Moderasi Menyasar Mubalig, Mengurai Masalah Atau Nambah Pelik?


Moderasi seolah menjadi tren  tahun 2022. Hampir setiap kebijakan pemerintah senantiasa dikaitkan dengan moderasi. Moderasi dipaksakan kepada umat Islam seolah solusi negeri ini. Bahkan kini moderasi menyasar pondok pesantren yang notabene calon-calon ulama dan mubalig.

Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman ditunjuk menjadi Ketua Dewan Pembina Badan Koordinasi Mubaligh Se-Indonesia (Bakomubin)karena memiliki semangat toleransi yang sangat tinggi terlebih jenderal Dudung merupakan alumni Pesantren Buntet, Cirebon. Beliau juga mubalig, jadi kami minta beliau turut memperkuat Bakomubin, menurut Ali Mochtar Ngabalin
(newsdetik.com,19/3/2022).

Dikutip dari Kemenag, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berharap kalangan pesantren mampu menggaungkan dan mengimplementasikan moderasi beragama dalam ruang kehidupan yang lebih luas. 
Harapan ini disampaikan Menag Yaqut dalam Simposium dan Webinar yang digelar Universitas Islam Malang (UNISMA) bekerja sama dengan Direktorat Pendidikan Islam Kementerian Agama. “Pesantren itu tidak harus dikuatkan lagi, karena memang sudah kuat kalau soal moderasi beragama. Kita tidak pernah memberikan sanksi bahwa pesantren sudah selesai urusan moderasi beragama (Kemenag.id, 30/9/2021). 

Sebagaimana kita pahami bahwa moderasi kian diusung oleh para pemangku jabatan di negeri ini. Mereka Barat sangat tahu betul salah satu strategi jitu untuk menanamkan paham moderasi akan sangat mudah melalui tangan pemerintah. Suka atau tidak suka rakyat terutama umat Islam dibuat tunduk dan mengikuti apa yang dikeluarkan oleh penguasa. Moderasi yang merupakan paham dari Barat seolah baik, cantik dan jadi solusi permasalahan umat. Namun nyatanya bagi umat Islam yang jeli akan melihat kebobrokannya. Paham ini memang sengaja ditanamkan ke tubuh kaum muslim agar umat semakin jauh dari ajaran Islam yang mulia.

Tidaklah heran sasaran yang paling dibidik adalah ulama dan mubalig sebagai penyampai ajaran Islam yang mulia. Mubalig dan ulama adalah corong umat, tempat bertanya umat atas setiap permasalahan yang dihadapi. Tak dibisa dibayangkan kerusakannya umat ini, jika ulama dan mubalig dicekoki pemahaman moderasi yang rusak dan menyesatkan. Barat tahu betul siapa yang akan ditunjuk untuk menjadi agen moderasi ini. Kekuasaan, kepiawaian dalam berdiplomasi dan ketegasan inilah menjadi modal bagi agen moderasi. Maka terpilihlah jenderal yang selama ini pernyataannya menuai kontroversi di kalangan umat Islam.

Adanya paham moderasi bukanlah sebuah kebetulan tetapi memang strategi Barat yang sudah dirancang bagi umat Islam. Terorisme, radikalisme yang senantiasa disematkan kepada umat Islam nyatanya hingga hari ini tidak mampu menceraiberaikan umat Islam. Bahkan justru  umat Islam semakin sadar itu hanyalah taktik receh Barat. Serangan moderasi dianggap ampuh guna menjauhkan umat Islam dari ajaran nya. Bahkan umat Islam akan merasa malu terhadap simbol -simbol Islam pada akhirnya virus islamofobia akan menjangkiti umat Islam itu sendiri.

Sikap toleransi beragama yang terus digaungkan pejabat di negeri ini diharapkan bisa menular ke para mubalig seluruh Indonesia. Oleh karena itu, bagi umat Islam hendaknya mewaspadai terkait paham moderasi tersebut. Menyama-nyamakan ajaran Islam dengan Barat adalah bentuk kesesatan yang nyata. Toleransi yang kebablasan, pluralisme, sinkretisme, HAM merupakan bagian dari paham moderasi.
Bagi mereka yang paham Islam dan tidak memiliki dasar akidah yang kuat maka akan mudah terkikis dengan sendirinya.

Inilah akibat penerapan sistem demokrasi sekularisme. Apa pun yang terjadi dengan umat Islam tak akan pernah diberi ruang untuk mendapatkan keadilan, kenyamanan. Kian hari nasib umat Islam semakin terpuruk akibat moderasi ini. Ulama dan mubalig yang dianggap mengganggu kepentingan akan dikriminalisasi. Sementara yang terkesan berdamai (moderat) akan dirangkul.

Lantas apa yang harus kita lakukan agar umat Islam ini semakin dekat Islam yang hakiki? Solusinya tentu tiada lain adalah mengkaji Islam kafah.Di dalam Islam sesungguhnya tidak mengenal moderat ataupun radikal. Islam adalah Islam yang harus dilaksanakan seluruh perintahnya dan menjauhkan seluruh larangan-Nya. Hak dan batil terpisah tidak ada penyamaan dengan Barat. Tidak ada pula mencampuradukkan ajaran Islam dengan paham Barat yang sesat.

Oleh karena itu, peran ulama dan mubalig dalam hal ini memberikan penjelasan Islam kafah. Memberikan kajian yang menyeluruh kepada umat. Tak tergiur dengan tawaran harta dari penguasa yang menginginkan penerimaan paham moderasi. Bersikap tegas dan siap menghadapi berbagai celaan orang yang mencela. Hal ini sebagaimana kisah ulama dahulu yang rela hidup di jeruji besi demi mempertahankan ajaran Islam yang mulia.

Kisah Imam mazhab Ahmad bin Hanbal atau dikenal dengan sebutan Imam Hambali. Beliau seorang alim yang sangat menguasai tafsir Al-Qur'an. Beliau mempertahankan keyakinannya tentang bahwa Al-Quran kalamullah bukan makhluk. Di masa khalifahAl-Ma'mun. Khalifah yang saat itu mulai gandrung pada filsafat pada tahun 212 H, mulai memaksakan pandangannya tentang Alquran. Menurut Al-Ma'mun, Alquran adalah makhluk.

Saat itu para ulama dipaksa untuk sepaham dengan pendapatnya. Imam Ahmad bin Hanbal pun dites oleh khalifah. Bersama sahabatnya, Muhammad ibnu Nuh, sang imam menolak untuk sepaham dengan penguasa. Menurutnya, Alquran adalah kalamullah bukanlah makhluk. Ia pun dipenjara akibat keteguhan keyakinannya.

Walhasil, ulama-ulama dan mubalig penerang umat di masa khilafah mereka tak tergiur dengan yang dunia. Ajaran Islam yang mulia patut dipertahankan bukanlah justru menghancurkan atau mengoyak demi sebuah kepentingan.

Wallahu a'lam bishshawab.


Oleh Heni Ummu faiz
Ibu Pemerhati Umat

Posting Komentar

0 Komentar