"Kesaktian" Pawang Hujan Mandalika, Ritual Syirik Berbalut Kearifan Budaya?




#TelaahUtama - Pawang hujan Rara Istiani Wulandari yang beraksi pada MotoGP Mandalika 2022 di Sirkuit Internasional Mandalika, Lombok Tengah, Jumat (18/3/2022) viral dan menjadi sorotan. Aksi itu menjadi perbincangan di kalangan warganet hingga menjadi trending topic di Twitter.


Dalam video yang banyak tersebar di jejaring media sosial. Rara membawa sebuah mangkuk berwarna emas dan dupa untuk memulai aksinya memberhentikan hujan yang sedari siang mengguyur sirkuit Mandalika. Rara juga terlihat memutar-mutar tongkat kecil di atas cawannya sambil membacakan mantra yang berusaha membuat cuaca di Sirkuit Mandalika membaik. 


Memalukan


Aksi Rara mengusir hujan keliling Sirkuit Mandalika hingga ditonton para pembalap MotoGP itu pun menuai pro dan kontra. Walaupun ada sebagian kalangan yang memuji, Namun banyak pula yang menghujatnya karena aksinya dianggap memalukan. Juga dinilai kuno dan telah mencoreng nama Indonesia di ajang MotoGP.


Sontak, hal itu pun membuat kata "memalukan" masuk dalam trending topic Twitter secara bersamaan. "Diharapkan bisa mengharumkan NAMA INDONESIA Eh justru endingnya MEMALUKAN jadi bahan ledekan," cuit salah seorang warganet.


Selain memalukan, aksi Rara mengusir dan mencegah hujan di Sirkuit Mandalika itu pun ramai dihujat masyarakat karena terkait dengan aktivitas syirik. Bahkan, banyak warganet yang menyuruhnya bertaubat.


"Tadinya pengen dukung perhelatan Motogp, berhubung ada konten klenik kayak gini jadi malu sendiri," tulis warganet sembari mengunggah video pawang hujan yang beraksi di sirkuit. "Sedang menunjukkan atraksi kebodohan kepada dunia. Memalukan! Syirik!," tulis akun Twitter lain.


Pencitraan


Patut diduga pula aksi tersebut pun dimanfaatkan untuk pencitraan. Karena terbukti, aksi ini dipuji oleh akun resmi MotoGP melalui cuitannya pada Minggu (20/3/2022) sebelum balapan berlangsung. Selain itu, media asing pun ikut meliput aksi tersebut.


Oleh media asing, pawang hujan MotoGP Mandalika tersebut dinilai berhasil dalam membantu meredakan hujan di Pertamina Mandalika International Street Circuit. Media asing berbahasa Jerman SpeedWeek pada Minggu (20/3/2022) yang juga melakukan pemberitaan. Kemudian media asing lainnya adalah Mundo Deportivo yang berbahasa Spanyol.


Tentu saja dengan pemberitaan aksi ini di mancanegara, akan berpengaruh pada viral dan naiknya citra Indonesia di dunia. Namun, Ketika motifnya untuk pencitraan, maka rakyat bukanlah menjadi prioritas yang sesungguhnya. Terlebih lagi, negeri ini tak peduli tentang apakah aspek untuk menaikkan citra ini baik atau buruk. Apalagi jika melihat dari sudut pandang agama Islam yang menjadi mayoritas negara ini, yaitu standar halal dan haramnya perbuatan itu.


Haram


Jika berkaca pada ajaran Islam, mempercayai pawang hujan hukum haram. Hal itu diutarakan oleh seorang pendakwah Ustaz Khalid Basalamah melalui akun twitter @eshatehsyah.  "Pawang hujan itu dukun atau penyihir. Taro telur di belakang rumah, taro keris supaya tidak hujan itu jin yang jaga," ucap Ustaz Khalid Basalamah. 


Ustaz Khalid Basalamah lantas menegaskan bahwa dalam Islam hukumnya haram bagi seseorang yang menggunakan jasa pawang hujan.  "Pawang hujan itu dukun nggak boleh dipercaya haram dalam Islam. Walau pun mereka pakai bacaan-bacaan Al-Quran jangan percaya," papar Ustaz Khalid Basalamah. 


Buya Yahya dan Ustadz Abdul Somad (UAS) pun mengutarakan pandangan Islam yakni menggunakan jasa pawang hujan dilarang dalam Islam dan hukumnya haram alias syirik. Padahal, Rasulullah sudah mengajarkan cara agar hujan tidak merusak. Cerita berawal ketika di zaman Rasulullah hujan deras turun tak berhenti-henti. Umat Islam yang hampir putus asa karena air mengakibatkan stok makanan busuk dan akses jalan terputus mendapatkan berita gembira dari Rasulullah.


Rasulullah mengajarkan umat Islam berdoa kepada Allah untuk memohon agar hujan tidak merusak.


اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَ


Artinya: Ya Allah, turunkan lah hujan di sekitar kami, bukan yang untuk merusak kami. Ya Allah, turukan lah hujan ke dataran tinggi, sebagian anak bukit, perut lembah, dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan. (HR Bukhari dan Muslim).


Dalam Surah Hud ayat 44 dijelaskan menurunkan hujan dan menahannya adalah kuasa Allah sehingga tidak ada keraguan di dalamnya. Atas izin Allah SWT hujan berhenti sehingga kaum yang ikut Nabi Nuh AS selamat, sedangkan golongan kafir tewas tenggelam.


وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ ۖ وَقِيلَ بُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ


Artinya: Dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim."


Menantang Allah Swt


Berdoa agar hujan tak turun lagi karena dikhawatirkan akan memunculkan bencana tentu sangat berbeda konteksnya dengan ritual pawang hujan yang menggunakan jampi-jampi. Dengan bacaan Al-Qur'an atau berbahasa Arab sekalipun, namun tidak ditujukan kepada Allah Swt atau bukan meneladani Rasulullah saw. melainkan meminta pertolongan jin, maka Allah Swt akan murka.


Inilah keanehan yang terjadi di negara mayoritas muslim ini. Pandangan para ulama yang memiliki ilmu dalam agama ini hanya dipandang angin lalu. Ibarat masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Tak akan pernah didengar. Bahkan Kemenag pun lumpuh atau mandul dalam menyikapi kemaksiatan ini. Dengan alasan ritual-ritual syirik ini ialah wujud dari memelihara kearifan lokal. 


Wajar ini terjadi, karena negara ini menganut sistem sekularisme yang memisahkan kehidupan dari asuhan agama. Oleh sebab itu, jika kita adalah kaum muslim yang ingin taat kepada Allah Swt dan ingin menjadi manusia takwa, patut untuk meninggalkan sistem sekuler ini. Karena sistem ini akan selalu meniscayakan lahirnya watak-watak manusia yang menantang dan acuh terhadap segala aturan-Nya. Wallahualam.



Oleh Novita Sari Gunawan



 

Posting Komentar

0 Komentar