Anggota BPJS, Syarat Wajib Dokumen Layanan Publik : Lagi, Kebijakan Tak Merakyat



Runutan dari Lahirnya Kartu BPJS

Entah mengapa di negeri tercinta ini pada tiap kebijakan yang telah ditetapkan kadang mengalami perubahan dari berbagai sisi. Seperti yang terjadi pada kebijakan kartu BPJS. Pada awalnya di tahun 2004 pemeritah mengeluarkan UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). 

Di tahun 2011 pemerintah menetapkan UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kemudian menunjuk PT ASKES sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan di bidang kesehatan. Sehingga PT ASKES berubah menjadi BPJS kesehatan. 

Dalam UU BPJS pasal 14 menyebutkan, “Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial”. Hal ini pada 2012 lalu menyebabkan gelombang protes dari kalangan buruh. 

Kemudian di masa pandemi di tahun 2020 lalu, besaran iuran BPJS mengalami kenaikan. Dilansir oleh Kontan.co.id bahwa koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan, “Pemerintah sudah kehabisan akal dan nalar sehingga dengan seenaknya menaikkan iuran tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat. Padahal di pasal 38 di perpres ini menyatakan kenaikan iuran harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat” (12/5/2020).

Akibatnya banyak masyarakat sangat keberatan untuk membayarnya. Ani (49), seorang ART di bilangan Tangsel mengaku kesulitan membayar iuran BPJS. Dengan jumlah keluarga yang banyak dan suami yang buruh kasar, ia memutuskan untuk tidak lagi membayar iuran kesehatan tersebut.

Kebijakan Berubah

Kemudian saat ini peraturan dirubah lagi, kartu BPJS menjadi syarat wajib terlaksananya layanan publik. Ada tujuh layanan publik yang mensyaratkan bukti kepesertaan BPJS kesehatan, yaitu jual beli tanah, pengurusan SIM, STNK dan SKCK, daftar haji dan umroh, pengajuan Kredit Usaha Rakyat, pengajuan izin usaha, petani penerima program kementrian, terakhir nelayan penerima program kementrian (Kompas.tv 20/2/2022).

Perubahan kebijakan tersebut sesuai dengan Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Kesehatan Nasional. Dilansir dari BBC.com bahwa sebanyak tiga puluh kementerian dan lembaga diminta untuk melakukan percepatan terhadap rekrutmen peserta BPJS kesehatan (21/2/2022).

Sampai dengan 2022, usaha perekrutan anggota BPJS tersebut telah mencapai 86% atau sekitar 230 juta jiwa. Sehingga ada sekitar 14% lainnya yang belum mendaftar menjadi peserta. Melihat hal itu, koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar tidak mempemasalahkan aturan tersebut, namun ia menuntut agar ada peningkatan pelayanan bagi masyarakat. 

Berbeda dengan Timboel, anggota DPR RI Komisi IX, Kurniasih Mufidayati mengatakan bahwa aturan baru tentang kartu BPJS tersebut menambah beban masyarakat. Ia katakan bahwa peraturan tersebut berdampak pada proses administrasi banyak hal, sehingga menyulitkan masyarakat untuk mengakses layanan publik (BBC.com 21/2/2022).

Begitupula pengamat kebijakan publik dari Universitas Airlangga, Gitadi Tegas menyatakan bahwa kebijakan tentang kartu BPJS ini tidak bijak yang justru membebani masyarakat (Detik.com 23/2/2022). Walaupun ia katakan kebijakan ini sah dilakukan sesuai dengan inpres nomor 1 tahun 2022, namun perlu melihat bagaimana kondisi masyarakat. 

Ia juga mengatakan bahwa pemerintah cenderung tergesa-gesa. Ia menebak ada agenda tersembunyi yang hendak diraih dan menduga bahwa penerapan kebijakan ini mengejar dana BPJS yang masih menunggak. Ia menyarankan bahwa sebaiknya pemerintah jujur saja dengan rakyat tentang kondisi real yang terjadi, “Jangan sampai lagi-lagi rakyat yang menjadi korban”, sambungnya.

Kesehatan Kebutuhan Pokok Rakyat

Kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan pokok rakyat, sehingga pemerintah mengupayakan kebutuhan tersebut dengan optimal. Sampai saat ini, kesehatan merupakan barang mahal yang sulit disentuh bagi rakyat kecil. Dengan adanya pandemi, kesehatan makin sulit untuk dijangkau. 

Sehingga wajar apabila masih banyak rakyat yang belum mengikuti program BPJS ini atau malah mengundurkan diri. Karena bagi mereka, ongkos untuk mengisi perut merupakan hal yang lebih utama daripada menabung untuk entah kapan akan bisa dituai hasilnya. Apalagi masuk tahun 2022 banyak kebutuhan pokok naik, sudah barang tentu hal ini menjadi prioritas di saat pemasukan bulanan masih belum pasti.

Kebijakan baru pemerintah yang mengharuskan menyertakan bukti menjadi peserta aktif dalam banyak layanan publik, terkesan memaksa rakyat seluruhnya untuk terus membayar BPJS yang iurannya juga tidak murah. Di saat yang sama pemerintah telah mengeluarkan banyak uang untuk kepentingan segelintir orang. 

Chusnul Mariyah, pengamat politik UI menyatakan dalam ‘Perempuan Bicara’ di Chanel TVone menyatakan bahwa kesehatan masyarakat merupakan tanggung jawab pemerintah. “Kita sudah menjadi ‘Fail State’ (negara yang gagal) dalam mengurus rakyatnya, mengapa justru mengadakan proyek mercusuar seperti kereta cepat ataupun IKN, bukan malah berkonsenterasi pada kesehatan rakyat?” (25/2/2022). 

Kedua, Chusnul berharap bahwa pemerintah bisa transparan dalam menjalankan pemeritahannya. “Dalam memenuhi kebutuhan kesehatan, bukan hanya mengambil dari rakyat, karena hal ini merupakan kewajiban negara” imbuhnya.

Islam, yang Allah turunkan dalam bentuk seperangkat aturan pada manusia, telah memberitahukan sejak ribuan tahun lalu, bahwa pemeritah bertugas untuk mengayomi urusan rakyat termasuk kesehatan. negara tidak boleh membebani rakyatnya untuk membayar layanan kesehatan.

Dalam Muqoddimah Ad dustur, al Allamah ust Taqiyuddin An Nabhany menyatakan bahwa Rasulullah sebagai kepala negara, telah menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma. Hal itu Rasul lakukan dengan mengirimkan dokter untuk rakyatnya yang sedang sakit tanpa dipungut biaya. 

Pengadaan layanan, sarana dan prasarana kesehatan wajib senantiasa diupayakan oleh negara bagi seluruh rakyat. Karena jikat pengadaan layanan kesehaatan itu tidak ada, maka mengakibatkan terjadinya bahaya (dharar) yang mengancam jiwa rakyat. 

Oleh karenanya negara wajib untuk mengalokasikan anggaran belanjanya untuk kebutuhan kesehatan bagi seluruh rakyatnya. pemerintah juga tidak boleh melalaikan kewajiabannya pada rakyatnya.  

Sesuai sabda Rasulullah,”Pemimpin adalah pengatur rakyat dan dia bertangung jawab atas rakyatnya” (HR Bukhori dan Muslim). Sehingga, kebijakan penguasa yang memberatkan rakyat ini jelas tidak sesuai dengan bagaimana seharusnya kewajiban penguasa. 

Wallahu alam

Oleh Ruruh Hapsari






Posting Komentar

0 Komentar