Tanda Allah Mengabaikan Kita



Kesibukan yang terus menerus menyibukkan diri kita ternyata mampu menggerus kesuburan iman dan takwa kepada Allah. Rutinitas kerja, hubud dunya ataupun aktivitas lain yang menjadi agenda rutin memblokir hati untuk tidak mau lepas dari zona nyaman diri. 


Saat panggilan dakwah bersahutan nyatanya kita malah memasang sejuta jurus alasan untuk menolak secara halus. 


Anak sakit, tak ada fasilitas, tidak memiliki kemampuan diri, kurang percaya diri, masalah dengan suami atau istri.


Jika sudah begini yang terjadi aktivitas dakwah jadi mandeg. Ironi justru orang kafir di luaran sana semakin masif menghancurkan pemikiran Islam dengan berbagai jurus jitunya. Kita justru banyak yang terlena tanpa mau mengubah diri. 


Allah sesungguhnya begitu luas kasih sayangnya. Banyak kode cinta yang Allah kirim agar kita senantiasa dalam taat. Namun nyatanya kode itu tidak kita respon bahkan tidak ngeh. Semisal malam hari diingatkan untuk salat tahajud dengan keinginan buang air kecil, terperanjat saat ada bunyi cecak atau yang lainnya. Namun nyatanya kita malah tidak terusik untuk shalat malah sejuta alasan keluar untuk tidak menunaikan. Padahal shalat malam menjadi sebuah keharusan untuk berdialog dengan Yang Maha Rahman. 


Sejatinya bagi kita harus berintrospeksi diri kenapa masalah yang dihadapi oleh kita sulit tuntas. Permasalahan yang terus menerus tiada ujungnya. Sesungguhnya inilah tanda Allah berpaling dari kita. Berpalingnya Allah dari kita di antaranya adalah semakin disibukkan dengan hal duniawi sedangkan urusan akhirat diabaikan. 


Perlu direnungkan bagi kita saat usia sudah mulai menua tetapi ketaatan semakin pudar. Hal ini pula menandakan bahwa Allah sudah tidak mempedulikan lagi diri kita. 


Kelihatannya kehidupannya tenang tanpa masalah walau berbuat dosa. Tapi, kenyataannya Allah sedang mengabaikan  orang tersebut.


Ketika dicuekin atau diabaikan Allah itulah seburuk-buruknya kondisi,  terlebih ketika usia sudah kepala empat. Usia ini menjadi penanda apakah semakin taat atau justru sebaliknya. Jangan sampai hidup kita dalam kondisi diabaikan. 


Al-Imam Al-Qurthubi menyatakan bahwa orang yang telah mencapai usia 40 tahun, maka ia telah mengetahui besarnya nikmat yang telah Allah anugerahkan padanya, juga kepada kedua orang tuanya sehingga ia terus mensyukurinya.

Imam Malik berkata,


أَدْرَكْتُ أَهْلَ العِلْمِ بِبَلَدِنَا وَهُمْ يَطْلُبُوْنَ الدُّنْيَا ، وَيُخَالِطُوْنَ النَّاسَ ، حَتَّى يَأْتِيَ لِأَحَدِهِمْ أَرْبَعُوْنَ سَنَةً ، فَإِذَا أَتَتْ عَلَيْهِمْ اِعْتَزَلُوْا النَّاسَ


“Aku mendapati para ulama di berbagai negeri, mereka sibuk dengan aktivitas dunia dan bergaulan bersama manusia. Ketika mereka sampai usia 40 tahun, mereka menjauh dari manusia.” (Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, 14:218)


Ibnu Katsir menyatakan bahwa ketika seseorang berada dalam usia 40 tahun, maka sempurnalah akal, pemahaman dan kelemah lembutannya. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:623)


Berdasarkan hadis di atas maka sudah seharusnya kita sadar diri dan terus memuhasabahi diri jangan sampai Allah mengabaikan kita. Sebuah kerugian yang sangat besar saat diabaikan oleh Allah. 


Lantas apa yang harus dilakukan agar kita senantiasa dalam kasih sayang-Nya. Jawabannya tiada lain keluar dari zona nyaman yang membutakan kita. Segera bergegas kepada seruan Allah dan bertobat dengan tobat nasuha. Wallahualam.

 

Penulis: Heniummufaiz

Ibu Pemerhati Umat



Posting Komentar

0 Komentar