Kabupaten Bekasi menerima penghargaan dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia (BKPM) pada Rabu, 16 Februari 2022 sebagai peraih peringkat 1 Nasional Realisasi Investasi sebesar 43,27 Triliun Rupiah pada tahun 2021.
Hal tersebut sudah pasti sangat membanggakan bagi pihak-pihak yang bersangkutan dengan prestasi tersebut. Tapi bukan berarti berita ini juga membahagiakan rakyat Bekasi, karena masih banyak yang nasibnya belum terangkat akibat kemiskinan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan di Kabupaten Bekasi pada Maret 2021 adalah sebesar 5,21%, jumlahnya masih lebih besar dibanding wilayah terdekatnya yaitu Kota Bekasi yang angka kemiskinannya sebesar 4, 74%. (katadata.co.id, 21 Desember 2021)
Menurut Kepala Disnaker Kabupaten Bekasi, angka pengangguran berada di angka 11,9% atau sekitar 220.000 orang. (Medcom.id, 7 Oktober 2021)
Tentu saja, data di atas menunjukkan bahwa angka kesejahteraan di kabupaten Bekasi masih jauh dari maksimal, meskipun wilayah ini mengalami kemajuan di bidang investasi.
Kondisi yang kotradiktif seperti ini, mengundang pertanyaan: bagaimana bisa, wilayah yang dianggap berhasil dalam hal investasi yang berarti pendapatan daerah tersebut meningkat, tapi ternyata rakyatnya masih banyak yang sengsara hidupnya?
Seperti yang dialami oleh masyarakat kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi yang sudah menjadi 'langganan' banjir rob dan abrasi. Mereka sudah bertahun-tahun merasakan kekhawatiran akan hilangnya tempat tinggal mereka akibat digerus terus menerus oleh abrasi pantai. Untuk pindah keluar dari wilayah tersebutpun mereka tidak mampu, karena sebagian besar dari mereka adalah keluarga nelayan miskin. Bertahun-tahun mereka mengalami hal ini, tapi nasib mereka tetap begitu-begitu saja, tanpa mendapatkan solusi tuntas.
Ini juga yang menjadi pertanyaan dari ketua FKPMB (Forum Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat Bekasi) Erwin Mailudin. Beliau mempertanyakan tidak adanya perubahan kesejahteraan rakyat Muara Gembong, padahal wilayah ini selalu menjadi salah satu wilayah yang paling sering mendapat kunjungan dari pejabat daerah maupun pusat. (singkapnews.com, 7 September 2020)
Kesejahteraan rakyat bagai mimpi di siang bolong adalah fakta yang tidak bisa ditutup-tutupi lagi di era Kapitalisme ini. Kekayaan hanya bisa dirasakan oleh segelintir orang saja, sedang sebagian besarnya hanya gigit jari saja. Hal yang miris, mudah sekali diakses, seperti kasus yang terakhir yaitu barisan panjang ibu-ibu pengantri minyak goreng yang saat ini langka di Indonesia. Padahal Indonesia adalah penghasil terbesar kedua dunia dari CPO (Crude Palm Oil), bahan utama minyak goreng. Mengherankan, bukan?
Berbeda dengan Kapitalisme yang lebih mengedepankan faktor keuntungan yang diperoleh negara, sehingga seringkali malah merugikan kepentingan rakyatnya, sistem Islam meletakkan kepentingan rakyat adalah hal utama yang harus diupayakan penguasa negara, dalam hal ini adalah Khalifah. Kesejahteraan dan keamanan rakyatnya adalah tanggungjawab seorang Khalifah.
Rasulullah saw. bersabda:
فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya.
(HR Bukhari)
Pertanggungjawaban Khalifah atas rakyatnya tersebut akan dituntut di hadapan Allah SWT di Hari Perhitungan kelak. Yang akan menentukan dimana letak dirinya di akhirat kelak, di Sorga atau di Neraka.
Rasulullah saw. bersabda:
مَا مِنْ أَمِيرٍ يَلِى أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ لاَ يَجْهَدُ لَهُمْ وَيَنْصَحُ إِلاَّ لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمُ الْجَنَّةَ
Tidaklah seorang pemimpin mengurusi urusan kaum Muslim, kemudian tidak bersungguh-sungguh untuk mengurusi mereka dan tidak menasihati mereka, kecuali dia tidak akan masuk sorga bersama mereka.
(HR Muslim)
Bagi seorang pemimpin yang shalih, peringatan ini akan sangat membekas di hatinya, sehingga akan terus berhati-hati atas kepemimpinannya.
Rasulullah Saw bersabda:
“Demi Allah, tidaklah dunia di bandingkan akhirat kecuali seperti seseorang dari kalian mencelupkan jarinya ke laut, maka lihatlah apa yang tersisa di jarinya jika ia keluarkan dari laut?”
(HR. Muslim).
Seorang pemimpin sejati, tidak akan pernah memilih gemerlap kehidupan dunia, karena ia tahu, hal itu hanya sementara. Ia akan memilih kehidupan yang membahagiakan kelak di akhirat, karena itulah kehidupan kekal yang harus diperjuangkan saat di dunia. Amanah Allah SWT berupa rakyat yang harus ia pimpin adalah tanggungjawab besar yang sedikitpun tak boleh diabaikan.
Ibnu Qutaibah (w. 276H) mengutip perkataan Kaab al-Akhbar rahimahumalLah: “Perumpamaan antara Islam, kekuasaan dan rakyat adalah laksana tenda besar, tiang dan tali pengikat serta pasaknya. Tenda besarnya adalah Islam. Tiangnya adalah kekuasaan. Tali pengikat dan pasaknya adalah rakyat. Satu bagian tidak akan baik tanpa bagian yang lainnya.”
Jadi, agar tercipta negeri yang aman dan sejahtera maka antara Pemimpin dan rakyatnya harus saling menguatkan dengan berpegangan pada ideologi yang sama yaitu Islam.
Begitulah Islam, Ia adalah agama yang mengatur segala-galanya tanpa terlewatkan satupun, baik urusan individu sampai kenegaraan, karena Ia berasal dari Sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT, Sang Pemilik manusia, alam dan kehidupan ini.
Sudah saatnya bumi ini kembali diatur dengan Hukum-hukum-Nya dengan upaya yang wajib dilakukan secara masif, dengan mendakwahkan kewajiban penegakan Khilafah Islamiyah, yang akan menjaga seluruh umat manusia, baik muslim maupun non muslim.
Wallahu'alam bish-showwab
Oleh Eki Efrilia Adijanti
0 Komentar