Rajab, banyak terjadi peristiwa besar pada bulan itu. Selain umat dibuat haru biru karena runtuhnya khilafah, jauh sebelum itu terdapat peristiwa agung yang dialami oleh Rasulullah saw yaitu Isra’ mi’raj. Betapa agungnya peristiwa ini, hingga tertulis dalam Alquran yang mulia.
Sebelum peristiwa agung ini, Rasulullah saw sering menghadapi penyiksaan fisik. Sang paman yang menjadi orang yang selalu di depan untuk membela dakwahnya, dengan pengaruhnya di kalangan pemimpin Quraisy, wafat. Setelah berita wafatnya Abu Thalib menyebar, tak ada lagi orang yang selalu membela Rasul dari penganiayaan oleh kafir Quraisy.
Khadijah, sang istri tercinta yang selalu setia menemani dakwah, mengobati luka akibat perbuatan kaum musyrikin, juga wafat. Ditambah penolakan penduduk Thaif terhadap dakwah, membuat dunia serasa sempit bagi sang Nabi.
Perjalanan ini seakan menjadi hiburan dikala Rasulullah sedang berduka. Seolah Allah berfirman kepada Rasul Nya, Wahai Muhammad, jika bumi terasa sempit olehmu, maka langit itu sangat luas bagimu. Jika penduduk bumi memusuhimu, maka penduduk langit menyambut baik kedatanganmu. Jika penduduk bumi menghinakanmu, maka kedudukanmu di sisi Allah swt sangatlah mulia (Qol’ahji, Rawwas, Sirah Nabawiyah: Sisi Politis Perjuangan Rasulullah).
Dalam quran surat Ibrahim, 14, Allah berfirman, “Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki diantara hamba-hamba Nya, dan tidak patut bagi Kami mendatangkan suatu bukti kepada kalian melainkan atas izin Allah”.
Tak terpikirkan bagaimana seorang manusia dapat menembus langit, jarak yang sangat jauh, juga tubuh Rasulullah yang tanpa pelindung dapat bergesekan dengan udara. Belum lagi, tanpa teknologi, bagaimana dapat terhindar dari gravitasi bumi tanpa alat transportasi. Seakan ribuan pertanyaan diajukan untuk membuktikan kebenaran peristiwa agung tersebut.
Sebagian besar komunitas kaum kafir Quraisy mengatakan, “Demi Allah, apa yang engkau sampaikan ini benar-benar kedustaan yang nyata. Demi Allah, suatu rombongan pedagang yang pergi sebulan yang lalu dari Makkah ke Syam, akan kembali lagi sebulan yang akan datang. Sedang kamu Muhammad mengaku hanya pergi semalam dan sudah kembali ke Makkah”.
Sedang Abu Bakar berkata,”Demi Allah, jika Muhammad benar-benar berkata demikian, maka aku sangat percaya. Sesungguhnya apa yang mengherankan bagi kalian dari berita itu. Demi Allah, beliau sudah biasa memberitahu aku baik siang maupun malam bahwa suatu berita dari Allah telah datang dari langit ke bumi hanya dalam waktu satu jam, lalu akupun percaya dengan apa yang diberitahukannya”.
Sehingga peritiwa ini tak lain adalah mu’jizat yang hanya diberikan oleh Allah swt pada Rasul Nya. Isra’ dan Mi’rajnya Rasulullah terjadi semua diluar hukum alam, tak ada manusia sampai saat ini yang bisa mempercayainya kecuali kepercayaan yang lahir dari keimanan.
Pada suatu malam di antara malam-malam yang disinari oleh cahaya Illahi Rabbi, Beliau sedang berbaring di pembaringan antara bangun dan tidur, saat itu Beliau didatangi oleh Jibril as. Ia mendatangi Rasul saw dengan membawa Buraq, yang meletakkan kukunya ke seluruh anggota badannya lalu pergi dengan mengangkatnya.
