اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”. (QS. An-Nisa [4]: 58)
Penjelasan Ulama Tafsir
Tafsir Mufradat “Al-Amaanaat” bentuk jamak dari “al-amanah” yang merupakan bentuk mashdar dari kata amina yaitu ketenangan jiwa atau hilangnya rasa takut. Al-amnu, al-amaanaat, al-amaan merupakan satu sumber. Al- Amanah adalah sesuatu yang dijaga untuk disampaikan kepada pemiliknya. Orang yang menjaga dan menyampaikannya dinamakan “hafidz” (orang yang menjaga), amin (orang yang dipercaya) dan wafiy (orang yang memenuhi), sedangkan yang tidak menjaga dan tidak menyampaikannya disebut penghianat. “Ahliha” artinya yang berhak menerimanya. “Antahkumu bil’adl” artinya kalian tetapkan hukum dengan adil. Adapun kata al-‘Adl dalam kamus Munjid dikatakan dliddudh dhulmiwa syirri (lawan dari kedzaliman dan keburukan). Sedangkan menurut Ibnu Katsir “al-‘Adl” adalah berbuat adil kepada semua manusia. Penjelasan Ayat Pada ayat sebelumnya, Allah menjelaskan pahala yang besar bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh. Di antara amalyang menonjol ialah menyampaikan dan menetapkan perkara di antara manusia dengan cara yang adil. Di dalam ayat ini Allah Swt memerintahkan kedua amal itu. Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Allah Swt memerintahkan untuk menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya. Siapa saja yang tidak menunaikannya di dunia, maka ia akan dituntut di hari kiamat, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya hak-hak itu benar-benar akan sampai kepada yang berhak menerimanya sampai-sampai kambing yang tidak bertanduk pun akan meminta balas dari kambing yang bertanduk”. Mahmud Yunus menyampaikan bahwa yang dimaksud amanah itu ialah barang amanah (kepercayaan) pada seseorang untuk diberikannya kepada yang berhak mengambilnya, seperti petaruh barang, wajib diberikan kepada yang empunya, hutang wajib dibayar kepada orang yang berpiutang. Apabila amanah itu tidak ada, terutama pada pegawai-pegawai pemerintah, sehingga khianat telah merajalela, alamat negara akan roboh dan keamanan akan hilang. Sebab itu adalah amanah itu salah satu dasar negara yang kuat. Al-Maraghi membagi amanah dalam tiga kelompok, yaitu;
Pertama, amanat hamba dengan Rabbnya, yaitu apa yang telah dijanjikan Allah kepadanya untuk dipelihara, berupa melaksanakan segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya dan menggunakan segala perasaan dan anggotanya untuk hal-hal yang bermanfaat baginya serta mendekatkannya kepada Rabbnya.
Kedua, amanat hamba dengan sesama manusia, di antaranya adalah mengembalikan titipan kepada pemiliknya, tidak menipu, menjaga rahasia, dan lain sebagainya yang wajib dilakukan kepada keluarga, kaum kerabat, manusia pada umumnya, dan pemerintah. Termasuk dalam amanat ini adalah keadilan para umara’ terhadap rakyatnya, dan keadilan para ulama terhadap orang-orang awam dengan membimbing mereka kepada keyakinan dan pekerjaan yang berguna bagi mereka di dunia dan di akhirat.
Ketiga, amanat manusia terhadap diri sendiri, seperti halnya memilih yang pantas dan bermanfaat baginya dalam masalah agama dan dunianya, tidak langsung mengerjakan hal yang berbahaya baginya di dunia dan akhirat, serta menghindarkan berbagai penyakit sesuai dengan pengetahuan dan petunjuk dari para dokter.
Selanjutnya dalam QS. an-Nisa ayat 58 Allah berfirman yang artinya “dan apabila kau menetapkan hukum di antara manusia, hendaknya kau menetapkannya dengan adil”. Dalam ayat tersebut, Allah memerintahkan untuk berbuat adil dalam memberikan hukum di antara manusia. Muhammad bin Ka’ab, Zaid bin Aslam, Syahr bin Hausyab berkata, ”Sesungguhnya ayat ini diturunkan untuk para pemimpin atau penguasa, yaitu orang-orang yang memerintah di antara manusia.” Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt bersama dengan pemerintah selama dia tidak berbuat menyeleweng, tetapi bila dia menyeleweng maka Allah menyerahkannya kepada dirinya sendiri (tidak bersama-sama dengan Allah).
Selanjutnya pada ayat yang artinya “Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran bagimu”,yakni Allah sebaik-baik pemberi perintah untuk menunaikan amanat-amanat, memerintah adil di antara sesama manusia, dan hal-hal lainnya berupa perintah-perintah dan syariat-syariat-Nya yang sempurna lagi agung dan menyeluruh. Menurut Ibnu Katsir, Surat An-Nisa Ayat 58 mengandung perintah untuk menegakkan keadilan di dalam ketetapan hukum di antara manusia. Seperti halnya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ka’ab, Zaid bin Aslam, dan Sahru bin Jaushib, bahwa ayat ini berkaitan dengan umara’ (pemegang pemerintahan) untuk memperlakukan hukum dengan adil. Sehingga ada dua pelajaran yang diperintahkan Allah dalam ayat ini, yaitu untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan berbuat adil kepada sesama manusia. Oleh karena itu janganlah sekali-kali manusia menghianatinya karena Allah Maha mendengar atas segala perkataan dan melihat atas segala perbuatan.
Tuntunan Al-Qur’an ini mengharuskan seorang muslim melaksanakan amanahnya dengan sebaik-baiknya, agar keadilan ini dapat ditegakkan. Walau pada faktanya seseorang yang memiliki posisi tertentu di pemerintahan mengabaikan anjuran ini. Karena di dalam dirinya terdapat nafsu dan kepentingan yang kuat.
Maka, momentum Ramadan kali ini seyogianya kita harus senantiasa memantaskan diri untuk berlaku adil dalam berbagai situasi dan kondisi.
Oleh Sri Mulyati
0 Komentar