Mengajari Anak Bersifat Zuhud



Zuhud merupakan salah satu akhlak dan sifat yang disukai oleh Allah swt. Sifat ini telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Banyak para sahabat Rasulullah saw yang memiliki kelebihan harta, namun harta tidak membuat  mereka terlena akan kehidupan dunia. Allah swt berfirman,” Katakanlah,”kesenangan di dunia ini hanya sedikit dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa” (QS An-Nisa : 77).

Sifat zuhud bermakna lebih mencintai kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia. Hal ini bermakna kehidupan dunia hanya dijadikan wasilah untuk menabung bekal sebanyak-banyaknya untuk dibawa ke kehidupan yang abadi, yaitu kehidupan akhirat. Begitu mulianya sifat zuhud ini, oleh karena itu  Allah swt dan RasulNya memerintahkan kaum muslim untuk memiliki sifat ini.

Memiliki sifat zuhud tidak serta merta akan muncul dari diri setiap muslim, melainkan sifat ini muncul karena kesadaran yang merupakan manifestasi dari sebuah keimanan dan ketakwaan. Sifat ini juga wajib kita tanamkan kepada generasi kaum muslim. Sebab, tidak dipungkiri gaya hidup hedonis telah menjadi virus yang merebak masuk ke dalam diri generasi muslim saat ini.

Untuk membebaskan generasi dari gaya hidup hedonis dan komsumtif akibat diterapkannya aturan yang meminggirkan peran agama dalam kehidupan (sekularisme), maka sifat zuhud ini harus ditanamkan pada generasi sejak dini didalam keluarga. Karena sifat ini akan terbiasa dilakukan karena ada pemahaman, pembiasaan dan teladan dari keluarga yaitu orang tua.

Saat ini, tanpa kita sadari telah terjadi pergeseran dalam mengaplikasikan rasa sayang dan cinta kepada anak. Sebagian orang tua memahami bentuk kecintaan kepada buah hati mereka, dengan memanjakannya dengan berbagai kemewahan berbentuk materi. Apa pun yang diinginkan oleh sang buah hati segera dikabulkan.

Inilah kesalahan fatal yang kerap kali dilakukan oleh sebagian orang tua, standar bahagia ala kapitalisme yang sudah menjasad dalam benak orang tua, yang hanya memandang materilah yang akan membuat buah hati mereka bahagia. Padahal sesungguhnya, anak-anak bukan hanya butuh materi semata, mereka membutuhkan kehadiran orang tua mereka mendampingi ketika mereka bermain, belajar, dan memberi pemahaman agama sebagai bekal sang anak menunaikan tugasnya sebagai seorang hamba. 

Absennya orang tua di saat sang anak membutuhkan mereka, menjadikan sang anak pun tumbuh menjadi anak yang tidak memiliki kepekaan, egois dan selalu menginginkan apa yang diminta harus diberikan tanpa melihat kondisi orang tuanya. Karena yang ada dibenak mereka, orang tua hanya memberikan materi, materi dan materi sebagai kompensasi absennya mereka ketika dibutuhkan oleh sang buah hati.

Hal ini mengakibatkan buah hati mereka tenggelam pada arus hedonis dan komsumtif hasil perwujudan cinta dan kasih sayang orang tua yang salah kaprah. Tentu hal ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, karena orang tua kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah yang telah Allah titipkan kepadanya. Apakah sudah menunaikan amanah untuk mengasuh dan mendidik  sesuai aturan yang telah ditetapkan Allah swt kepadanya?

Setiap orang tua kita tentu menginginkan anak-anak kita terhindar dari virus hedonis dan memiliki sifat zuhud bukan? Oleh karenanya, orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dalam sebuah keluarga harus memiliki ilmu dan cara agar sifat zuhud ini senantiasa menghiasi kehidupan  sehari-hari. Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk memotivasi anak-anak dan anggota keluarga untuk memiliki sifat zuhud ini.

Pertama, dengan menceritakan kisah Rasulullah saw dan para sahabatnya dalam berlomba-lomba dalam hal berinfaq. Kita tahu para sahabat Rasulullah inilah orang-orang yang sangat gemar berinfaq setiap hari. Maka sangat wajar, jika mereka menjadi orang-orang yang dijamin masuk surga oleh Allah, karena sifat zuhud yang mereka miliki.

Sifat zuhud Rasulullah dan para sahabat bukan hanya dari gemarnya mereka berinfaq, melainkan juga mereka banyak menghabiskan malam-malam mereka dengan berkhalwat kepada Rabbnya, tilawah Al Quran, jihad, mengemban dakwah dan lain sebagainya. Dari kisah-kisah tersebut, diharapkan anak-anak pun akan termotivasi untuk melakukan amal yang sama dengan menjadikan teladan amal Rasulullah dan para sahabatnya. 

Kedua, orang tua mulai membiasakan beramal shalih yang dilakukan oleh semua anggota keluarga. Misalnya membuat tabungan infaq subuh, yang setiap anggota dimotivasi untuk berinfaq setiap selesai shalat subuh. Uang yang terkumpul akan diberikan kepada orang yang membutuhkan. 

Cara ini dilakukan untuk membangun jiwa rajin berinfaq/bersedekah kepada anak-anak sejak dini, sehingga sang anak diharapkan akan tumbuh menjadi anak yang memiliki kepekaan terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya dan terhadap penderitaan yang dihadapi oleh saudara muslim yang lainnya.

Sehingga ketika sang anak memiliki uang, ia akan senantiasa menyisihkan uang jajannya untuk berinfaq/sedekah. Selain itu, anak pun akan menjadi anak yang senang berbagi kepada teman-temannya ketika ia memiliki makanan atau barang apa pun yang ia miliki.

Selain itu, orang tua juga senantiasa membersamai anak untuk melaksanakan amal shalih lainnya, seperti shaum sunnah, qiyamul lail, muroja’ah bersama keluarga dan aktivitas lainnya yang akan menambah amal shalih lainnya. Dan tak lupa juga selalu memberikan pemahaman kepada anak bahwa Allah swt sangat senang kepada hamba-hambanya yang senang beramal shalih dan menyediakan surga sebagai balasan dari amal shalih tersebut.

Ketiga,  ketika pembiasaan ini sudah muncul dalam diri anak, maka orang tua sering-seringlah memberikan reward/pujian terhadap amal sholih yang telah dilakukan sang anak sekecil apapun. Hal ini sangat berdampak positif kepada anak, ia akan tumbuh menjadi anak yang percaya diri, senang beramal shalih dan bangga karena orang tuanya selalu membeikan pujian dan mendoakannya.

Keempat,  orang tua harus menjadi idola dan teladan sejati bagi anak untk mengaplikasikan sifat zuhud ini. Karena orang tua bak cermin bagi anaknya, ia akan melakukan apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Jadikan orang tua yang bukan hanya menyuruh anak bersifat zuhud, tetapi jadilah orang tua sebagai orang pertama yang melakukan sifat-sifat tersebut.

Keempat cara diatas apabila dilakukan secara konsisten, insya Allah sifat zuhud akan muncul didalam diri anak. Karena orang tua memiliki peran untuk melahirkan generasi yang memiliki sifat dan akhlak yang mulia seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. 

Mempersiapkan generasi yang kelak akan membangun peradaban mulia, harus memahami adab dan aturan dalam mengarungi setiap tantangan dan ujian kehidupan. Senantiasa menjadi Al Qur’an dan As sunnah sebagai tolak ukur dalam beramal dan mengerah segenap kemampuan untuk memeperjuangkan risalah agama ini hingga menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Inilah yang menjadi tugas utama bagi para orang tua untuk mempersiapkan diri dengan ilmu, karena tanpa ilmu para orang tua tidak akan mampu menunaikan tugasnya dengan baik. Oleh karena itu, tidak ada kata terlambat bagi para orang tua untuk segera berbenah diri. Jadilah orang tua pembelajar sejati, terus dan terus belajar mencari ilmu sebanyak-banyaknya demi untuk mewujudkan generasi mulia pembangun peradaban Islam yang mulia. Wallahua’lam. 

Oleh : Siti Rima Sarinah








Posting Komentar

0 Komentar