Penanganan Sampah Butuh Khilafah



Selesai di satu tempat, menimbulkan masalah di tempat lain. Itulah kiranya yang selalu terjadi pada persoalan sampah. Ketika pemerintah tak serius menangani masalah sampah secara tuntas, maka konflik dan protes warga di seputar pencarian lahan baru untuk pembuangan sampah akan terus berulang.


Seperti dilansir dari tribunnews.com, Himpunan Mahasiswa Rumpin (HMR) melakukan audiensi dengan DPRD Kabupaten Bogor di Cibinong, Senin (27/12/2021). Mereka menolak rencana Pemkab Bogor membangun Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Kampung Sawah, Kecamatan Rumpin. 


Para mahasiswa meragukan kemampuan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mengelola TPST Rumpin, dan menyesalkan rendahnya sosialisasi dari rencana ini.


Penolakan oleh HMR sangat wajar, karena pada faktanya selama ini pemerintah belum bisa menunjukkan upayanya dalam mengelola sampah. Yang ada sampah hanya ditumpuk tanpa pengolahan yang tuntas.


Sampah merupakan persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.  Tanpa penanganan yang benar banyak masalah baru yang akan ditimbulkan, khususnya terkait kelestarian  lingkungan dan kesehatan. Butuh keseriusan dan solusi komprehensif dalam menangani masalah sampah ini.


Bukan hanya sekedar memikiran untuk mencari lahan pembuangan sampah dengan mekanisme pengolahan yang ala kadarnya, pemerintah seharusnya juga berani berinvestasi untuk membangun instalasi pengolahan sampah dengan teknologi canggih. Sehingga masalah sampah bukan saja  akan berakhir, bahkan bisa mendatangkan berkah bagi negara maupun masyarakat secara umum.


Sampah-sampah itu nanti akan dikelola secara terpadu, bukan hanya ditumpuk sampai overload kemudian dicarikan tempat pembuangan baru. Sistem pengolahan itu meliputi pemilihan sampah sesuai jenisnya, yang kemudian akan ditangani dengan benar. Sampah-sampah organik bisa dijadikan bahan pembuat kompos, sampah non organik akan didaur ulang, bahkan bisa dijadikan sumber energi alternatif misalnya. Bahkan  sampah berbahaya pun tetap bisa diambil manfaatnya. Apalagi model pengolahan seperti ini sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh skala individu atau komunitas, dan terbukti mendatangkan banyak keuntungan. Bisa kita bayangkan jika yang menangani adalah negara, tentu akan lebih luas jangkauannya.


Tapi pembangunan pusat-pusat instalasi pengolahan sampah yang canggih itu, pastilah membutuhkan waktu dan dana yang sangat besar, jauh lebih besar daripada sekedar mencari TPS atau TPST baru. Namun jika negara serius dan peduli pada kepentingan umat, hal ini akan bisa benar-benar efektif dalam menangani masalah sampah. 


Sayangnya sistem kapitalis yang dianut oleh negara hari ini hanya mempertimbangkan keuntungan ekonomi sesaat saja. Investasi pengelolaan sampah yang memerlukan dana yang sangat besar, dianggap tidak lebih menjanjikan dibanding dengan pembangunan stadion, sirkuit, bandara, kereta cepat, atau lapangan golf yang manfaatnya hanya bisa dirasakan oleh segelintir orang saja.


Ditambah budaya konsumtif ala kapitalis yang menjadi gaya hidup masyarakat, membuat produksi  sampah terus membengkak setiap hari. Kepala Bidang Persampahan pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor, Ismambar Fadli menyebutkan bahwa timbunan sampah di Kabupaten Bogor per harinya mencapai 2.700 hingga 3.000 ton per hari. Dimana sampah-sampah tersebut didominasi oleh sampah rumah tangga. Sungguh jumlah yang tidak sedikit dan tidak boleh diremehkan tentunya.


Butuh perhatian yang serius untuk segera keluar dari permasalahan sampah ini. Berharap pada pemerintah yang tidak pro rakyat dan hanya berorientasi pada keuntungan materi, sama saja mempercepat tingginya timbunan sampah yang mengundang musibah. Maka jalan terbaik adalah dengan mulai mengkaji dan melirik sistem Syariah.


Karena sebagai aturan hidup yang sempurna, tentu Islam punya solusi bagi seluruh permasalahan umat, tak terkecuali masalah sampah.


Prinsip-prinsip Islam dalam mengatasi masalah sampah, mengharuskan keterlibatan individu, masyarakat dan negara. Akidah Islam mewajibkan seorang Muslim untuk senantiasa hidup bersih, baik diri maupun lingkungan. Dengan kesadaran iman ini, maka masyarakat akan terdorong untuk menjaga kebersihan, bukan hanya di lingkungan sekitar, tapi juga merasa bertanggung jawab terhadap lingkungan negara secara umum dan itu dilakukan dengan prinsip taawun, bekerja sama dalam kebaikan. 


Selain itu, gaya hidup qona'ah seorang Muslim, akan membuatnya hidup lebih sederhana dalam hal konsumsi yang artinya dapat mengurangi jumlah produksi sampah.


Di sisi lain, negara akan menjalankan kewajibannya untuk mengedukasi masyarakat. Selain menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang terwujudnya lingkungan yang asri dan minim sampah, seperti penyediaan tempat sampah dengan sistem pemisahan sampah sesuai jenisnya. Sampai pembangunan pusat-pusat pengelolaan sampah yang canggih di sejumlah titik.


Negara akan mengurus hajat hidup masyarakat, tidak membiarkan masyarakat sibuk sendiri untuk mengurus sampah. Maka investasi yang sangat besar bagi pengembangan sain dan teknologi bagi pengelolaan sampah akan tetap dikeluarkan negara dengan ringan, tentu semua demi kepentingan umat.

Negara pun akan mendorong dan memberikan fasilitas untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam hal ini.


Alhasil, mempertahankan sistem kapitalis yang abai terhadap kepentingan umat, terlebih dalam masalah sampah berarti mempertahankan kedzoliman terjadi terus menerus. Akhirnya, masalah keseharian umat sesederhana sampah pun tak akan kunjung usai.

Maka segera beralih kepada sistem Islam yang mewujud pada Daulah Khilafah, bukan lagi sekedar sebuah kewajiban tapi menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi.

Wallahu'alam.


Susi Damayanti, S.Pd.

Posting Komentar

0 Komentar