Nestapa tanpa Khilafah lebih dari seabad dalam perhitungan kalender Hijriyah (101 tahun) atau 98 tahun dalam perhitungan kalender Masehi, dunia Islam kehilangan institusi pelaksananya. Pada 28 Rajab 1342 H atau 3 Maret 1924 M, malapetaka menimpa umat ini, Daulah Islamiyah/ Kekhilafahan Islam yang terakhir (Dinasti Ustmani) diruntuhkan hingga ke akarnya. Kejayaan peradaban Islam selama berabad-abad itu pun tumbang karena sebuah penghianatan. Penghianatan dari segelintir orang di dalam daulah yang haus akan kekuasaan, mereka menjadi agen kaum penjajah.
Dunia Islam tanpa khilafah, tanpa suatu institusi penegak syariah, beginilah jadinya, duka nestapa menyelimuti umat ini. Negeri-negeri muslim terpecah-belah, sebagian hukum-hukum Al-Quran dan sunnah tercampakkan, umat muslim dibuat menjadi lupa akan identitasnya, sebagian lagi di antaranya banyak terbunuh oleh penjajah, dan banyak problematika di berbagai lini kehidupan lainnya.
Tidak hanya masalah krusial yang menjadi penunjang kehidupan, seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, politik, dan lainnya, tetapi masalah paling mendasar pun seperti aqidah, pola pikir, pemahaman, cara pandang telah menjadi polemik yang tak berkesudahan.
Tidak bisa dipungkiri, khususnya di Indonesia saat ini, masih banyak umat muslim yang tidak tahu akan identitasnya, aqidah Islam hanya sekedar atribut, tidak tahu makna dan konsep keimanan itu sendiri. Di samping itu, sebagian lagi disibukkan dengan masalah khilafiyah, hingga saling bermusuhan, saling menjatuhkan, timbul perpecahan, umat menjadi terkotak-kotak. Sementara itu sendi kehidupan yang mengurusi hajat hidup orang banyak, telah dikuasai musuh-musuh Islam dan agen-agennya.
Hal tersebut tidak lain merupakan salah satu strategi musuh Islam, yaitu dengan menggunakan ghazwul fikri (perang pemikiran), menghancurkan Islam dengan menghancurkan generasi muda, menghancurkan akhlak, mengadu domba sesama muslim, memutarbalikkan sejarah, menerapkan ideologi-ideologi yang tampilannya berasaskan manfaat dan disukai namun hakikatnya bertentangan dengan ajaran Islam (orientalisme,
pluralism, feminisme, sekularisme, liberalisme, kaptalisme, utilitarianisme, positivisme, dan lainnya). Tidak ayal, penguasa muslim dibutakan oleh propaganda asing dan umat muslim sendiri menjadi jauh dari ajaran Islam.
Di satu sisi, generasi umat ini tenggelam dalam hedonisme, menumpuk materi, bersikap apatis, tidak peduli terhadap sesama, sibuk dengan urusan sendiri. Di sisi lain, banyak umat muslim di negeri minoritas atau pun di negerinya yang terjajah, terusir dari tanah kelahirannya, disiksa, dibunuh, dirampas hak-haknya, dan malapetaka lainnya.
Inilah wajah dunia saat ini, akhir zaman, di mana institusi penegak syariah tiada. Hitam menjadi putih, putih menjadi hitam, halal haram tidak bisa dibedakan lagi, kebaikan dan keburukan terbolik-balik, moral, akhlak, bahkan aqidah seperti tak bernilai lagi.
Racun Kapitalisme
Kapitalisme, liberalisme, sekulerisme, demokrasi, dan sejenisnya adalah pemahaman/ pemikiran yang diadopsi dari para pemikir kufur barat, yang tentu saja sangat berlawanan dengan ajaran Islam. Pemahaman ini telah lama masuk menyusup ke dalam kaum muslim sejak sebelum kekhilafahan runtuh. Setelah kekhilafahan runtuh, konsep inilah yang dipakai dan menjadi kiblat pemikiran hingga saat ini. Ibarat madu yang diminum manis tanpa diketahui bahwa ia beracun.
