Banjir merupakan fenomena tahunan yang seakan sudah tidak diragukan lagi kedatangannya. Sejumlah wilayah yang sudah menjadi “langganan” fenomena ini sudah seharusnya mempersiapkan kebutuhan dikala banjir datang. Termasuk wilayah Bekasi yang kembali disergap banjir di beberapa kawasan di Kota Bekasi, Jawa Barat. Seperti dilansir dari Kompas.com (17/02/2022) berdasarkan data resmi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bekasi, titik banjir tersebar di empat kecamatan yakni Kecamatan Jati Asih, Kecamatan Bekasi Timur, Kecamatan Bekasi Selatan, dan Kecamatan Bekasi Utara. Total terdapat 10 titik banjir yang dilaporkan Pemkot Bekasi. Dalam keterangan resminya, BPBD Kota Bekasi mengatakan hujan deras yang turun dan bertambahnya debit air di Sungai Cileungsi di Kabupaten Bekasi juga turut berdampak pada jumlah debit air di sungai-sungai yang mengalir di Kota Bekasi.
Masalah banjir yang tidak kunjung selesai dan memakan banyak kerugian ini selalu menjadi isu besar yang mendominasi setiap tahunnya. Sehingga wajar jika berbagai solusi maupun kebijakan baru untuk menanggulangi masalah tersebut menjadi perhatian. Salah satunya yakni kegiatan Aparatur Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat menggelar kegiatan 'Grebek K3' (Kebersihan, Keindahan, dan Ketertiban) dalam rangka menyambut Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) Tahun 2022 tingkat Kota Bekasi.
Kegiatan tersebut juga akan melibatkan seluruh unsur masyarakat dari RT, RW, LPM, Linmas, tokoh masyarakat, tokoh agama, karang taruna, ormas, dan BSIP Kota Bekasi atau BSU yang berada di wilayah (Antaranews.com, 18/2/2022). Adapun Kegiatan Grebek K3 antara lain membersihkan sampah liar, saluran atau drainase, memotong rumput, memangkas, menanam pohon dan membersihkan spanduk atau baliho yang sudah tidak terpakai dan kegiatan lainnya yang terkait dengan membersihkan lingkungan.
Memang sudah sewajarnya jika menjaga kebersihan khususnya di lingkungan sekitar dilakukan. Tetapi, apakah hal tersebut cukup untuk mengatasi masalah banjir secara tuntas. Selain itu, apakah kegiatan K3 juga dapat dilaksanakan secara intensif ke depan atau hanya sebatas selebrasi HPSN 2022. Tentunya tidak cukup. Permasalahan banjir merupakan hal yang kompleks yang tidak dapat dilihat dari satu aspek. Bukan hanya curah hujan yang tinggi dan debit sungai yang naik saja yang menyebabkan banjir, melainkan ada beberapa faktor menurut Wakil Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto Tjahyono. Khususnya di wilayah yang menjadi langganan banjir yakni daerah resapan air berkurang, restorasi infrastruktur sungai tak sebanding dengan tingginya sedimentasi.
Solusi yang ditawarkan pemerintah dalam masalah banjir nyatanya belum mampu menyelesaikan masalah Banjir di Bekasi. Tentunya permasalahan banjir bukan hanya sebatas pada menjaga kebersihan lingkungan atau tataran lapangan yang bersifat praktis. Perlu adanya solusi sistemik yang dapat menyelesaikan permasalah banjir khususnya di Bekasi. Namun sayang, solusi sistemik harus harus dalam seperangkat aturan yang benar dan jauh dari mementingkan kepentingan golongan. Sayangnya saat ini, berbagai kepentingan saling berlomba-lomba, untuk keuntungan mereka semata seperti halnya banyaknya tempat di hulu yang seharusnya dijadikan tempat resapan dialihfungsikan menjadi bangunan. Para ahli yang seharusnya dijadikan rujukan akan kalah dengan benefit materi oleh sebagian orang yang memberikan perizinan tanpa pertimbangan. Pada akhirnya masyarakatlah yang terkena dampaknya. Itulah indikasi bahwa ketika aturan berasal dari hawa nafsu akan membawa pada kesengsaraan yang berdampak pada semua orang.
Lain halnya dengan Islam, Islam memberikan gambaran solusi tuntas dan serius dalam menyelesaikan masalah-masalah umat. Ditopang dengan aturan yang lahir dari aqidah Islam, yang akan mampu melahirkan orang-orang yang berkepribadian Islam. Sehingga aturan tersebut dapat diterapkan karena hal itu keterkaitan dengan pengurusan umat.
Selain itu, fenomena seperti banjir mempunyai dampak yang dapat menggangu kesehatan, keamanan dan kenyamanan masyarakat. Oleh karena itu, hal ini merupakan masalah urgent. Maka kepemimpinan dalam Islam tidak hanya membuat master plan saja namun juga melakukan upaya yang maksimal dalam menyelesaikan masalah umat.
Khususnya dalam masalah banjir, Islam mempunyai kebijakan yang meliputi sebelum atau pencegahan, saat terjadi dan pasca banjir. Kebijakan dalam mencegah terjadinya banjir tersebut misalnya dengan membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air hujan, aliran sungai dll yang memang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air. Selain itu, negara akan memetakan daerah-daerah yang rawan bencana khususnya terjadi genangan ketika musim penghujan yang akhirnya berbuah kebijakan dalam pelarangan membangun pemukiman di daerah tersebut.
Kemudian saat bencana terjadi, Negara akan segera bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan lokasi bencana dalam menangani korban. Penyediakan fasilitas dan kebutuhan disediakan dengan cepat seperti tenda-tenda darudat, kebutuhan makanan, pakaian, oba-obatan. Seperti halnya pada masa Khalifah Umar bin Khattab ketika terjadi musim paceklik di seluruh kawasan jazirah Arab. Beliau membentuk tim untuk menanggulangi bencana kekeringan yang ditempatkan di perbatasan Kota Madinah untuk mencatat orang-orang yang mencari bantuan makanan. Kemudian Khalifah Umar mengirim surat kepada Abu Musa di Bashrah dan Amru bin Ash di Mesir yang berisi, “Bantulah umat Muhammad, mereka hampir binasa”. Alhamdulillah kebutuhan pangan rakyat yang mengalami musibah kekeringan tercukupi.
Seorang pemimpin dalam Islam menyadari bahwa kelak ia akan mempertanggung jawabkan amanah yang diberikan padanya. Sebagaimana hadits riwayat Bukhari, “Imam (waliyul amri) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” Semoga kaum Muslim menyadari kebutuhan pentingnya penerapan Islam, yang akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang dapat menyelesaikan permasalahan umat dengan landasan aqidah. Wallahu a’lam bissawab.
Penulis : Supriyani, S.T.P
0 Komentar