terpotong/ tidak utuh. 

Video ceramah OSD yang diviralkan tidak secara utuh, mengandung maksud tersembunyi. Padahal dalam video ceramah OSD dalam durasi panjang tidak menyiratkan bahwa membolehkan KDRT. Ini menunjukkan bahwa video ceramah tersebut sengaja diviralnya untuk maksud dan tujuan tertentu. Dan LBH Apik dengan mengusung UU PKDRT menganggap ceramah tersebut adalah bentuk menormalisasi KDRT dalam keluarga.

UU PKDRT memang dianggap sebagai solusi tuntas untuk menghadapi permasalahan rumah tangga. LBH Apik yang merupakan organisasi yang membawa ide feminis beranggapan bahwa perempuan senantiasa menjadi korban KDRT. Begitu gencarnya para aktifis feminis ini memperjuangkan hak-hak perempuan agar mendapatkan keadilan. Sehingga UU PKDRT pun berhasil disahkan agar tidak ada lagi diskriminasi kepada kaum perempuan.

Hal ini patut diwaspadai, karena sesungguhnya ada aroma liberalisasi yang sedang diaruskan untuk menghancurkan keluarga-keluarga muslim. Karena dalam Islam, sudah sangat jelas tupoksi perempuan dan laki-laki dalam ranah rumah tangga. Perempuan dalam Islam diposisikan sebagai ummu wa rabbatun bait (ibu dan pengurus rumah tangga) yang diamanahkan untuk mengasuh, mendidik dan mengelola rumah tangga serta taat kepada suami.

Peran dan posisi perempuan dalam aturan Islam inilah yang dianggap oleh kaum feminis menjadikan posisi perempuan lemah dihadapan laki-laki dan mengekang hak-hak publik perempuan serta perempuan rentan mendapatkan kekerasan dari implementasi aturan Islam dalam kehidupan. Mereka menyoroti ketaatan perempuan yang notabene adalah seorang istri sebagai bentuk diskriminasi kepada perempuan.

Mereka memandang perempuan dan laki-laki harus memiliki derajat dan sepadan, bukan hanya diruang publik melainkan juga diruang domestik (keluarga). Itulah sebabnya aktifis feminis dibawah Komnas perempuan melakukan berbagai upaya dan program agar perempuan mendapatkan perlindungan dari berbagai tindak kekerasan dan diskriminasi yang tertuang dalam UU PKDRT.  Dan upaya menjadikan perempuan memiliki bargaining posision dihadapan laki-laki (suami), dengan “menarik” para perempuan untuk berpartisipasi aktif diruang publik sama halnya dengan kaum laki-laki.

Cara berfikir kaum feminis seperti di atas menunjukkan kekacauan berfikir dan kesembronoan mereka. Sebab ada kontradiksi yang sangat jelas antara tuntutan adanya UU yang melindungi perempuan dan tuntutan untuk membebaskan perempuan. Ada kontradiksi antara himbauan untuk menghormati perempuan, namun disisi lain ada pembiaran terhadap perkembangan industri hiburan yang banyak menjadikan perempuan sebagai bahan eksploitasi.

Kontradiksi ini merupakan ciri khas ideologi kapitalis liberal yang sangat mendewakan nilai-nilai kebebasan individu dan mengabaikan dampak buruk terhadap masyarakat. Oleh karena itu, aturan yang berasal dari ideologi yang menihilkan peran agama dari kehidupan yang hanya bersifat tambal sulam. Sehingga solusi yang sistem ini tawarkan tidak akan pernah menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya. Selama sistem kapitalis liberal masih bertahta persoalan kekerasan pada perempuan tidak kunjung usai.

Berbeda halnya dengan Islam, yang memposisikan laki-laki dan perempuan dihadapan syariat adalah sama. Yaitu mereka adalah hamba Allah yang wajib taat dan patuh terhadap aturan dan larangan dari sang penciptanya. Yang memnbedakan diantara mereka adalah dari sisi ketakwaan dan keimanannya semata bukan faktor jenis kelamin.

Dalam Islam memandang perempuan sebagai mitra yang sejajar dengan laki-laki dan kehidupan domestik dan publik. Rasulullah bersabda,’Perempuan adalah saudara kandung para lelaki”. Di dalam rumah tangga mereka seperti dua orang sahabat yang saling support kebutuhan masing-masing dan bekerjasama dalam mendidik generasi. Dalam kehidupan publik mereka adalah mitra sejajar dalam memajukan masyarakat.

Dalam Islam tidak dibenarkan menjadikan perempuan sebagai bahan eksploitasi dengan alasan apapun. Karena Islam sangat memuliakan dan menjaga posisi perempuan dengan seperangkat aturatnya yang komprehensif. Pandangan ini diedukasi dalam pendidikan keluarga oleh orang tua dan juga di sekolah formal termasuk pendidikan non formal di masyarakat. Dengan itu akan terbentuk pandangan yang khas masyarakat Islam dalam memandang laki-laki dan perempuan serta menjaga interaksinya dalam rangka untuk melestarikan jenis manusia.

Dalam Islam juga memposisikan perempuan sebagai pihak yang mendapatkan nafkah dari suami/ walinya, bukan menjadi tulang punggung ekonomi seperti halnya yang terjadi dalam sistem kapitalis liberal. Menjamin kebutuhan fiansial perempuan  melalui nafkah yang diberikan oleh wali/suaminya. Sehingga ia dapat menjalankan secara sempurna tugas utamanya dalam mendidik dan menjaga generasi.

Negara (khilafah) dalam hal ini memiliki peran yang paling penting dalam menjaga dan memastikan agar perekonomian setiap individu rakyatnya. Yaitu dengan memfasilitasi  dengan membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi kaum laki-laki untuk bisa bekerja dan menafkahi keluarganya dengan cara yang layak dan ma’ruf. Karena masalah ekonomi rentan menjadi pemicu munculnya  persoalan didalam rumah tangga. 

Demikianlah mekanisme Islam dalam menjaga keutuhan keluarga. Perempuan tidak membutuhkan pandangan feminisme liberal untuk melindungi dan memperjuangkan ha-hak mereka. Aturan Islam yang maha lengkap dari sang pencipta manusia telah memberikan aturan yang rinci untuk menjaga dan memuliakan perempuan jauh sebelum manusia diciptakan di muka bumi ini.

Oleh karena itu, kaum muslim harus waspada dari berbagai ide-ide yang merusak yang menyusup dan menjadikan keluarga –keluarga muslim sebagai sasarannya. Karena yang menjadi tujuan mereka adalah menohok hukum syariat Allah dengan menawarkan racun berbalut madu agar diadopsi oleh keluarga-keluarga muslim. Untuk itu, tetaplah berpegang pada tali agama Allah, karena Allah telah berjanji akan memenangkan agama ini walaupun mereka (orang-orang kafir) tidak menyukainya.

Tidak ada jalan lain yang harus dilakukan oleh kaum muslim kecuali mengembalikan Islam sebagai aturan kehidupan dengan senantiasa mengemban dakwah dan terus melakukan proses penyadaran kepada umat agar tidak termakan oleh rayuan manis mereka melalui ide-ide liberal yang menyesatkan. Wallahualam

Oleh  : Siti Rima Sarinah

Posting Komentar

0 Komentar