Banyak pakar mengkritisi proyek pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Dari banyak segi tidak atau belum ditemukan urgensi harus segera pindah ibu kota. Apalagi ditengah kondisi negeri ini yang tidak sedang baik-baik saja. Masalah datang silih berganti, mulai dari kemiskinan hingga utang negara yang terus membengkak. Namun pemerintah masih saja sibuk mengejar proyek satu ke proyek yang lain.
Menanggapi fakta ini, Muslimah Jakarta mengadakan diskusi publik yang khusus mengangkat tema “Proyek Ibu Kota Bikin Nestapa” di salah satu hotel di Jakarta, Sabtu, 19 Maret 2022. Diskusi dihadiri puluhan peserta dari beberapa elemen masyarakat, diantaranya praktisi pendidikan, mubalighah, aktivis dakwah dan tokoh masyarakat lainnya.
Ustadzah Estiningtyas sebagai salah satu pemateri menyampaikan, telah banyak yang mengkritisi proyek IKN ini dari berbagai segi. Dari segi ekonomi, politik, keamanan hingga analisa dampak lingkungan telah banyak dibahas oleh para pakar di bidangnya. Namun belum banyak yang menyoroti proyek IKN ini dari sisi spiritual keagamaan, dari aspek kemurnian aqidah. Indonesia adalah negeri dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Namun, ritual kepercayaan yang menodai kemurnian aqidah begitu subur dan menjamur di negeri ini.
Ustadzah Estiningtyas menilai ritual kendi nusantara yang di gelar Presiden Joko Widodo di titik nol IKN sebagai titik nol keimanan, telah terjadi kemunduran peradaban. Bahkan kemudian muncul istilah politik klenik yang ternyata jika diusut tidak hanya terjadi hari ini namun telah berlangsung sejak jaman presiden pertama, Soekarno.
Sampai hari ini praktik klenik masih dijalankan oleh para pelaku demokrasi. Mereka mendatangi dukun demi memuluskan jalannya memenangkan pemilihan. Bahkan seorang Donal Trump pun dikabarkan mendatangi dukun India dan melakukan serangkaian ritual demi mendapatkan kemenangan.
“Sebagai muslim kita harus membaca bahwa ternyata pemimpin dunia hari ini adalah pemimpin yang berteman dengan syetan. Katanya sudah maju, peradaban sudah sedemikian rupa, bahkan ada dunia metaverse, tapi klenik masih menjadi ikon perpolitikan yang sifatnya sudah sistemik, sulit untuk dihilangkan”, tegas Usatdzah Esti.
Inilah dampak dari sistem sekulerisme. Kehidupan umat sengaja dilepaskan dari aturan agama, kecuali hanya sebagian kecil yaitu menyangkut ibadah ritual. Sementara aspek ekonomi, pendidikan, politik dan lain-lain, dilarang menggunakan aturan agama.
Hanya sistem sekulerismelah yang melegalkan klenik dan hari ini paham ini terus menggempur pemikiran umat. Pemerintah mengklaim bahwa Indoneisa bukan negara sekuler tapi negara demokrasi, tapi faktanya di dalam koridor demokrasipun tidak mengenal halal haram, iman dan syirik, logic dan unlogic. Semuanya dinilai sama dan setiap individu diberi kebebasan dalam bertindak dengan kata lain pijakannya adalah liberalisme.
“Maka sesungguhnya demokrasi adalah jalan menuju kesyirikan, dimana aturan atau hukum itu dibuat oleh manusia. Padahal harusnya membuat aturan atau hukum adalah hak Allah. Muslim hari ini meyakini adanya Allah, tapi tidak menganggap syariat wajib diterapkan dalam semua aspek kehidupan. Bahkan ketika ada yang memperjuangkan, akan di cap radikal”, paparnya.
Ustadzah Esti melanjutkan bahwa tidak hanya para pemuka agama, namun para pengamat politikpun melihat, ritual kendi nusantara bertentangan dengan rasionalitas masyarakat modern. Telah terjadi kemunduran keasadaran politik.
