Di tengah hiruk pikuk penguasa untuk tetap mempertahankan proyek mercusuar yang menghabiskan dana ratusan trilyun rupiah, masalah sosial masyarakat tak pernah usai. Dirilis oleh Kompas.com bahwa di Tangerang Selatan, masih banyak rakyatnya yang tidak dapat menggunakan fasilitas sanitasi yang layak. Dengan begitu, rakyat Tangsel banyak yang menggunakan jamban ‘helikopter’ atau jamban apung untuk membuang hajatnya.
Walikota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie menyebutkan bahwa terdapat sekitar 1.700 kepala keluarga yang tidak memiliki sanitasi pembuangan yang layak di Tangsel. Walaupun sudah berkurang dari tahun lalu, namun jumlahnya masih di atas 1000 keluarga. Hal itu dikarenakan pemerintah kota Tangsel telah membangun fasilitas sanitasi komunal yang layak untuk 124 KK di 100 sampai 150 titik lokasi”, ujarnya (16/3/2022).
Bukan hanya di Tangsel, keadaan yang sama juga terjadi Solo. Dilansir dari Solopos.com bahwa di Kota Solo terdapat 43.585 keluarga tidak memiliki jamban mandiri. Oleh karenanya mereka menggunakan jamban komunal, jamban milik orang lain, bahkan ada yang tidak bisa mengakses jamban, sehingga melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) (22/2/2022).
Kemudian di kota Surabaya juga demikian halnya. Pada Mei tahun lalu dilaporkan bahwa terdapat 6000 lebih keluarga atau setara dengan kurang lebih 24.000 jiwa di kota pahlawan ini tidak mempunyai jamban sehingga masuk dalam kategori BABS (Kompas.id 30/5/2021).
Tidak hanya itu, di ibukota sendiri juga mempunyai masalah yang sama. Dilansir dari Media Indonesia.com dinyatakan bahwa pada tahun 2021 sekitar 7% atau sekitar 770.000 warga DKI teridentifikasi masih buang air sembarangan (18/3/2022).
Ratusan rumah di bantaran sungai Ciliwung misalnya, posisi rumah mereka manggantung membelakangi sungai. Sebagian besar rumah di sana tidak mempunyai toilet sehingga memanfaatkan aliran sungai untuk buang hajat sehari-hari mereka.
Seperti juga rumah Yeni Rosita, warga bantaran sungai Ciliwung. Namun tragis, saat ingin membuang hajatnya di malam buta, ia terperosok dan langsung tercebur ke sungai yang deras. Jasadnya baru ditemukan di aliran sungai kapuk muara tujuh jam kemudian (CNN Indonesia.com 7/2/2022).
Jamban, Sanitasi dan Air Bersih
Dikatakan sebagai Buang Air Besar Sembarangan (BABS) adalah yang membuang hajatnya seperti di ladang, semak-semak, hutan, parit, jalan, sungai atau tempat terbuka lainnya. Aktivitas tersebut justru akan mangakibatkan berbagai penyakit seperti diare, kolera juga disentri.
Dilansir dari Unicef.org dikatakan bahwa hampir 70% dari 20.000 sumber air minum rumah tangga yang diuji, tercemar limbah tinja yang mengakibatkan penyakit diare. Robert Gass, perwakilan sementara UNICEF mengatakan bahwa,”Sanitasi yang aman bisa mengubah kehidupan anak-anak” (7/2/2022).
Namun Gass menyayangkan bahwa ada begitu banyak anak yang tinggal di daerah-daerah terdampak sanitasi tidak aman dan hal tersebut dapat mengancam setiap aspek pertumbuhan mereka. Seperti yang terlihat dari riset Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa diare menyebabkan kematian 25,2 % balita dan 31,4 % bayi di Indonesia.
Sampai saat ini, Indonesia juga sudah mencapai kemajuan dalam meningkatkan mutu sanitasi dasar. Namun masih ada rumah tangga yang tidak memiliki sarana toilet dengan tangki septik sejumlah kurang dari 8%.
Walaupun begitu, keberadaan jamban tidak serta merta menghilangkan masalah diare. Pencemaran air akibat limbah toilet yang dibuang sembarangan masih menjadi masalah besar bagi lingkungan perkotaan.
Dilansir dari Unicef.org dinyatakan studi bank dunia bahwa limbah BAB di Indonesia dibuang tanpa diolah terlebih dahulu di Instalasi Pengelolaan Lumpur Tinja (IPLT). Setelah meresap di tanah, air limbah tersebut dibiarkan mengalir ke sawah, sungai ataupun selokan. Menjadikan peningkatan pencemaran lingkungan serta resiko kesehatan (18/6/2020).
Adanya Dukungan Pemerintah
Tahun lalu telah diadakan workshop yang bertujuan untuk meningkatkan komitmen perencanaan dan penganggaran di sektor air minum dan sanitasi. Hal ini berguna untuk mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 (Nawasis.org 30/9/2021).
Ketua panitia workshop, Iwan Kurniawan, menyatakan bahwa acara ini ditujukan untuk meningkatkan dukungan dan pemahaman eksekutif dan legislatif di daerah akan pentingnya penyediaan akses air minum dan sanitasi kepada masyarakat. Namun sepertinya prioritas pemerintah belum sampai ke sana.
Iwan juga menyebutkan bahwa dalam peningkatan akses air minum dan sanitasi bukan hanya dibutuhkan komitmen yang kuat, tetapi diperlukan juga inovasi dan terobosan baik berupa teknologi maupun non-teknologi.
Memang, urusan ketiadaan jamban ini tidak bisa dipandang sebelah mata saja. Ada banyak hal yang melatar belakangi sekaligus yang diakibatkannya. Yang melatar belakanginya seperti kemiskinan, pendidikan juga kebiasaan masyarakat. Sedang yang diakibatkannya tentu masalah kesehatan, juga air bersih yang tercemar limbah.
Sehingga butuh keseriusan penanganan oleh pemerintah, karena kesehatan, air bersih juga hidup yang layak merupakan kebutuhan pokok rakyat. Disamping itu Allah swt juga telah mengamanahkan kekuasaan kepada para pemimpin untuk mengatur hajat hidup rakyat per kepala bukan per sebagian rakyatnya saja.
Kekuasaan bukanlah urusan politik serakah yang hanya membahagiakan sebagian orang yang pro penguasa. Namun bagaimana penguasa memerintah berdasarkan syariat untuk mengurusi urusan seluruh rakyatnya tanpa kecuali.
Wallahu’alam
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar