Persoalan stunting masih menjadi fokus perhatian Pemerintah Kabupaten Bogor. Bupati Ade Yasin menargetkan angkanya turun menjadi menjadi 10 persen dari 850 ribu jumlah balita pada akhir tahun 2022. Rencana mencapai target tersebut adalah dengan melakukan sosialisasi dan edukasi untuk mengajak masyarakat hidup sehat. Pemerintah Kabupaten Bogor bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga meluncurkan program Dapur Sehat Atasi Stunting (Dahsat). Program Dahsat ini diharapkan membentuk kampung berkualitas dengan tujuan mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya gizi sejak mengandung hingga memiliki balita.
Penanggulangan stunting masih menjadi program prioritas Pemerintah Indonesia. Sebab, kasus stunting atau gagal tumbuh pada balita Indonesia masih belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Menurut Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, Indonesia menduduki urutan 108 dari 132 negara dengan stunting tertinggi secara internasional. Namun, progres berjalan sangat lambat dan penanganan yang dilakukan belum mampu mengentaskan persoalan.
Persoalan stunting sangat berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Berbicara stunting bukan hanya tentang balita kurang gizi, tetapi kondisi keluarga Indonesia secara umum. Sebab, balita adalah bagian dari keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu. Stunting adalah permasalahan kronis karena terkait ibu kekurangan gizi saat mengandung, pola asuh keluarga, sanitasi dan ketersediaan pangan dalam keluarga.
Masalah stunting tidak cukup diatasi dengan upaya praktis saja, seperti memberikan edukasi ke masyarakat atau memberikan makanan kepada balita gizi buruk. Harus ada upaya sistemis karena penyebab utama balita gizi buruk adalah ketidakmampuan keluarga menyediakan pangan bagi keluarganya. Upaya praktis sifatnya jangka pendek yang terkadang pelaksanaannya tidak tepat sasaran. Misalnya, memberikan makanan pada balita, tetapi tidak dimakan balita karena dimakan anggota keluarga yang lain. Sebab, kondisi keluarga miskin dan persediaan pangan kurang memadai dalam keluarga. Solusi praktis memang dibutuhkan, tetapi tidak tuntas.
Artinya, stunting menjadi persoalan kompleks, bukan masalah per individu saja sehingga membutuhkan kebijakan yang pro rakyat. Pemerintah harus memberikan jaminan ketersediaan pangan pada seluruh masyarakat, termasuk balita atau anak. Sayangnya, saat ini masyarakat tidak bisa menjangkau pangan dan kesehatan dengan mudah. Kebijakan pemerintah dipengaruhi kaum kapitalis untuk kepentingan bisnis, bukan semata-mata kepentingan rakyat. Pemerintah mengurus rakyat dengan asas mendapatkan keuntungan bisnis atau menjadi instrumen bisnis. Peran negara hanya sebatas regulator yang mempertemukan kebutuhan pangan dan kesehatan rakyat dengan pihak swasta. Hasilnya, pangan dan kesehatan mahal dan sulit dijangkau masyarakat. Salah satu dampaknya adalah stunting pada balita
Persoalan stunting benar-benar bisa tuntas jika mekanisme negara mengurusi urusan rakyat menggunakan politik ekonomi Islam. Negara akan menjamin kebutuhan pokok (makanan) pada semua individu dengan biaya yang sangat murah. Khalifah mengambil keputusan politik dari hukum-hukum syara' dengan paradigma ri'ayah (melayani rakyat), bukan negara pedagang (korporatokrasi). Khilafah memiliki mekanisme tertentu dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA) sehingga pangan melimpah, rakyat tidak dibatasi ketersediaan pangannya, dan diberikan 3 kali sehari sebagaimana masa pemerintahan Islam Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Oleh: Mitri Chan
0 Komentar