Rasulullah saw diperlihatkan tanda-tanda kekuasaan Allah swt yang berada di langit dan bumi, hingga sampai di Baitul Maqdis. Di sana Beliau bertemu dengan Ibrahim Al Khalil, Musa dan Isa yang berada di tengah rombongan para Nabi yang tengah berkumpul menyambutnya. Kemudian mereka sholat dan Rasulullah saw menjadi imamnya.
Setelah sholat, Beliau dibawakan jamuan dua gelas air yang satu berisi susu dan yang lain adalah khamr. Beliau mengambil susu dan meminumnya, sedangkan khamr ia tinggalkan. Jibril as berkata,”Engkau telah membimbing menuju fitrah, engkau telah membimbing umatmu, wahai Muhammad” (Qol’ahji, Rawwas, Sirah Nabawiyah: Sisi Politis Perjuangan Rasulullah).
Dalam perjalanan ini, selain Rasulullah dipertemukan dengan para Nabi, Beliau juga diperlihatkan balasan kenikmatan syurga bagi manusia yang mengikuti kehendak Allah swt. Begitu pula hukuman orang-orang yang tidak taat semasa hidupnya di dunia.
Selain itu yang terpenting dalam perjalanan agung ini saat Beliau berada di Sidratul Muntaha adalah Rasulullah mendapatkan perintah langsung dari Allah swt untuk menunaikan shalat. Allah swt telah mewajibkan shalat itu di langit untuk menunjukkan betapa pentingnya hal tersebut. Sehingga tiada sesuatu yang paling penting selain dekat dengan Allah swt dan mendirikan shalat.
Ketika shalat di tetapkan di langit, tidak lain agar shalat menjadi mi’raj (alat naik). Shalat menjadikan manusia terbang tinggi ketika mereka jatuh terperosok dalam keburukan-keburukan hawa nafsu yang bersarang dalam jiwa. Shalat juga menjadikan jiwa mereka naik lima kali tiap hari menuju Al Khaliq Yang Maha Tinggi.
Peristiwa Isra dan mi’raj ini sesungguhnya merupakan ujian keimanan bagi manusia. Sehingga dengannya berimanlah orang-orang yang beriman dan berdustalah orang-orang yang berdusta. Yang setelah peristiwa ini di Makkah terjadi kegoncangan dahsyat. Banyak terjadi perbincangan di semua komunitas Makkah saat itu. Yang menjadi topik adalah pemahaman apa yang sebenarnya diturunkan pada Muhammad saw.
Dari perdebatan tersebut banyak orang yang masuk kepada Islam, namun mereka yang lemah imannya justru akhirnya keluar dari Islam. Peristiwa ini sangat berdekatan dengan berdirinya daulah khilafah di Madinah, dalam siroh disebutkan jaraknya hanya satu tahun.
Maka sesungguhnya dalam peristiwa Isra’ Mi’raj dan perdebatan yang ada di kalangan masyarakat Makkah kala itu dapat mengungkapkan suatu hal penting. Yaitu siapa saja yang dapat dijadikan sandaran dalam tonggak berdirinya Daulah Khilafah dan siapa saja yang harus beliau jauhi.
Termasuk siapa saja yang pantas untuk diserahi tugas pertama ataupun dilapis kedua. Sampai akhirnya Allah swt memberi ijin pada Rasul Nya untuk hijrah ke Madinah dalam mendirikan Daulah Khilafah. Sehingga akan mudah bagi Rasul untuk menempatkan orang sesuai dengan posisinya.
Oleh karena itu pada saat beriman pada Allah dan Rasul Nya, berimanlah secara sempurna. Beriman dengan mengedepankan akal untuk membenarkan segala sesuatunya adalah makhluq dan Allah lah pencipta segala sesuatu. Hal ini akan melahirkan dorongan keimanan untuk taat, bukan hanya pada taraf individu, namun juga pada saat pengaturan manusia dalam sebuah negara.
Wallahu’alam.
Penulis: Ruruh Hapsari
0 Komentar