Logo Halal Yang Menuai Kecaman, Keresahan Umat Tak Dihiraukan

 



Tak henti-hentinya Kemenag menuai kontroversi di tengah masyarakat. Logo halal lama yang dikeluarkan MUI kini justru diganti dengan logo baru yang diganti  BPJPH dari pemerintah. Akibat pengggunaan logo baru ini nyatanya telah menuai polemik. Ada yang pro dan kontra terhadap pengambilalihan sertifikasi halal ini. Karena sebagaimana kita pahami selama ini sertifikasi halal dikeluarkan oleh MUI sebagai lembaga yang berkewenangan dan layak untuk mengurusi urusan tersebut. 


Namun ditengah polemik bergantinya logo yang baru, pihak yang pro seperti Deni Siregar ikut berkomentar. Dia berharap bahwa sesudah Kemenag mengambil alih sertifikasi halal dari MUI, gak ada lagi label halal yang aneh-aneh seperti di cat, kulkas, dan makanan kucing, ungkap Deni. Penetapan itu dibarengi dengan perilisan logo baru halal yang berlaku secara nasional sejak 1 Maret 2022. (Populis.id, 13/3/2022).


Namun sejak dikeluarkan logo baru halal tersebut tak henti-hentinya baik masyarakat, tokoh, anggota dewan hingga ulama pun berkomentar. Hal ini disebabkan banyak keanehan dengan logo halal yang baru sementara negara-negara lain tulisan halalnya sangat jelas. Ada yang berkomentar mirip gunungan dalam pewayangan. Bahkan  logo baru itu tidak terbaca halal, tapi halaaka yang berarti malapetaka. "Kalau halaaka artinya itu malapetaka dan ini masuk penistaan," kata Ketua Law Enforcement Watch (LEW) Hudy Yusuf,  (JPNN,14/3/2022). 


Kontroversi logo halal ditengah masyarakat kian memanas. Kenapa?  karena selama ini masyarakat merasa sudah merasa nyaman dan pas dengan logo lama yang sangat jelas. Selain itu lembaga yang mengeluarkannya pun insya Allah orang-orang yang memang kompeten dibidangnya. Selain itu pula, penetapan halal pada berbagai produk telah memberikan ketenangan hati bagi  kaum muslim. Seorang muslim akan senantiasa berhati-hati saat mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk yang tersebar di masyarakat. 


Semenjak disahkannya UU Ciptaker nyatanya telah berdampak ke semua lini. Digantinya logo halal sarat akan unsur kepentingan yang berorientasi materi. Bagaimana tidak ketika logo halal itu diganti dunia usaha harus siap menggelontorkan uang kembali untuk mengganti dengan logo baru. Hal ini pula yang disasar, terlebih selama ini unsur kepentingan  pemanfaatan  umat Islam. 


Perlu dikritisi juga jangan sampai logo halal diganti justru menambah beban rakyat. Bahkan logo halal yang dibuat sejatinya jangan sampai menghilangkan substansi halal produknyanya. Umat Islam memang selalu menjadi korban dari kepemimpinan sistem sekularisme. Penetapan logo halal yang baru membuat umat ini mengalami kebimbangan. Apakah dengan digantikan logo baru ini memberi jaminan kehalalan produk bagi konsumen atau hanya sebuah kepentingan semata. 


Di negara yang menerapkan sistem kapitalisme bukanlah kenyamanan, kejelasan logo halal tetapi unsur materi yang dituju. Tak heran jika kemudian di negara yang mayoritas muslim ini produk yang haram pun kian marak bahkan yang terkesan samar pun bertebaran. Tak bisa dibayangkan jika kemudian penggantian logo halal ini jika tidak dimbangi dengan jaminan kehalalan produk tentu akan berakibat fatal bagi muslim.


Maka wajar jika kemudian polemik penggantian label membuat kegaduhan dan kebingungan di masyarakat. Bahkan ada yang menduga unsur penistaan agama jika dilihat dari kata yang tertera. 


Jaminan Kehalalan Produk Di Sistem Khilafah


Sistem Islam sebagai sistem yang paripurna telah mampu membuktikan kepada masyarakat dunia bahwa rasa aman, nyaman dalam menggunakan suatu produk. Bagi seorang muslim wajib terikat dengan hukum syarak saat menggunakan suatu benda ataupun dalam melakukan aktivitasnya. Kehalalan menjadi sebuah prinsip hidup yang tidak bisa ditawar-tawar. "Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al Baqarah: 168). Hukum memakan makanan halal juga merujuk pada Al Quran surat Al-Baqarah ayat 172.


Jaminan kehalalan dalam berbagai produk yang tersebar di masyarakat buah hasil dari kepemimpinan yang tegas, adil dan amanah. Bagi seorang khalifah pemberian rasa aman dan tenang dalam menikmati sebuah produk sebagai rasa tanggung jawab kepada rakyat. Semua ini karena memahami setiap amanah  diminta pertanggungjawaban kelak di akhirat. 


Dalam sistem khilafah akan mengawasi produk dari mulai bahan mentah, proses produksi, distribusi hingga sampai ke konsumen. Produk yang diketahui haram akan ditarik agar tidak menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat itu sendiri.


Jika ada produsen yang nakal akan ditindak tegas semisal memalsukan logo produk, penimbunan produk dan tindakan yang haram lainnya akan diberikan sanksi hukum tanpa pandang bulu. 


Walhasil dalam sistem tidak akan ada lagi keraguan, polemik label karena setiap pribadi muslimnya sudah dibekali ketakwaan. Masyarakat pun akan senantiasa membantu mengawasi manakala ada produk yang diduga syubhat. Sementara negara memiliki peran lebih besar memberi jaminan kehalalan produk, bukan justru mengais keuntungan dari rakyat demi sebuah kepentingan politik ataupun yang lainnya. Wallahualam.


Oleh Heni ummufaiz



Posting Komentar

0 Komentar