Ironi Kapitalisme; 600 Ribu Lebih Mahasiswa Putus Kuliah, Biaya MotoGp Setara Beasiswa 200 Ribu Mahasiswa


Berdasarkan penelusuran kumparan, dana yang digelontorkan negara untuk MotoGP Mandalika setara dengan alokasi anggaran Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) yang pada 2021 sebesar Rp 2,5 triliun. (kumparan.com, 19/03/2022).

Sementara itu kemendikbud.go.id merilis data statistik pendidikan tinggi tahun 2020, sebanyak 602.208 mahasiswa mengalami putus kuliah. Perguruan Tinggi Swasta menyumbang angka tertinggi yaitu 478.826 mahasiswa.  

Kepala Lembaga Beasiswa Baznas Sri Nurhidayah mengatakan pada tahun sebelumnya angka putus kuliah sekitar 18 persen. Kemudian di masa pandemi ini naik mencapai 50 persen. Kondisi ini tidak lepas dari bertambahnya penduduk miskin akibat dampak ekonomi, sosial, dan kesehatan dari pandemi Covid-19. (Jawapos.com/16/08/2021)

Masih dari Jawapos.com, berbeda dengan Sri Nurhidayah, Plt Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbud Nizam menyampaikan angka putus kuliah setiap tahun memang banyak, tapi tidak hanya disebabkan karena ekonomi atau pandemi Covid-19.

Memang akhirnya pandemi covid-19 cukup keras menghantam semua sektor termasuk pendidikan. Namun, sudah menjadi rahasia umum bagaimana potret pendidikan negeri ini, dari jauh sebelum pandemi. Yang paling mencolok adalah faktor pemerataan. Antara desa dan kota terlihat banyak ketimpangan, mulai dari fasilitas penunjang seperti kuantitas dan kualitas gedung sekolah, akses jalan hingga kelengkapan alat dan bahan pembelajaran. Bahkan masalah kesejahteraan para pendidiknya menjadi pekerjaan rumah yang tak kunjung tuntas.

Jika anggaran dana pendidikan masih kurang, mengapa negara justru menggelontorkan uang yang tidak sedikit demi penyelenggaraan ajang balap motor. Termasuk proyek-proyek raksasa lainnya yang banyak dikritisi karena dinilai tidak memberi dampak langsung kepada masyarakat bahkan hanya menguntungkan segelintir golongan. Apalagi sebagian pembiayaannya didapatkan dari utang luar negeri, yang tentu memunculkan banyak konsekuensi.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim penyelanggaran MotoGP membawa dampak positif pada sektor perekonomian. Mulai dari penyerapan tenaga kerja, UMKM hingga bisnis penginapan selama ajang MotoGP berlangsung. (Kumparan.com, 19/03/2022). Senada dengan Menkeu, Kementerian Pariwisata melalui Rizki Handayani Mustafa menyampaikan, tujuan dibangunnya sirkuit Mandalika adalah untuk menunjang Sport Tourism atau wisata berbasis olahraga. Selain itu menurut Riski ajang ini akan menjadi “wajah” Indonesia dalam menyelenggarakan acara berskala internasional. (Tribunnews.com, 20/03/2022).

Seberapa besar dan luaskah dampak positif yang didapatkan dari pembangunan sirkuit Mandalika? Apakah setelah event berakhir kondisinya masih akan sama? Permasalahan ekonomi bangsa yang komplek bahkan sistemik, mampukan diselesaikan dengan solusi parsial dan sifatnya sementara? Di setiap wilayah negeri ini masing-masing menyimpan cerita kemiskinannya sendiri-sendiri, bahkan di kota sebesar Jakarta. Disatu sisi gedung tinggi dan rumah mewah begitu menyilaukan mata, disisi lain ada yang tidak memiliki rumah hingga terpaksa tidur dan hidup di atas gerobak. Sebagian masyarakat berlebih dalam makanan, sebagian lainnya harus memegang perut menahan lapar. Bukankah hidup sejahtera adalah hak setiap jiwa?