Mengapa terjadi kemunduran berpikir? Ustadzah Estiningtyas mengutip Alquran Surat Ar Rum ayat 7. Bahwa kemunduran ini terjadi karena mereka tidak memahami gambaran kehidupan dunia sekaligus kehidupan setelah dunia. Umat kemudian memandang segala sesuatu dengan asumsi dan ukuran yang sifatnya duniawi.
Isu kearifan lokal dan menjaga warisan budaya nenek moyang dijadikan dasar pembenaran digelarnya ritual kendi nusantara. Menyatukan 2 kilogram tanah dan 1 liter air dari seluruh nusantara, sebagai simbol kebinekaan dan persatuan. Maka dalih inipun pernah dilontarkan masyarakat Arab jahiliyah, sebagaimana yang Allah sampaikan dalam Alquran Al Baqarah 170. Manusia dengan sombongnya menolak syariat demi mempertahankan kepercayaan nenek moyang.
“Siapa yang menjamin bahwa kumpulan tanah dan air itu bisa membuat negeri ini berkah, dalilnya apa, dasarnya apa, inilah kemunduran rasionalitas dimana akalnya tidak lagi digunakan. Dan kelak mereka akan menyesali kesombongannya sebagaimana firman Allah dalam QS Al Mulk 10”, jelas Ustadzah Estiningtyas.
Selanjutnya, bagaimana agar umat tidak terbawa pada kemunduran berpikir tadi, maka perlu adanya edukasi, dakwah secara pemikiran, menyadarkan umat, bahwa persoalan bangsa hari ini tidak hanya masalah kebijakan, namun perkara aqidah yang harus kembali lurus dan murni. “Apa yang bisa diharapkan ketika memulai sesuatu tanpa melibatkan Allah”, tanyanya.
Rasulullah dalam banyak hadist menyampaikan tentang pemimpin ruwaibidah dan dampak yang ditimbulkan. Salah satunya adalah hadist riwayat Ahmad; “Semoga Allah melindungimu dari pemerintahan orang-orang yang bodoh… Yaitu para pemimpin negara sesudahku yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak pula berjalan dengan sunnahku…”
Ada tiga tips dari Ustadzah Estiningtyas yang akan membuat masyarakat bangkit pemikirannya, hingga muncul rasa peduli kepada diri, bangsa dan agamanya. Pertama, umat harus kenal terlebih dahulu dengan islam. Perlu dibangun aqidah dengan proses berpikir yang rasional, bukan doktrin, dogma atau sekedar ikut-ikutan. Kedua, mau mengamalkan seluruh syariat Islam dengan dorongan iman. Selain sadar sebagai sebuah kewajiban, juga karena yakin bahwa syariat akan selalu membawa maslahat. Ketiga, meyakini penerapan syariat islam secara kaffah akan membawa keberkahan, hingga terdorong untuk ikut memperjuangkannya.
“Ketika demokrasi dengan jelas menerima klenik masihkah kita mempertahankannya?. Ambisi menguasasi itu lahir dari demokrasi. Mundurnya berpikir itu lahir dari sekulerisme. Maka tidak ada pilihan lain kecuali meninggalkan keduanya, kemudian menggantinya dengan sistem terbaik, yaitu Islam”, tutupnya.
Setelah pemaparan dari para pemateri, diskusi dilanjutkan dengan tanya jawab dari peserta yang terlihat sangat antusias. Para peserta semakin yakin hanya Islamlah satu-satunya solusi yang dapat mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan. Namun hal itu tidak dapat terwujud tanpa perjuangan. Dibutuhkan orang-orang yang peduli kemudian ikut berjuang menyuarakan solusi Islam. Sistem Islam menjaga kemurnian aqidah juga menjaga tegaknya syariat demi meraih maslahat, agar selamat dunia juga akhirat.
0 Komentar