Racun kapitalisme, sekulerime, dan turunannya itu telah mendarah daging dan mengakar ke sendi-sendi kehidupan masyarakat, membentuk masyarakat kapitalis. Semua yang ada di pikiran mayoritas masyarakat adalah bernilai materi, dan bahkan ada yang rela menggadaikan aqidah. Naudzubillah wa nastaghfirullah ...
Generasi muda saat ini hanya sibuk dengan cara bagaimana segala sesuatu itu bisa menghasilkan uang/ bernilai materi. Di sisi lain para pembelajar tidak dikuatkan dengan imtaq, hanya iptek saja, dan ujung dari sistem pendidikan kapitalis sekuler ini adalah bersaing memperoleh materi.
Adapula yang lainnya fokus belajar memperdalam ilmu agama, tetapi hanya dibatasi sebatas ranah ibadah mahdah saja. Jika ada yang mengkritisi atau memperdalam metode Islam yang menyangkut institusi kenegaraan, maka akan dicap sebagai radikal dan harus disingkirkan. Semua ini terjadi tentu saja karena racun sistem kapitalis sekulerisme, dan tidak adanya institusi penegak syariah, kekhilafahan daulah Islamiyah.
Kembali ke Islam
Islam adalah rahmatanlilalamin, memiliki solusi komplit tentang problematika umat. Namun, sayangnya sebagian besar umat ini belum mau menerima. Mereka takut merasa terkekang oleh aturan syariah, mencampurkannya dengan isu intoleransi. Sebagian lainnya menafikan kesempurnaan Islam dengan hanya melihat sejarah-sejarah kelam di masa kekhilafahan tanpa melihat sejarah kejayaannya. Padahal sudah jelas di dalam QS. Al-Maidah ayat 3, Allah berfirman:
... Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.
Pertikaian atau pun perbedaan pendapat sudah ada sejak lama, terutama sepeninggal baginda Rasulullah SAW, baik di masa khulafaurrasyidin maupun masa-masa kekhilafahan setelahnya. Akan tetapi, selama pondasi dasar aqidah yang kokoh dan adanya institusi penegak syariah, hal tersebut bisa diatasi.
Pergantian dinasti akibat pertikaian beberapa pihak hanyalah istilah berganti kepemimpinan, namun sistemnya sama, yaitu syariat Islam, dan terbukti selama berabad-abad di bawah naungan daulah Islamiyah, masyarakat daulah terjamin hak-haknya, baik yang muslim maupun non muslim.
Musuh-musuh Islam tidak ingin Islam berjaya kembali, sehingga dibuatlah propaganda-propaganda yang menyudutkan sistem Islam dan institusi pelaksananya. Selain itu, perbedaan pola pikir, pemahaman di tubuh muslim itu sendiri sering membuat blunder bagi tujuan baiknya. Seperti contoh, penegakan kembali khilafah dengan cara kekerasan dan tidak memahamkan konsepnya kepada umat, sehingga umat muslim sendiri menjadi takut.
Hal ini semua adalah pekerjaan bersama untuk kita sesama muslim. Di saat seperti sekarang, tekanan di berbagai lini, perekonomian, pendidikan, media, teknologi, sosial, politik, pertahanan, dan lainnya berada di genggaman penjajah (musuh-musuh Islam), kita harus saling mendukung, dan terus berjuang bersama menegakkan syariah.
Saat ini musuh-musuh Islam berada di puncaknya, namun semua itu ada batasnya. Sistem-sistem kufur itu perlahan akan segera hancur. Nestapa tanpa kekhilafahan, berbagai racun dari perang pemikiran, umat muslim dunia yang termarginalkan, tangisan dan darah saudara kita akan segera berakhir, dan kita harus bersiap menyongsong kembalinya kejayaan Islam.
Bagaimana caranya? Tentu saja kita harus banyak belajar, berupaya memahamkan pemikiran Islam ke umat ini, mengokohkan aqidah, kembali ke Al Quran dan sunnah, membuka wawasan mereka dengan mengambil pelajaran dari sejarah kegemilangan daulah Islamiyah. Semua itu memang harus dilakukan dengan keikhlasan dan kesabaran hingga waktu yang Allah tetapkan untuk kembalinya daulah Islamiyah. Berjuang bersama dalam dakwah dan berdakwah bersama dalam perjuangan.
Penulis: Nurfala Ghomi Sari
0 Komentar