Kemudian katanya agar negeri ini mendapatkan pengakuan dunia (Barat), tapi dengan mengikuti pakem mereka, karena tidak memiliki pakem sendiri, maka sejatinya itu hanyalah pengakuan semu. Apa yang menurut mata dunia (Barat) baik akan dikejar meskipun dengan memaksakan kemampuan, ibarat pepatah “biar tekor asal kesohor”. Jika demikian masih kuatkah kedaulatan negara ketika segala sesuatunya harus mengikuti standar orang lain atau negara lain, dalam hal ini Barat?

Apa sebenarnya skala prioritas para pemimpin negeri ini?. Selain ekonomi, apakah pendidikan juga menjadi prioritas utama? Karena sesungguhnya lembaga pendidikan adalah wasilah (sarana) yang akan melahirkan generasi penerus, penentu masa depan bangsa. Bisa dibayangkan bagaimana jika negeri ini berada di tangan yang tidak tepat dampak dari sistem pendidikan yang salah.

Di dalam Islam, pendidikan adalah salah satu dari 6 kebutuhan pokok warga negara yang wajib ditanggung oleh negara. Negara akan memberikan pendidikan dari tingkat dasar hingga menengah secara gratis termasuk kepada warga non muslim. Untuk tingkat pendidikan tinggi yang menyangkut kebutuhan vital, misalnya kedokteran atau pertambangan, maka negara akan menyediakannya. Sementara itu, di bidang-bidang lain yang tidak terlalu vital, misalnya sastra atau seni, negara akan mengusahakannya sesuai kemampuan keuangan negara.

Berbeda dengan hari ini, masyarakat menanggung sendiri beban biaya untuk menyekolahkan anak-anaknya. Kesenjanganpun muncul, dimana hanya masyarakat kaya yang bisa menikmati pendidikan dengan kualitas terbaik dari berbagai segi.

Lambat laun tertanamlah pemahaman di tengah masyarakat bahwa materi menjadi sesuatu yang berharga, karena tanpanya siapapun tidak bisa berbuat banyak. Maka ketika sekolahpun tujuannya agar bisa bekerja dan mendapatkan uang. Uang bukan segalanya tapi segala sesuatu butuh uang, dalihnya. Prinsip ini sudah merata dan mengakar pada setiap individu, masyarakat hingga negara. Orientasinya tidak pernah jauh dari motif ekonomi, bagaimana menghasilkan lebih banyak materi dan lebih banyak lagi.

Segala sesuatu butuh uang adalah cirikhas kapitalisme. Sistem yang memang menuhankan materi. Selama mendatangkan uang atau keuntungan, maka akan terus dikejar, termasuk menjadi tuan rumah ajang MotoGp. Meskipun masih perlu dipertanyakan lagi keuntungan untuk siapa. Karena bagi rakyat biasa tentu lebih membutuhkan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan tercukupi dari pada menyaksikan balapan motor. Apalagi fakta menunjukkan setengah juta lebih mahasiswa mengalami putus kuliah. Sementara ijazah kelulusan masih menjadi kartu sakti untuk bisa mencari pekerjaan di negeri ini.

Inilah ironi dari sistem kapitalisme. Memaksakan diri mengeluarkan sejumlah materi demi mendapat materi dan pengakuan manusia, dengan mengabaikan penilaian Tuhan Sang Pencipta Alam dalam menjalankan perannya mengurusi rakyat.

Di dalam sistem pemerintahan Islam ada pembangunan infrastruktur, ada pengembangan pariwisata, ada langkah-langkah percepatan ekonomi, ada peningkatan taraf pendidikan, namun kesemuanya dilakukan bukan semata untuk meraih keuntungan atau materi apalagi pengakuan manusia. Melainkan dalam rangka ketaatan kepada Allah SWT menjalankan peran negara yang bertanggungjawab penuh mengurusi urusan rakyatnya, menjamin hajat hidupnya dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum syarak. Islampun menawarkan solusi yang fundamental dan menyeluruh, bukan parsial bahkan serabutan ala kapitalisme.


Penulis: Anita Rachman

Posting Komentar

0 Komentar