Kerja Sama Militer Dalam Islam



Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Prabowo Subianto, bertemu dengan Menteri Pertahanan Yunani, Nicolaos Panagiotopoulos, Jumat 11 Maret 2021 di Yunani. Dalam kunjungan resminya ke Yunani, Menhan RI membicarakan peningkatan kerja sama bilateral di bidang pertahanan. (www.cnbcindonesia.com)

Menhan Yunani membuka adanya potensi kerja sama yang tinggi antara Kementerian Pertahanan Indonesia dan Industri Pertahanan Yunani. Bahkan keduanya telah membahas cara untuk mengembangkan sinergi yang saling menguntungkan.

Sebelumnya, pada akhir tahun lalu, Indonesia menerima kunjungan Dubes Yunani, Apostolos Baltas,  bersama Dubes RI Untuk Athena, Yunani, Bebeb A.K. Nugraha Djundjunan. Kunjungan ini diterima oleh Wakil Menteri Pertahanan M. Herindra, di Kementerian Pertahanan (Kemhan).

Maksud dari kunjungan tersebut  adalah peningkatan kerja sama pertahanan antara Indonesia dengan Yunani yang selama ini berlangsung dengan baik dan dinamis. Dikutip dari laman resmi Kemenhan RI, sejumlah agenda pembicaraan dibahas pada pertemuan itu, diantaranya kerja sama pertukaran Perwira, Taruna sampai Tingkat Sekolah Staf dan Komando (Sesko).

Hubungan Diplomatik antara Republik Indonesia dengan Yunani secara resmi dimulai sejak Tahun 1958. Kedua negara telah memiliki kesepakatan kerja sama pertahanan berupa Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani pada 3 November 2016 dan menjadi dasar membangun kerja sama pertahanan kedua negara.

Hubungan kerja sama dalam bidang pertahanan antara Indonesia dengan Yunani telah terjalin lama. Sebaiknya, Indonesia sebagai negeri dengan penduduk mayoritas beragama Islam meninjau bagaimana hukum Islam mengenai hal tersebut. Apakah dalam Islam kerja sama seperti ini diperbolehkan? Atau sebaliknya, diharamkan?

Kerja sama militer adalah kesepakatan-kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian antara dua atau lebih negara dalam bidang militer. Kerja sama militer terkadang berupa pakta militer.

Menurut Iyad Hilal dalam buku Perjanjian-Perjanjian Internasional dalam Islam, pakta militer adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau lebih, yang mengharuskan mereka berperang bersama jika salah satu negara diserang, atau membela diri, atau keduanya sekaligus. Intinya negara-negara yang terlibat dalam perjanjian tadi harus saling membantu ketika salah satu negara menghadapi situasi perang.

Terkadang perang benar-benar terjadi karena ada kondisi yang mengharuskannya. Kadang-kadang terbatas hanya pada perundingan-perundingan dan kontak-kontak saja antara masing-masing pihak untuk menentukan apakah akan terjadi perang atau tidak, sesuai dengan kepentingan masing-masing pihak. Semua ini sesuai dengan kesepakatan yang dibuat. Pakta militer yang terkenal adalah NATO (Pakta Militer Atlantik Utara) yang dikomandoi oleh negara Paman Sam. Pakta ini dulu dibentuk untuk melawan negara Uni Soviet. Uni Soviet meresponnya dengan membentuk Pakta Warsawa bersama negara-negara Eropa Timur pada tahun 1955.

Dalam kerja sama militer jenis bantuan itu bisa berupa ; 1.  pertukaran informasi, strategi, pelatihan militer, peralatan perang, dsb. Kedua, kerja sama menyeluruh. Kerja sama yang kedua terjadi biasanya ketika salah satu negara yang melakukan perjanjian sedang menghadapi peperangan.

Dalam kerja sama menyeluruh terdapat 2 kerja sama yang dilakukan. Pertama, kadang seluruh negara yang terikat perjanjian diwajibkan untuk membantu negara yang telah diserang oleh musuhnya. Bantuan bisa berupa mengirimkan pasukan, meminjamkan peralatan militer, atau memberikan bantuan lainnya.

Kedua, kadang tidak semua negara yang terlibat dalam perjanjian membantu secara langsung negara yang diserang. Tetapi mereka akan bermusyawarah, apakah akan turut mengumumkan perang kepada negara agresor atau tidak. Keputusan untuk memerangi negara yang menyerang salah satu negara yang terlibat perjanjian diambil berdasarkan kepentingan negara masing-masing. Hanya saja, memang tetap ada kewajiban bagi semua negara yang terlibat dalam perjanjian membantu secara militer kepada salah satu negara yang terlibat dalam perjanjian tersebut jika mengalami peperangan.

Pada dasarnya kerja sama jenis ini bertentangan dengan hukum Islam. Karena hal ini menyeret kaum muslim meminta bantuan kepada negara-negara kafir di bawah bendera mereka, atau menjadikan kaum muslim berperang di samping orang-orang kafir. Keadaan diharamkan menurut syariat Islam berdasarkan dalil-dalil yang melarangnya.

Sabda Rasulullah saw., “Janganlah meminta bantuan api kaum musyrikin”. (HR. Ahmad dan Nasa’i) Bentuk pengambilan kesimpulan dari hadis tersebut adalah Rasulullah saw. telah melarang menjadikan api kaum musyrikin untuk menerangi kaum Muslim. Api adalah kinayah dari perang. Hadis di atas menunjukan keharaman meminta bantuan kepada orang kafir dan berperang di bawah bendera mereka.

Jika ada negara kafir yang masuk Islam tetapi dia tetap berperang dengan bendera negaranya yang terdahulu maka bekerja sama dengan mereka pun tetap diharamkan. Sebagaimana  yang dilakukan oleh Rasulullah saw. ketika menolak tawaran bekerja sama dalam perang oleh Bani Qainuqa, Kabilah Abdullah bin Salam.

Pada awalnya mereka belum masuk Islam. Maka Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya kami tidak meminta bantuan orang-orang musyrik”. Lalu, mereka pun masuk Islam. Tetapi, Rasulullah saw. tetap menolak meminta bantuan kepada mereka karena kedatangan mereka sebagai sekelompok orang yang membawa bendera terpisah. Jadi tidak boleh meminta bantuan kepada mereka karena sifat tersebut.

Disini jelas jika negara berperang di bawah bendera kafir (posisi negara lemah) itu haram. Jika sama kuatnya pun itu juga diharamkan. Karena itu akan melahirkan bahaya bagi negara. Ada sebuah kaidah syara yang menyatakan “tidak boleh mendatangkan bahaya dan membahayakan”.  Salah satu contohnya ketika Daulah Khilafah Ustmaniyah berperang bersama Jerman di Perang Dunia 1. Ketika mengalami kekalahan maka Daulah Khilafah pun juga harus ikut menanggung konsekuensinya.

Adapun jika meminta bantuan orang kafir sebagai individu dan dia berperang di bawah bendera Islam maka hal itu diperbolehkan. Rasulullah saw. telah menerima bantuan dari Qazman pada waktu perang Uhud dan kepada Shafwan bin Umayyah sebelum dia masuk Islam.

Inilah hukum Islam terkait kerja sama militer dengan negara lain. Hukum ini tidak akan diterapkan oleh negara dengan dasar sekularisme kapitalis seperti saat ini. Hukum tentang kerja sama militer hanya akan bisa tegak jika sistem pemerintahan negara adalah Khilafah alias negara Islam.


Penulis: Rini Sarah

Posting Komentar

0 Komentar