Juara 2: 101 Tahun Tanpa Khilafah, Perempuan Kehilangan Marwah


Pada masa jahiliyah, kaum perempuan begitu dihinakan, dibenci dan tidak mendapatkan haknya. Mereka begitu malu bila mendapat kabar istrinya melahirkan bayi perempuan, sehingga mereka menguburnya hidup-hidup. Pada masa itu pula perempuan tidak pernah mendapatkan hak waris. Ketika suaminya meninggal seorang perempuan harus menunggu selama satu tahun penuh untuk bisa menikah lagi, bahkan ia bisa diwariskan secara paksa. Atau ketika suaminya menjatuhkan talak, maka laki-laki itu akan menghalangi mantan istrinya untuk menikah lagi sampai perempuan tersebut mampu menebus seluruh nafkah yang telah ia terima. Di masa itu pula perempuan tidak pernah mendapatkan wasiat kebaikan. Bahkan seorang suami sangat buruk dalam memperlakukan istrinya.

Lalu Islam datang mengangkat derajat kaum perempuan. Islam melarang pembunuhan terhadap bayi-bayi perempuan (QS. An Nahl:58-59). Islam memberikan hak waris terhadap perempuan (QS. An Nisa: 7). Islam meringankan masa iddah perempuan yang ditinggal mati suaminya menjadi empat bulan sepuluh hari (QS. Al Baqarah:234). Islam melarang mewariskan perempuan secara paksa (QS.An Nisa: 19). Islam melarang seorang laki-laki meminta kembali nafkah yang telah ia beri terhadap perempuan yang sudah ia ceraikan (QS. An Nisa: 19). Islam mewasiatkan perempuan ke jalan kebaikan dan memerintahkan para suami agar memperlakukan istrinya dengan baik. (QS. An Nisa: 19).

Begitu pula syariat Islam yang diturunkan kepada kaum perempuan, seperti perintah menundukkan  pandangan (QS. An Nur:31), perintah memakai jilbab (QS. Al Ahzab:59), larangan tabarruj dan anjuran untuk tetap di rumah bila tidak ada alasan syar'i (QS. Al Ahzab:33). Semua itu bertujuan untuk menjaga dan memuliakan perempuan.

Islam juga mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan. Islam melarang ikhtilat (bercampur baur laki-laki dan perempuan) (QS. Al Ahzab: 53) dan khalwat. Islam melarang mendekati zina (QS. Al Israa: 32) bahkan memberikan sanksi tegas bagi pelaku zina yaitu hukum cambuk dan rajam (QS. An Nur: 2). Islam mensyariatkan menikah agar laki-laki dan perempuan bisa hidup bersama dan membina rumah tangga. Islam juga mengatur hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Semua itu bukan untuk mengekang perempuan, tetapi untuk menjaga dan melindungi kehormatan perempuan. Agar perempuan tidak menjadi fitnah bagi laki-laki.

Namun, semua itu hanya bisa terealisasi apabila syariat Islam diterapkan secara keseluruhan dalam sebuah naungan Khilafah. Khilafah menjamin martabat, keamanan, hak-hak syar'i perempuan. Khalifah menjadi junnah yang melindungi kaum perempuan. Sejarah mencatat bagaimana heroiknya seorang Khalifah Al Mu'tashim billah dalam membela kehormatan seorang muslimah.

Alkisah, ada seorang budak muslimah yang dilecehkan oleh orang Romawi dari Bani Hasyim saat sedang berbelanja di pasar. Baju bagian bawahnya dikaitkan ke paku, hingga tersingkaplah sebagian auratnya saat ia berdiri. Lalu wanita tersebut berteriak, "Waa Mu'tashimah?" Yang artinya, dimana engkau Mu'tashim (tolonglah aku!). Kemudian berita ini sampai kepada khalifah, maka khalifah membawa puluhan ribu bala tentaranya untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki). Pertempuran dimenangkan oleh kaum muslimin dan kota Ammuriah pun takluk.

Namun setelah Khilafah runtuh 101 tahun yang lalu, perempuan kehilangan marwah. Tiada lagi junnah yang melindungi dan menjaga kehormatan perempuan. Sehingga dengan mudah kaum laki-laki melecehkan bahkan merampas kehormatan perempuan. Hal ini terjadi berulang kali di berbagai belahan negeri karena tidak ada sanksi tegas bagi para pelaku kejahatan seksual yang dilakukan kepada perempuan.

Kini di tengah derasnya arus globalisasi, perempuan seolah berada di persimpangan zaman. Ketika perempuan memilih meninggalkan nilai-nilai Islam, maka ia semakin kehilangan martabat dan harkatnya sebagai seorang perempuan. Ide-ide kebebasan dan kesetaraan gender yang digaungkan oleh kaum kafir, bertujuan untuk merusak perempuan. Karena perempuan adalah tonggak suatu peradaban. Bila perempuan rusak maka hancurlah keluarga dan generasi muslim. Ada sebuah narasi percakapan Iblis dengan anak buahnya: "Jika kau ingin merusak sebuah keluarga, maka rusaklah dulu ibunya!"

Oleh karena itu, mereka gencar melakukan propaganda atas nama hak asasi manusia dan emansipasi wanita, agar perempuan muslimah menanggalkan jilbabnya dan sibuk bekerja, sehingga meninggalkan perannya sebagai ummun wa rabbatul bait dan madrasatul ula bagi anak-anaknya. Sekarang mereka berhasil, banyak perempuan setengah telanjang mengumbar auratnya. Bahkan banyak perempuan yang lebih memilih karirnya daripada mengurus rumah dan anak-anaknya."Ah, wanita, ibu segala bangsa! Tatkala engkau mulai enggan mengemban amanah, dimana lagi kebaikan harus bermuara?" (Putra Gara).

Kapitalisme menjadikan perempuan sebagai komoditi bisnis yang tak pernah habis.  Kemiskinan yang tersistemis telah mengubah perempuan dari tulang rusuk menjadi tulang punggung. Bahkan demi materi banyak perempuan yang rela menjual harga dirinya. Akibatnya rusaklah peradaban manusia. Kawin cerai menjadi fenomena, seks bebas merajalela, kejahatan terhadap perempuan meningkat tajam. Anak-anak kehilangan kasih sayang hingga narkoba dan tawuran menjadi pelarian. Miris.

Lalu bagaimana cara memperbaiki keadaan dan tatanan masyarakat yang rusak? Caranya adalah dengan kembali kepada kehidupan Islam. Berjuang menegakkan Khilafah agar syariat Islam dapat diterapkan di seluruh lini kehidupan. Agar ada khalifah yang menjadi junnah dan melindungi martabat perempuan. Bila perempuan berada sesuai koridor Islam, maka kebaikan akan datang. Keluarga akan menjadi sakinah mawaddah wa rahmah. Anak-anak menjadi shalih dan shalihah. Baru terciptalah peradaban yang mulia. []


Penulis: Rosmita
Aktivis Dakwah

Posting Komentar

0 Komentar