Terus digodoknya RUU sisdiknas yang tidak pernah sepi dari pro dan kontra. Apalagi dalam draf RUU sisdiknas tersebut akan dihapuskannya kata madrasah. Penghapusan ini tentu menimbulkan tanya tanya besar, mengapa kata madrasah harus dihapus, apakah ada yang salah dari kata madrasah dalam RUU tersebut?
Dilansir Republika.co.id, 24/03/2022, Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (HISMINU), Arifin Junaidi mengatakan madrasah merupakan bagian terpenting dalam sistem pendidikan nasional. Akan tetapi, peranan madrasah selama ini terabaikan. Dalam UU Sisdiknas 2003 pada pasal 17 ayat 2 dan pasal 18 ayat 2, sebenarnya sudah memperkuat peranan madrasah dalam tarikan nafas sekolah, yang pada praktiknya kurang bermakna karena dipasung oleh UU Pemda.
Arifin juga meminta pemerintah melalui Kemendikbud-Ristek untuk tidak menghapus penyebutan madrasah dalam RUU sisdiknas. Dihilangkannya kata madrasah dalam RUU dinilai sebagai kemunduran pada sektor pendidikan. Menurutnya, madrasah harus tetap diatur dalam UU bukan pada aturan turunan. Hal tersebut akan mendukung madrasah baik secara kebijakan maupun anggaran. Apalagi, madrasah memiliki kontribusi dan peranan besar bagi pendidikan di Indonesia serta memiliki sejarah yang sangat panjang dalam mendidik generasi.
Kritik keras pun disampaikan oleh Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti yang mengkhawatirkan penghapusan frasa madrasah bakal menimbulkan berbagai masalah baru diantaranya, adanya masalah dikotomi sistem pendidikan nasional, masalah kesenjangan mutu pendidikan dan dapat terjadi dikotomi pendidikan nasional yang berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa (CNN Indonesia,29/03/2022)
Di sisi lain, Kepala Badan Standar, Kurikulum & Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo mengatakan bahwa kata madrasah dan satuan pendidikan dasar lainnya dicantumkan di bagian bawah atau bagian penjelasan. Tak hanya madrasah seperti MI dan MTS yang tidak dicantumkan dalam pasal, tetapi juga bentuk satuan pendidikan lain seperti SD,SMP, SMA juga tidak disebutkan dalam RUU sisdiknas. Hal ini dilakukan agar penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat UU sehingga lebih fleksibel dan dinamis.
Sangatlah wajar apabila penghapusan frasa madrasah terus menjadi polemik di berbagai kalangan khususnya para pendidik. Pasalnya, ada aroma liberalisasi pendidikan yang tercium dengan dihapusnya frasa madrasah dalam RUU sisdiknas. Bukan hanya itu, RUU sisdiknas yang baru ini juga mempersempit tanggung jawab negara untuk membiayai program pendidikan yang ada dan hanya memfokuskan kepada sekolah yang yang tercantum dalam UU.
Secara fakta, memang sekolah madrasah yang ada di Indonesia kualitasnya tidak selevel dengan sekolah dibawah kewenangan kemendikbud. Ini sebagai bukti bahwa negara hanya memandang sebelah mata terhadap pendidikan sekolah madrasah yang ada. Minimnya bantuan yang diberikan oleh pemerintah, menunjukkan memang negara “pilih kasih” dalam pembiayaan pendidikan. Padahal, sekolah madrasah memiliki kontribusi besar dalam mendidik generasi bangsa untuk menjadi generasi yang beriman dan bertakwa (berimtak). Bukankah mencetak generasi berimtak merupakan tujuan pendidikan nasional yang ingin dicapai dan telah ditetapkan dalam UU?
Penghapusan madrasan dari RUU sisdiknas merupakan perkara yang tidak bisa diremehkan begitu saja. Seperti yang kita tahu, dimana madrasah adalah satuan pendidikan dengan muatan pelajaran agama lebih banyak daripada pelajaran umum. Sekolah madrasah banyak mengajarkan kepada generasi muslim tentang Islam beserta aturan kafah sebagai bekal menjalani kehidupan.
Seiring masifnya ide moderasi beragama yang terus digeungkan oleh pemerintah, menyasar keseluruh lini kehidupan termasuk pendidikan. Penghapusan madrasah ini juga merupakan imbas masuknya ide moderasi dalam sistem pendidikan yang disahkan dalam UU. Madrasah dianggap sekolah yang mencetak generasi radikal, sehingga penguasa negeri ini berupaya dengan berbagai macam cara untuk memutus mata rantai gerakan radikal di negeri ini.
Pelajaran agama, akhlak dan sejarah Islam dipandang tidak relevan dengan perkembangan zaman dan tidak akan menghasilkan income secara ekonomi. Sehingga pelajaran agama dianggap tidak penting, dan lebih cenderung untuk mempelajari ilmu pengetahuan umum dan bahkan dipisahkan dalam kehidupan.
Penguasa hari ini lebih cenderung pada pendidikan vokasi yang kini menjadi idola dalam sistem pendidikan nasional. Yang hanya melihat output pendidikan dari satu sudut pandang berupa materi semata. Walaupun kerusakan moral menjadi momok yang dihadapi oleh generasi, mereka abaikan begitu saja, bahkan menutup mata dengan adanya degradasi moral yang dialami generasi bangsa yang semakin memprihatinkan. Inilah wajah sekularisasi pendidikan semakin nyata wujudnya melandasi sistem pendidikan dinegeri yang mayoritas beragama muslim.
Dibutuhkan solusi sistemik untuk menyelamatkan generasi dari kehancuran dan kebinasaan yang diakibatkan sekularisasi pendidikan. Dan untuk menyelamatkan nasib generasi bangsa di masa yang akan datang. Tinta emas sejarah kegemilangan Islam telah mencatat keberhasilan sistem pendidikan Islam selama 1300 abad. Dimana, sistem pendidikan yang menjadikan Al Qur’an dan As sunnah sebagai sumbernya, telah mampu mencetak generasi polymath dan generasi penemu yang sangat berkontribusi dalam membangun peradaban dunia.
Keberhasilan pendidikan Islam telah terbukti mampu menyelaraskan kemajuan ilmu pengetahuan sejalan dengan target membangun peradaban Islam yang cemerlang. Pendidikan Islam teraplikasi dalam ruang lingkup pendidikan, dari kurikulum, metode pembelajaran, sarana prasana, kualitas guru, undang-undang dan dukungan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menyokong pendanaan pendidikan bagi seluruh rakyatnya.
Karena pendidikan adalah pilar terpenting dalam mencetak generasi cemerlang pembangun peradaban. Negara pun berperan aktif dalam menerapkan Islam kafah diseluruh lini kehidupan rakyat termasuk pendidikan. Pendidikan juga menjadi kebutuhan mendasar bagi manusia. Ilmulah yang menjadi tolak ukur mulia atau tidaknya seseorang disisiNya. Allah berfirman,”Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (QS Al-Mujadalah :11). Rasulullah saw bersabda,”Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” (HR Baihaqi)
Oleh karena itu, sistem pendidikan Islam tidak akan berlangsung tanpa ditopang oleh undang-undang yang menerapkan dan menjamin pelaksanaan syariat Islam secara kafah. Sehingga sistem pendidikan Islam tidak mungkin diterapkan oleh negara yang tidak ada hubungannya sedikitpun dengan Islam.
Maka yang mampu menerapkan sistem pendidikan Islam hanya khilafah, karena khilafah sebagai negara satu-satunya yang menjamin terlaksananya syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk menghasilkan generasi yang bersyakhsiyah Islam (berkepribadian Islam). Dengan ilmulah inilah generasi mampu menyelesaikan seluruh problema kehidupan.
Bukan hanya faqih dalam masalah agama tetapi juga menguasai ilmu kehidupan yang menjadi output terbaik sistem pendidikan Islam, yang akan melahirkan profil generasi terbaik dan bertakwa. Yang mampu mengukir sejarah peradaban Islam mulia yang berkontribusi bagi umat serta menyebarkan risalah Islam keseluruh dunia sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Penulis : Siti Rima Sarinah
0 Komentar